Nasehat yang tidak berangkat dari hati yang bersih
Indra Zulfi Mushoddaq
Kadangkala ketika kita menasehati seseorang, ternyata nasehat kita tidak diterima, langsung kita tuduh bahwa yang kita nasehati memang keras kepala.
Padahal bisa jadi nasehat kita tidak berangkat dari hati yang bersih, tidak pula berangkat dari niat yang tulus. Yang membuat nasehat kita tak masuk pula kedalam hatinya.
Maka hendaknya, sebelum kita menasehati saudara kita, bersihkan hati kita, berangkatkan nasehat dari hati, agar merasuk pula kedalam hati mereka, serta kita meminta agar Allah mengokohkan kita diatas Hidayah, dan meminta agar saudara-saudara kita yang belum diberikan hidayah, Allah bukakan hati-hati mereka.
Dari Umar bin Dzar rahimahullah beliau berkata kepada Ayahnya : "Wahai Ayahku, Mengapa ketika engkau mendakwahi manusia maka mereka menangis. Sedangkan apabila ada orang lain yang mendakwahi manusia, mereka tidak menangis?"
Maka Ayahnya menjawab : "Wahai Anakku, Sungguh tidak akan pernah sama seorang ibu yang menangis karena telah kehilangan anaknya dengan seorang wanita lain yang diupah untuk ikut menangis"
Syaikh Shalih Al Utsaimin Rahimahullah menjelaskan, bahwa ini merupakan permisalan yang bagus, karena seorang yang kehilangan anaknya tangisan mereka berangkat dari hati yang pedih, sedangkan seseorang yang diupah (bukan dari hati) maka mereka tidak akan meninggalkan kesan apa-apa tidak pula mereka akan menangis.
Syaikh melanjutkan, bahwa permisalan ini bukan dalam rangka para salaf membanggakan diri atau mentazkiyah diri mereka sendiri, tapi ini sebagai permisalan dan pelajaran agar ketika seseorang memberikan nasehat, dakwah dan semisalnya untuk benar-benar mengikhlaskan niat dan bersih dari riya'.
Diringkas dari Syarah Hilyah Thalibil Ilmi.