Selisih Dua Periode

Bengkoang
Hari ke-28 di bulan sebelas, Musim Dingin 340 Mirandi.
Dua tahun sejak diriku kembali ke Eldhera. Dua tahun juga aku terus mencoba berdamai dengan keadaan yang telah membawaku menjadi seorang pemberontak di depan mata.
“Hah ….”
Mungkin, kalian yang kebetulan lagi bosan atau tidak sengaja membuka lalu membaca catatanku juga jadi bertanya-tanya. ‘Tentang apa sebenarnya semua ini?’
Ya, kan? Jika benar, maka selamat. Aku takkan mengatakan apa-apa di bagian ini.
Rasa penasaran kalian takkan kujawab sampai catatan misi pertama ini selesai. Bahkan, boleh jadi ketika nanti kisah perjalanku sebagai penduduk Eldhera pascakembali dari Tanah Merah tamat atau ditulis ulang oleh generasi setelah diriku pun kalian tetap tidak mendapat jawaban. Hahaha ….
Bercanda.
Aku tidak sejahat itu. Namun, juga jangan menilaiku naif dan sederhana hingga berharap bagian pertama pada harian ini akan langsung berisi banyak informasi.
“Yah ….”
Sebagai pembuka. Kurasa akan lebih mudah bila kukatakan, “Aku melihat wajah baru di dunia lama.”
Tidak paham, ‘kan? Sama.
Hahaha. Aku asal tulis.
Ya. Asal tulis saja ….
***
Dua tahun lalu.
“Sayang, aku pulang ….”
Setelah dikembalikan paksa ke Gerbang Dua Belas Naga, tempat Letta tertidur, seusai menziarahi Monika, aku segera terbang ke Tebun untuk melaporkan keanehan yang kualami di Reruntuhan Kota Ghori ke Balai Penyelidikan Anomali dan Fluktuasi Sihir, Menara Stellar.
Lebih spesifik, saat itu diriku ingin menemui Profesor Rafhael, guru besar sekaligus Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan Metode Pemberdayaan Mana di sana.
Alasanku sederhana. Melalui otoritas beliau, aku berharap akan mendapat wewenang penuh untuk tidak perlu mengikuti kegiatan atau berada di sekolah selama beberapa waktu hingga cita-citaku tercapai.
Aku mau mencari ‘berkat naga legenda’ buat membebaskan Doll dari kutuk pembatuan.
Hanya saja, semua tidak berjalan sesuai harapan.
“Sayang ….” Aku menengadah. “Stellar sudah tidak ada, Tebun bukan lagi sebuah kota, dan semua tempat yang kutahu di Kolom Dua-Tiga Benua juga telah banyak berubah.”
Selain menyandarkan punggung pada kristal tempat Letta terlelap, diriku yang sekarang cuma bisa pasrah menerima kenyataan. Hidup sendirian di zaman yang kini sudah bukan lagi masaku ….
“Aku capek, Sa—”
Ting! Meskipun tidak semuanya setuju.
[Inikah dunia asal Anda, Tuan?]
Rumah, keluarga, bahkan anak-anakku mungkin memang telah lama hilang dari peradaban dunia ini. Akan tetapi, hal itu juga tidak lantas membuat diriku menjadi sebatang kara.
Ya. Aku tidak pernah benar-benar sendirian.
Masih ada Letta, meski kini ia tertidur dalam kristal di Altar 12 Naga. Masih ada Chloe, pengelola kantung ajaibku. Ada Long, dan ada juga Sandra dengan abu sama vas keramiknya di belakang pinggangku.
“Ya, Chloe. Inilah dunia asalku, Eldhera ….”
***
Demi melanjutkan hidup, aku enggan membuang harapan.
Alhasil, diriku pun pindah dan memulai hidup baru di Zaowi, sebuah kota di perbatasan wilayah Kerajaan ‘Baru’ Tanderi, dua bulan kemudian.
Kenapa kusebut baru, sebab pada masa sebelum diriku terlempar ke luar Eldhera bersama Doll kerajaan ini sama sekali belum ada.
Ah, ya! Menurut cerita, jarak antara tahun Chloria dengan Mirandi adalah dua periode sage.
Yang mana itu berarti diriku sekarang seharusnya sudah menjadi fosil di bawah tanah ….
“Tunggu dulu!”
Fsst! Lamda, teman sebangkuku, menarik-nariki jumsuit-ku lalu berbisik, “Hoi, Ure ….”
Jangan tanya kenapa tiba-tiba ada teman sebangku. Aku sekolah lagi buat belajar baca tulis menggunakan aksara zaman ini ….
“Kenapa kau tiba-tiba berdiri, hah?”
“Aku ….” Kugaruk pipiku, hendak memberi alasan seadanya. “Aku—”
“Siswa di belakang, kenapa ribut-ribut?”
“Mampus ….” Lamda sigap melepas jumsuit-ku kemudian bergeser menjauh. “Maaf, Ure. Bukannya tidak setia, tapi aku juga tidak ingin kena masalah cuma gegara kita ini duduk sebangku.”
“Apa maksudmu—hoi, Lamda …?”
“Kau tahu sendiri Nyonya Deti orangnya bagaimana, ‘kan?”
Ia langsung pura-pura tidak melihat dan sok sibuk dengan buku di hadapannya begitu perempuan gempal yang merupakan guru sastra kami berdiri sambil melipat tangan dekat mejaku.
“Sekali lagi, maafkan temanmu ini …,” gumamnya pelan, benar-benar pelan.
Hem. Teman macam apa yang langsung menghindar begitu temannya kena masalah?
Cek! Sayang aku juga tidak bisa mengeluh jika dia memilih cari aman. Huh.
Sekarang. “Hehe ….”
Aku cuma bisa tertawa garing membalas sorot mata Nyonya Deti yang macam burung elang lagi membidik anak kelinci, amat tajam serta penuh dengan intimidasi.
“Boleh kutahu kenapa kau berdiri dan berteriak ketika aku hendak menulis sajak dari masa Sage Suinda?”
Begitu ucap beliau, terdengar berat dan penuh tekanan.
“Kalau dirimu tidak memberiku jawaban bagus, pintu kelas ini selalu terbuka ….” Ia melirik pintu di pojok ruangan sekilas. “Silakan keluar dan tidak usah mengikuti kelasku sampai semester berakhir, mengerti?”
Kutelan ludahku.
“A, aku minta maaf, Nyo—”
“A!” Perempuan itu mengangkat tangan. “Aku tidak butuh permintaan maaf, cukup katakan saja kenapa kau tadi berteriak. Selesai.”
“Tadi ….” Aku tidak punya pilihan. “Tadi diriku tiba-tiba saja teringat sesuatu—”
“Teringat apa?” kejar sang guru sastra.
Kujawab, “Aku curiga bila sebetulnya selisih antara zaman Chloe dengan Sage Mirandi bukan dua priode.”
“Siapa Chloe?”
“Ah! Maksudku sage sebelum Sage Rarhea dan Sage Suinda, Nyonya.”
“Hem ….” Ia menunduk sebentar kemudian tanya, “Katakan, kenapa kau berpikir begitu?”
“Soalnya, Sage Mira lahir di Benua Barat, ‘kan?” lanjutku menyodorkan fakta sejarah, “bila ini benar, maka hal tersebut aneh.”
“Kenapa aneh?” tanyanya lagi.
Kupalingkan pandangan ke luar jendela. “Kita mengikuti siklus yang memiliki aturan selang-seling, bukan, Nyonya? Bila pahlawan lahir di Timur, maka saintess akan muncul di Barat. Pahlawan dari Barat, saintess kemudian akan berada timur. Begitu terus setiap kali mereka berganti masa.”
“Aku belum menangkap poinmu, Nak.”
“Maksudku, sage pun mengikuti aturan serupa,” kataku balik melihat ke Nyonya Deti, “jika Chloe lahir di Benua Barat, maka urutan Rarhea dengan Suinda tidak mungkin dari Barat lalu ke Timur terus kembali lagi ke Barat untuk masa Sage Mira sekarang, ‘kan?”
Simpulan yang membuat seisi kelas tertawa. Hahaha.
“Sejujurnya ….” Wanita di depanku tersenyum. “Jika kita tahu siapa sebenarnya Chloe yang baru saja kau bicarakan ini, aku mungkin akan memercayainya. Sayang selain dirimu kami semua tidak tahu, tapi ….”
Ia menatapku.
“Sage Mira sudah benar lahir di Barat.”
Aku takkan membantahnya.
Toh, hal yang membuatku merasa janggal ialah selisih antara Chloe dan Sage Mira yang cuma dua periode.
Itu menunjukkan ada sedikitnya satu periode yang luput dari pencatatan sejarah, yakni masa di mana sage sesudah Chloe lahir di Benua Timur.
“Sudahlah, kita tidak perlu melanjutkannya.” Nyonya Deti kembali ke depan kelas. “Kau kumaafkan …, aku terhibur mendengar ceritamu soal sage hari ini ….”
Aku tahu, ini memang tidak penting selain bagi diriku. Hilang satu periode sage tidak membuat hitungan waktu mereka meninggalkan Eldhera bertambah sekian milenium ….¹
***