62 - Bintang Pertiwi
Di publikasikan 04 Nov 2025 oleh Bengkoang
“Berhenti melotot padaku dan duduklah yang benar ….”Kutepis muka Erik agar menjauh pas ia menggangguku mengemudikan gerobak saat kami hendak kembali ke Dataran Tengah, pertengahan Bulan Dua, Musim Semi 224 Shirena.Ketika perburuan perdana regu berburuku selesai lebih awal daripada jadwal ….“Saudara Mi, matanya gak akan berhenti menatapmu sampai kau menjelaskan kenapa badak kemarin kita jual ke Bulan Biru padahal mereka hanya butuh tanduknya saja. Aku pernah ada di posisimu. Seminggu penuh dia terus menguntitiku dengan mata seperti itu, kau tahu.”“Oh, ya, Saudara Ken?” Aku menoleh dengar hal tersebut, senyum pada Erik di sebelah, lalu balik konsentrasi mengarahkan gerobak. “Dirimu akan mengerti setelah kita sampai ke Serikat, E—”“Gak mau!” timpal si pemegang anggar poni paruh beo, mulai mendekatkan mukanya lagi. “Aku akan terus menatapmu sampai kau jelaskan kenapa kita gak boleh bawa badak kemarin. Kalau alasanmu cuma regu ketiga, jurus anggarku bisa menyengat pantat mereka sekali ayun.”“Ini bukan soal jurusmu bisa ‘menyengat’ mereka, tapi kalau badak itu ngotot kita bawa pulang semua hewan eksotis yang sudah kau dan aku tangkap akan hilang. Mau, pulang dengan tangan kosong?”“Hah? Kok, bisa gitu?”“Kau akan tahu pas kita sampai Serikat ….”Aku tidak ingin menjelaskannya sekarang. Bicara sambil mengemudi begini merepotkan ….*** Kemarin petang ….“Bagaimana?” Tatkala Selena, penyihir tiga cincin yang menawar badak cula titanium kami, mengatakan harga tertingginya. “Lima keping emas per gram harusnya tidak buruk, bukan? Dua kali pasar, kalian tidak rugi bila mau menjual cula badak itu padaku di sini.”“Kami mengerti, tapi keputusan a—”“Lima keping emas per gram?!” Kalian tahu, Erik terus pasang gelagat tak percaya sejak Mark dengan penyihir wanita di depannya mulai bicara berdua. Bahkan, kalau bukan gegara Ken yang pegangi, dia berkali-kali mau mengacungkan anggar ke kelompok Selena. “Omong kosong! Jangan percaya, Mark! Lebih aman badak ini kita bawa pulang ….”Sampai pada klimaks negosiasi, dirinya tetap menolak bekerja sama walaupun sang kapten sendiri sudah setuju untuk menerima tawaran mereka.“Gak! Aku menolak. Lebih baik kita berkelahi saja sekarang.” Begitu katanya dengan anggar di atas kepala mengarah pada Mark.“Aku mengerti poinmu, tapi kita juga gak bisa membawa badak i—”“Voting!” tuntut Erik tiba-tiba, mengajukan banding dan perlawanan terakhir. “Kuyakin bukan aku saja yang ogah menjual badak di sana ke mereka. Ya, ‘kan, Ken?”Ken, waktu ditembak sohibnya begitu, hela napas lantas angkat tangan sebahu.“Kalian tahu sifatnya.”“Bagus. Dua menolak.”“Aku ikut keputusan kapten,” ujar Mita, pindah ke dekat Mark. “Jangan memusuhiku, ya?”“Ya, ya. Wanita selalu benar ….”Erik kemudian melihatku.“Aku?” Jujur, saat itu diriku pun sebenarnya ingin membawa badak kami pulang. Namun, pas ingat kelompok ketiga yang menunggu kesempatan menyergap di sekitar membawanya bukan pilihan terbaik. Jadi, “Jual.”“Apa?!” “Nah!” sambut Selena semringah, ia lekas mendekat bersama semua anggota Bulan Biru. “Kukira kalian sudah punya keputusan serta telah mufakat, benar?”“Aku gak mau menjualnya padamu.”“Sayang sekali, Pria Muda. Kelompokmu sepertinya tidak mendukung dirimu kali ini ….”Sejak itulah si pemegang anggar berponi beo terus memelototiku. Hingga kami keluar dari Hutan Purtara lalu mengambil gerobak dan kembali ke Dataran Tengah ….*** “Kita sudah di serikat ….”Satu minggu kemudian.“Sekarang beri tahu aku kenapa kalian mau menjual badak kita ke Regu Bulan Biru!”Kutengadahkan kepala ke langit sebelum meladeni Erik. Ia, pemegang anggar dengan poni khas bak paruh beo menutupi mata kanan ini, benar-benar persisten. Tidak mau melepaskanku dan terus melotot sambil menguntit macam yang dikatakan Ken.“Hah ….” Kuhela napas lelah, menggeleng dan berdecak, lantas merangkulnya. “Kau lihat papan di sana itu?”“Mading berita sama buronan serikat?”“Periksa daftar buronnya, gih … lihat dulu ke sana … jangan terus menoleh, kami gak bakal kabur.”Bukan hanya diriku, tapi kurasa Mark dengan Mita pun tahu akan rumor ini. Itu sebabnya mereka satu suara denganku minggu lalu, menjual badak cula titanium kami sekalian ke Regu Bulan Biru.“Bagaimana?”“Jadi, kau tahu kalau jal*ng kemarin sama kelompoknya dicari gegara tukang pe-ka?”“Mulutmu ….”“Apa?!” Erik menepis tangan Mita waktu ia mendekat hendak menyentil bibirnya. “Aku cuma kesal, lagi pula mereka memang pantas buat dimaki, ‘kan?”“Cek! Itu gak bagus buat pembaca kita, tahu!”Hem. Aku masih ada keperluan di tempat lain. Jadi mari biarkan si pemegang anggar sama supervisor Bintang Pertiwi kita dengan urusan mereka di depan mading sana. Mark dan Ken juga tampaknya sepemikiran …. “Saudara Mi, Kapten.”“Saudara Ken, Mark.”“Kita kumpul di kantorku lagi besok, setelah jam makan siang. Bagi hasil sama rencana berikutnya kita bahas di sana sekalian. Ken, Saudara Mi.”Usai bertukar salam, kami bertiga pun berpencar. Hendak kembali ke urusan masing-masing ….*** Minggu ketiga Bulan Dua, 224 Shirena.Perburuan perdana Bintang Pertiwi selesai. Seluruh target di daftar buruan dilaporkan, beberapa hewan eksotis yang kusisihkan kubawa pulang, lalu gerobak dengan kuda-kuda Roda Batu pun kukembalikan.Kemudian, selang dua hari dari laporan kami ke serikat, surat-surat kabar Distrik Timur ramai menulis pada headline berita mereka, ‘Regu Pemburu Dengan Potensi Luar Biasa Kini Telah Lahir di Benua ….’ Berita yang bikin geger seisi Dataran Tengah termasuk orang-orang rumahku tanpa kecuali ….“Berita macam apa ini?” komentar ayah mertuaku, mengacungkan koran pagi yang beliau bawa dari gerbang depan ke muka semua orang pas keluargaku duduk-duduk santai di beranda. “Kelompok pemburu baru naik ke peringkat besi di perburuan perdana. Mustahil. Mereka pasti menyuap pejabat.”“Peringkat besi itu kelas ce, ‘kan, Ayah Lian?”“Dari mana Anda tahu bila mereka menyuap? Bisa saja anak-anak ini memang punya bakat,” tanggap Ketua Sekte, menaruh cangkir teh lantas mengulurkan tangan pada Ayah Mertua. “Coba lihat, Besan ….”“Tidak ada yang mau menjawabku, tah?”“Kau benar, Bocah,” timpalku menanggapi Miki, kasihan. “Peringkat besi itu kelas ce, bintang dua, dan boleh berburu bersama regu-regu lain atau membentuk kelompok berburu besar.”“We, Paman. Kau tahu soal kelas sama peringkat pemburu?”Kini aku menjuling dengar balasannya.“Menurutmu?” kataku lantas kembali pada kegiatan semula, memberi makan Oren dan Ijo bersama primata-primata baruku di tepas tersebut. “Begini-begini aku pernah kerja bareng pemburu sama serikat, loh, ya.”“Katanya formasi regu mereka seorang pendekar berpedang besar, seorang pendekar pemegang anggar, satu orang penyihir penyembuh, satu orang pengguna mantra api, dan satu orang lagi seorang penjinak. Kombinasi tempur petarung jarak menengah dengan fokus pertahanan juga serangan melebar.”“Lihat wajahmu, Ketua. Apa kau tertarik pada mereka?”“Tentu saja!” jawab ketua sekteku semangat, “Besan, Anda juga pasti sudah bisa menebak as di regu ini adalah penyihir api dengan pemegang anggar mereka, bukan?”“Buat apa kau tanya itu?”“Ayolah, berhenti pura-pura di depanku. Tiga pendukung di regu baru ini menjadi jangkar ‘tuk pertempuran jangka panjang. Jangan bilang Anda tidak tahu?”“Aku tahu. Cuma ….”Kalian tahu, kini mataku curi-curi pandang dengar obrolan Ayah dengan Ketua Sekte. Dua orang tua itu mengulas formasi regu di koran tadi bak penonton sepak bola yang baru selesai menonton pertandingan tim kesayangan malam sebelumnya. Heboh, terus penuh dengan bumbu gestur nan lucu.Dan, sebagai salah seorang dari yang lagi mereka bicarakan pada waktu itu. Tanpa sadar diriku mulai geli sendiri ….***