Login Daftar - Gratis

Epilog

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Dari Pengacara Konvensional Menuju Pengacara VisionerEpilogDari Pengacara Konvensional Menuju Pengacara VisionerSaat Anda menutup halaman terakhir buku ini, satu hal menjadi jelas: masa depan profesi hukum bukan untuk ditakuti — melainkan untuk dipeluk dan dipimpin.Teknologi, khususnya kecerdasan buatan, bukanlah akhir dari profesi hukum. Ia adalah awal dari sebuah transformasi besar yang membuka peluang bagi para pengacara untuk menjadi lebih manusiawi, lebih efisien, dan lebih berdampak.Jika Anda membaca sampai titik ini, berarti Anda adalah seseorang yang peduli — bukan hanya pada profesi Anda, tapi juga pada nilai, keadilan, dan arah perubahan di dunia ini.Anda telah belajar:Apa itu AI dan bagaimana ia bekerja untuk mendukung hukum,Cara menggunakan alat-alat canggih seperti DeepSeek, ChatGPT, dan Harvey.ai,Strategi membangun kantor hukum digital dan inovatif,Dan yang terpenting, bagaimana menjadi pemimpin perubahan, bukan korban zaman.🔑 Kini, giliran Anda untuk bertindak.Bawalah pengetahuan dari buku ini ke ruang sidang, ruang rapat, layar laptop, dan kehidupan klien-klien Anda.Bangun praktik hukum yang lebih berani, terbuka, dan cerdas.Tentang PenulisMuhammad Ari Pratomo, pengacara Indonesia sejak 2009, adalah salah satu pionir dalam mengintegrasikan kecerdasan buatan ke dalam praktik hukum di Tanah Air. Melalui karya, edukasi, dan pemikiran inovatifnya, ia mendorong pengacara Indonesia untuk bertransformasi dan bangkit sebagai bagian dari era digital global.📧 Email:📱 Sosial Media: @MuhammadAriLaw📍 Lokasi: Bogor, Jawa Barat, IndonesiaTerhubung Lebih LanjutJika Anda merasa buku ini bermanfaat, sebarkan kepada rekan seprofesi Anda. Mari bersama-sama menciptakan ekosistem hukum yang lebih adaptif dan inklusif, di mana teknologi memperkuat misi keadilan, bukan menggantikannya.Buku ini hanyalah permulaan.Gerakan hukum bertenaga AI baru saja dimulai.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Membangun Praktik Hukum Masa Depan - Strategi & Visi Pengacara Modern

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Menjadi Arsitek Perubahan di Era Kecerdasan BuatanBab 8: Membangun Praktik Hukum Masa Depan – Strategi & Visi Pengacara ModernMenjadi Arsitek Perubahan di Era Kecerdasan BuatanEra kecerdasan buatan telah mengubah cara dunia beroperasi, termasuk dunia hukum. Peran pengacara tidak lagi sebatas menyelesaikan sengketa atau menafsirkan pasal, melainkan menjadi arsitek sistem hukum masa depan: adaptif, inovatif, dan bertenaga teknologi.Bab ini adalah panggilan bagi Anda – pengacara modern – untuk tidak hanya mengikuti perubahan, tapi menjadi pemimpinnya. Anda akan diajak menyusun strategi membangun praktik hukum yang berdaya saing tinggi, efisien, dan berorientasi pada masa depan.1. Mengubah Mindset: Dari Tradisional ke TransformasionalLangkah pertama membangun praktik hukum masa depan adalah transformasi pola pikir.Dari:"Teknologi adalah ancaman bagi profesi saya."Menjadi:"Teknologi adalah alat yang memperkuat layanan hukum saya."Pengacara modern melihat teknologi bukan sebagai pengganti, tapi sebagai pengungkit keunggulan. Mereka siap mengembangkan model kerja baru, menghadapi ketidakpastian, dan memimpin inovasi.2. Pilar Praktik Hukum Masa DepanUntuk membangun praktik hukum yang relevan di era AI, Anda memerlukan fondasi berikut:📌 1. Struktur Digital-FirstBangun kantor hukum Anda layaknya startup:Sistem manajemen dokumen cloudKonsultasi daringPlatform kolaboratifManajemen tim dan klien berbasis aplikasiContoh tools: Clio, Notion, Trello, Google Workspace, Zoom.📌 2. Otomatisasi Proses HukumIdentifikasi proses yang bisa diotomatisasi, seperti:Penyusunan kontrak standarPemeriksaan due diligencePelacakan tenggat waktu hukumPenjadwalan pertemuanGunakan tools seperti: Harvey.ai, Luminance, Lawgeex, atau bahkan ChatGPT.📌 3. Orientasi pada Pengalaman KlienKlien masa kini menginginkan:KecepatanTransparansiKomunikasi manusiawiLayanan hukum yang proaktifBuat pengalaman hukum yang nyaman dan bermakna bagi mereka. Bangun sistem layanan yang bukan hanya benar secara hukum, tapi juga berempati secara manusia.📌 4. Kolaborasi Lintas DisiplinPraktik hukum modern melibatkan:Ahli teknologiKonsultan bisnisDesainer UXAnalis data hukumJangan ragu membangun tim multidisiplin atau bekerja sama lintas sektor untuk memberikan solusi hukum yang lebih menyeluruh.3. Merancang Model Bisnis Hukum yang AdaptifPraktik hukum masa depan tidak harus berwujud kantor fisik megah. Anda bisa merancang model seperti:Konsultan hukum virtualPenyedia layanan hukum berbasis langganan (subscription)Praktik spesialisasi niche dengan audiens globalPlatform edukasi hukum berbasis AIModel bisnis hukum akan menjadi lebih cair, lebih inklusif, dan mampu menjangkau lebih banyak orang yang sebelumnya tak tersentuh oleh sistem hukum formal.4. Investasi Jangka Panjang: Pengetahuan & TeknologiPraktik hukum yang kuat dibangun bukan dari alat, tapi dari pengetahuan dan keberanian belajar hal baru.Luangkan waktu untuk:Mempelajari AI dasar dan aplikasinya dalam hukumMengikuti pelatihan teknologi hukum (legal tech)Menyelami pemikiran inovatif tentang masa depan keadilanKarena hukum masa depan tidak hanya akan dibentuk oleh kebijakan, tapi juga oleh mereka yang berani menciptakan jalan baru.5. Mempersiapkan Generasi Pengacara SelanjutnyaSebagai pengacara yang telah melangkah lebih dulu, Anda punya peran penting dalam membimbing generasi berikutnya:Bangun budaya hukum yang lebih terbuka dan kolaboratifMentori pengacara muda dalam memanfaatkan teknologi secara etisDorong kurikulum hukum agar lebih responsif terhadap perkembangan zamanMenjadi pelopor bukan hanya soal kecepatan, tapi juga soal menarik lebih banyak orang maju bersama Anda.Kesimpulan Bab 8:Praktik hukum masa depan bukan lagi sekadar wacana — ia sedang dibentuk hari ini, saat ini, oleh para pengacara yang berani bermimpi dan bertindak. Anda tidak hanya bisa menjadi bagian dari perubahan itu, tapi bisa menjadi penciptanya.Dengan fondasi teknologi, semangat pelayanan, dan visi kemanusiaan yang kuat, Anda akan menjadi pengacara yang tak tergantikan: pengacara yang tidak hanya mengikuti arus, tetapi menciptakan gelombang.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Membangun Reputasi Digital dan Jejak Online Pengacara di Era AI

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Menjadi Pengacara yang Terlihat, Didengar, dan Dipercaya di Dunia DigitalBab 7: Membangun Reputasi Digital dan Jejak Online Pengacara di Era AIMenjadi Pengacara yang Terlihat, Didengar, dan Dipercaya di Dunia DigitalDi tengah arus digitalisasi dan kompetisi di dunia hukum modern, memiliki reputasi online yang kuat bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan. Pengacara yang mampu membangun kehadiran digital profesional akan memiliki keunggulan besar: lebih dikenal, lebih dipercaya, dan lebih mudah ditemukan oleh klien potensial. Terlebih di era AI, di mana pencarian jasa hukum bisa dilakukan lewat satu kalimat di mesin pencari atau platform legal.Bab ini akan membimbing Anda membangun jejak digital yang kokoh dan kredibel, sekaligus memanfaatkan teknologi AI untuk memperluas pengaruh Anda sebagai praktisi hukum.1. Mengapa Reputasi Digital Itu Penting bagi PengacaraBanyak pengacara masih mengandalkan reputasi offline dari mulut ke mulut. Namun saat ini, calon klien cenderung mencari referensi hukum melalui internet. Mereka membaca profil, menilai kredibilitas, dan membandingkan layanan sebelum menghubungi.Tanpa kehadiran online yang meyakinkan, Anda akan kehilangan banyak peluang, tak peduli seberapa hebat reputasi Anda di dunia nyata.Reputasi digital yang kuat akan:Meningkatkan kredibilitas Anda secara luasMenarik klien dari luar lingkaran tradisionalMembedakan Anda dari kompetitorMemungkinkan Anda diposisikan sebagai pemimpin pemikiran (thought leader) dalam bidang hukum tertentu2. Pilar-Pilar Reputasi Digital yang EfektifUntuk membangun reputasi digital yang profesional, Anda perlu memperkuat lima pilar berikut:✅ Profil Online yang Lengkap dan KonsistenPastikan nama Anda, foto profesional, latar belakang pendidikan, keahlian hukum, dan pengalaman kerja ditampilkan secara konsisten di berbagai platform: website, LinkedIn, Instagram, hingga direktori hukum.Gunakan identitas profesional yang tetap, misalnya:Nama: Muhammad Ari PratomoMedia Sosial: @MuhammadAriLaw✅ Konten Edukasi yang BernilaiBangun kepercayaan dengan berbagi pengetahuan melalui konten seperti:Artikel singkat hukum di LinkedInVideo edukasi di Instagram atau YouTubeInfografis tentang hak-hak hukum di media sosialEbook atau panduan praktis hukum gratisKonten yang bermanfaat akan memperlihatkan kompetensi Anda dan membuat publik mengenal Anda sebagai sosok yang solutif.✅ Aktif di Komunitas dan Forum Hukum DigitalBergabunglah di forum atau grup diskusi hukum online, baik lokal maupun internasional. Tanggapi pertanyaan dengan bijak dan profesional. Ini cara efektif membangun pengaruh tanpa harus menjual jasa secara langsung.✅ Ulasan dan Testimoni KlienDorong klien yang puas memberikan testimoni di Google Reviews, LinkedIn, atau bahkan secara tertulis di website pribadi Anda. Ini adalah bukti sosial yang sangat berpengaruh dalam membangun kepercayaan.✅ Strategi Personal Branding yang KonsistenTentukan nilai yang ingin Anda tonjolkan: apakah Anda pengacara yang humanis? Teknologis? Spesialis startup? Komunikasikan hal ini secara konsisten di semua saluran digital Anda.3. Memanfaatkan AI untuk Memperkuat Reputasi DigitalKecerdasan buatan bukan hanya untuk mengelola dokumen atau kontrak. AI juga bisa dimanfaatkan untuk:Menulis artikel blog hukum dengan bantuan AI writing tools seperti ChatGPT atau GrammarlyMengedit video hukum pendek otomatisMenjadwalkan konten sosial media secara efisienMenganalisis engagement dan merancang strategi branding lebih tepatContoh tools AI yang bermanfaat untuk branding pengacara:Nama ToolFungsiChatGPTMenyusun konten edukasi hukumCanvaMendesain konten visual profesionalBuffer / HootsuiteMenjadwalkan posting media sosialGrammarlyMenyunting tulisan hukum Anda agar lebih tajamNotion AIMerancang strategi konten dan manajemen proyek4. Etika dalam Membangun Reputasi OnlineKredibilitas dibangun dengan waktu, tapi bisa hancur seketika. Maka, penting untuk selalu menjaga etika digital:Jangan menyebarkan informasi klienJangan membagikan kasus aktif tanpa izinHindari klaim berlebihan atau tidak akuratGunakan bahasa yang profesional dan menghormati semua pihakReputasi Anda adalah aset hukum yang tidak ternilai.5. Contoh Praktik Sukses: Pengacara Indonesia di Era AIBeberapa pengacara di Indonesia telah menunjukkan bahwa reputasi digital bisa menjadi jalur sukses:Pengacara yang aktif menulis di media digital nasional dan sering diundang sebagai narasumberKonsultan hukum startup yang aktif berbagi tips legal di Instagram dan berhasil menjaring banyak klien dari kalangan UMKMSpesialis litigasi yang mengedukasi publik lewat video YouTube singkatApa kesamaan mereka? Konsistensi, konten yang berkualitas, dan keberanian untuk tampil.Kesimpulan Bab 7:Di era digital dan AI, reputasi online bukan hanya cerminan siapa Anda, tapi juga pintu masuk utama bagi calon klien untuk mengenal Anda. Membangun jejak digital bukan tentang menjadi viral, tapi tentang menjadi dapat ditemukan, dipercaya, dan dipilih.Dengan pendekatan yang strategis dan penggunaan teknologi yang tepat, Anda bisa tampil sebagai pengacara profesional yang relevan, terpercaya, dan modern di mata publik digital.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Keamanan Data dan Etika Profesi dalam Penggunaan AI di Bidang Hukum

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Menjaga Kepercayaan di Tengah Transformasi DigitalBab 6: Keamanan Data dan Etika Profesi dalam Penggunaan AI di Bidang HukumMenjaga Kepercayaan di Tengah Transformasi DigitalSemakin banyak pengacara dan firma hukum yang mengadopsi kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan. Namun, di balik semua manfaat teknologi tersebut, ada dua pilar yang tidak boleh diabaikan: keamanan data dan etika profesi.Bab ini akan membahas bagaimana AI dalam dunia hukum harus diterapkan dengan penuh tanggung jawab, dengan memperhatikan aspek kerahasiaan informasi dan integritas profesi hukum.1. Mengapa Keamanan Data Menjadi PrioritasDalam praktik hukum, informasi yang ditangani bersifat sangat sensitif: data pribadi, dokumen perkara, perjanjian bisnis, hingga strategi litigasi. Ketika proses-proses ini mulai melibatkan AI—entah dalam bentuk chatbot, document automation, atau legal analytics—maka risiko kebocoran dan penyalahgunaan data juga meningkat.Beberapa potensi ancaman yang perlu diwaspadai:Kebocoran informasi melalui sistem cloud yang tidak terenkripsiPemrosesan data oleh AI asing yang tidak mematuhi standar perlindungan data lokalPenggunaan platform generatif seperti ChatGPT tanpa perlindungan privasiKesalahan dalam penggunaan data yang berdampak hukumMaka dari itu, pengacara wajib memilih platform AI yang patuh terhadap hukum perlindungan data, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa, atau menyesuaikan dengan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia.2. Prinsip-Prinsip Keamanan Data untuk Praktik Hukum Berbasis AIBerikut beberapa prinsip yang harus diterapkan saat menggunakan AI dalam praktik hukum:✅ Prinsip Kerahasiaan (Confidentiality)Pastikan sistem AI yang digunakan tidak menyimpan atau menyebarkan data klien tanpa izin tertulis.✅ Prinsip Integritas (Integrity)Data yang diproses AI harus tetap utuh, tidak diubah tanpa otorisasi, dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.✅ Prinsip Ketersediaan (Availability)Sistem digital dan basis data harus dapat diakses sesuai kebutuhan, namun tetap dilindungi dari akses yang tidak sah.✅ Minimisasi DataGunakan hanya data yang benar-benar dibutuhkan untuk proses AI. Jangan berikan akses penuh kepada sistem yang tidak memiliki kontrol audit.3. Etika Profesi di Tengah Era Kecerdasan BuatanPenggunaan AI tidak boleh melupakan landasan moral profesi hukum: integritas, akuntabilitas, dan kepentingan terbaik klien.Beberapa pertimbangan etis dalam penggunaan AI oleh pengacara:AI sebagai alat bantu, bukan pengganti pertimbangan hukum manusiaKeputusan akhir harus tetap berada di tangan pengacara, bukan AI.Keterbukaan terhadap klienJika Anda menggunakan sistem AI dalam pelayanan hukum, klien berhak tahu bahwa sebagian proses dilakukan oleh mesin, dan bahwa data mereka aman.Tidak menyalahgunakan AI untuk manipulasi informasi hukumAI bisa digunakan untuk menyusun argumen, namun harus didasari pada fakta dan hukum yang valid.Tanggung jawab tetap melekat pada pengacaraMeski AI digunakan, bila terjadi kesalahan dalam dokumen hukum, maka pengacara tetap bertanggung jawab di mata hukum dan kode etik.4. Praktik Baik dalam Menggunakan AI Secara Etis dan AmanBerikut adalah langkah-langkah praktis untuk memastikan bahwa penggunaan AI Anda tidak melanggar etika atau hukum:Gunakan versi pro atau enterprise dari tools AI yang menyertakan klausa kerahasiaan data.Jangan pernah memasukkan identitas klien atau isi dokumen perkara ke dalam platform AI publik tanpa penyamaran (anonymization).Audit dan evaluasi rutin sistem AI yang digunakan.Simpan dokumen hukum pada server lokal atau cloud terenkripsi dengan kontrol akses terbatas.Latih tim hukum Anda agar memahami risiko hukum dan keamanan dalam penggunaan AI.5. Regulasi dan Masa Depan Perlindungan DataDengan disahkannya UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia, kini terdapat kewajiban hukum yang tegas terkait pengelolaan data oleh setiap badan, termasuk firma hukum.Pengacara kini perlu memahami:Kewajiban untuk memperoleh persetujuan subjek dataHak subjek data untuk mengakses, memperbaiki, dan menghapus data merekaKewajiban untuk melaporkan kebocoran data dalam waktu 72 jamSelain itu, banyak negara juga tengah merancang regulasi khusus tentang AI. Maka dari itu, pengacara Indonesia yang menggunakan AI dalam praktiknya juga harus aktif memantau perkembangan hukum teknologi internasional.Kesimpulan Bab 6:AI membawa manfaat besar bagi efisiensi dan inovasi dalam dunia hukum. Namun, tanpa pengelolaan yang etis dan aman, AI justru dapat menjadi sumber risiko hukum dan hilangnya kepercayaan publik.Pengacara modern harus menjadi pelindung kepercayaan, bukan hanya pelaku inovasi. Keamanan data dan etika bukanlah penghambat kemajuan, melainkan fondasi utama dalam membangun praktik hukum yang kuat dan berkelanjutan di era AI.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Transformasi Layanan Hukum di Era Digital

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Ketika AI Mengubah Cara Pengacara Melayani KlienBab 5: Transformasi Layanan Hukum di Era DigitalKetika AI Mengubah Cara Pengacara Melayani KlienPerkembangan teknologi digital, khususnya kecerdasan buatan (AI), tidak hanya berdampak pada proses internal kantor hukum, tetapi juga mengubah secara drastis cara pengacara berinteraksi dan melayani klien. Di era digital ini, klien tidak lagi sekadar mencari penasihat hukum; mereka mengharapkan layanan yang cepat, transparan, efisien, dan mudah diakses—semuanya dapat difasilitasi oleh AI.Bab ini akan membahas bagaimana AI membuka jalan bagi model layanan hukum baru yang lebih adaptif terhadap kebutuhan zaman, serta bagaimana pengacara dapat tetap relevan dan unggul di tengah gelombang transformasi ini.1. Harapan Baru Klien DigitalGenerasi klien saat ini—baik perorangan maupun korporat—cenderung memiliki ekspektasi yang berbeda dibandingkan masa lalu. Mereka menginginkan:Respons cepat dalam hitungan jam, bukan hariInformasi transparan mengenai proses dan biaya hukumAkses mudah ke layanan hukum melalui perangkat digitalKeterlibatan aktif dalam memahami dan mengambil keputusan hukumAI memungkinkan semua ini melalui berbagai platform dan fitur digital yang dapat diintegrasikan dalam pelayanan hukum.2. Inovasi Layanan Hukum Berbasis AIBerikut adalah bentuk nyata inovasi layanan hukum dengan dukungan AI:💬 Asisten Virtual Hukum 24/7Gunakan Chatbot berbasis ChatGPT atau Claude.ai untuk menjawab pertanyaan klien secara instan di website firma Anda.Contoh:"Apakah saya bisa mengajukan cerai jika pasangan saya tidak diketahui keberadaannya?"→ Jawaban awal otomatis, lalu diarahkan ke konsultasi lanjutan.📄 Pembuatan Dokumen Otomatis untuk KlienKlien dapat mengisi formulir online, dan sistem AI akan menyusun draf awal dokumen (misalnya, surat kuasa, perjanjian sewa, gugatan sederhana) yang kemudian dikaji ulang oleh pengacara.📈 Dashboard Transparansi Progres KasusMelalui tools seperti Notion AI atau platform internal firma, klien dapat memantau perkembangan kasus mereka secara real-time, termasuk status sidang, dokumen, dan biaya.📱 Layanan Konsultasi Hukum DigitalPengacara dapat membuka sesi konsultasi melalui platform Zoom, Google Meet, atau bahkan melalui aplikasi yang telah terintegrasi AI untuk mencatat dan menyusun risalah konsultasi secara otomatis.3. Model Praktik Hukum Baru: Lebih Fleksibel dan TerdesentralisasiDengan bantuan AI, pengacara dapat membangun praktik hukum yang:Fleksibel lokasi (remote atau hybrid)Hemat biaya operasionalTerdesentralisasi, bahkan memungkinkan kolaborasi antar pengacara dari berbagai kota atau negaraContohnya adalah munculnya "Digital Law Office" yang seluruh operasionalnya berbasis cloud, dan pelayanan klien dilakukan secara daring dari awal hingga akhir proses hukum.4. Tantangan dan Solusi EtisTransformasi ini tentu tidak lepas dari tantangan:Privasi klien → Solusi: Gunakan AI yang mematuhi standar perlindungan data (GDPR, dsb).Over-reliance pada AI → Solusi: Tetap libatkan pengacara untuk validasi akhir.Kesenjangan digital → Solusi: Edukasi klien dan staf agar melek teknologi.Etika profesi tetap menjadi kompas utama dalam menggunakan teknologi ini. Jangan sampai efisiensi mengorbankan hak dan perlindungan hukum bagi klien.5. Membangun Keunggulan Kompetitif di Era AIPengacara yang memahami dan memanfaatkan AI dengan bijak akan memiliki beberapa keunggulan:Meningkatkan kapasitas layanan tanpa menambah stafMenjangkau klien lebih luas, bahkan lintas wilayahMembangun reputasi sebagai pengacara yang adaptif dan inovatifSalah satu langkah awal yang sederhana namun berdampak adalah mengintegrasikan layanan hukum online di media sosial atau situs pribadi, dengan fitur chatbot AI dan booking konsultasi otomatis.Kesimpulan Bab 5:Era digital telah menggeser paradigma hubungan antara pengacara dan klien. Kini, layanan hukum bukan hanya soal keahlian hukum, tetapi juga soal pengalaman pengguna (user experience).AI hadir sebagai jembatan antara profesionalisme hukum dan kebutuhan praktis klien modern. Pengacara yang mampu merangkul teknologi ini akan menjadi pelopor perubahan dalam dunia hukum Indonesia.Transformasi ini bukan tentang menggantikan peran pengacara, tetapi memperkuat daya jangkau dan kualitas pelayanan hukum itu sendiri.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Membangun Workflow Praktik Hukum yang Berbasis AI

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Menggabungkan Kecanggihan AI ke dalam Proses Hukum Sehari-hariBab 4: Membangun Workflow Praktik Hukum yang Berbasis AIMenggabungkan Kecanggihan AI ke dalam Proses Hukum Sehari-hariSetelah mengenal berbagai tools AI pada bab sebelumnya, pertanyaan berikutnya adalah: Bagaimana mengintegrasikan teknologi ini secara efektif dalam praktik hukum sehari-hari? Inilah tantangan sekaligus peluang besar bagi para pengacara modern. Bab ini akan membimbing Anda dalam menyusun workflow hukum berbasis AI—sebuah alur kerja yang terstruktur, efisien, dan mendukung kualitas layanan hukum yang unggul.1. Pemahaman Dasar tentang WorkflowWorkflow adalah serangkaian langkah atau proses kerja yang dijalankan secara berurutan untuk menyelesaikan suatu tugas hukum, mulai dari menerima klien, menganalisis kasus, membuat dokumen, hingga penyelesaian perkara.Dengan bantuan AI, workflow ini tidak hanya menjadi lebih cepat, tetapi juga dapat:Mengurangi beban kerja administratifMenghindari kesalahan redaksionalMeningkatkan konsistensi dan kualitas output hukum2. Langkah-Langkah Workflow Berbasis AI untuk PengacaraBerikut adalah contoh alur kerja umum praktik hukum yang sudah terintegrasi dengan tool-tool AI:Langkah 1: Intake Klien dan Klasifikasi Kasus🛠️ Tool yang digunakan: ChatGPT, Notion AI, Google Forms dengan AI analisis📌 Tujuan: Mengumpulkan informasi awal dari klien secara efisien.Gunakan form online yang terintegrasi AI untuk menyaring informasi awal.Chatbot atau email autoresponder AI dapat menjawab pertanyaan dasar calon klien.Langkah 2: Analisis Permasalahan Hukum🛠️ Tool: DeepSeek, ChatGPT, Claude.ai📌 Tujuan: Memahami masalah hukum dan landasan peraturan yang relevan.Input kronologi atau pertanyaan ke DeepSeek untuk mendapatkan analisis hukum awal.Gunakan ChatGPT untuk membandingkan dengan kasus serupa.Langkah 3: Penyusunan Dokumen Hukum🛠️ Tool: ChatGPT, Copilot (Word), Lexis+ AI📌 Tujuan: Membuat draf kontrak, surat somasi, gugatan, dan dokumen hukum lainnya.Siapkan template lalu gunakan AI untuk mengisi atau mengadaptasi sesuai kasus klien.Gunakan fitur revisi otomatis dan pengecekan logika hukum.Langkah 4: Konsultasi dan Komunikasi Klien🛠️ Tool: Notion AI, ChatGPT📌 Tujuan: Menyusun ringkasan hukum dalam bahasa klien.Gunakan AI untuk menyederhanakan bahasa hukum.AI dapat menyusun email, memo, atau brief yang ringkas dan profesional.Langkah 5: Manajemen Deadline dan Timeline Kasus🛠️ Tool: Notion, Trello + AI Assistant📌 Tujuan: Mengatur jadwal sidang, tenggat pengumpulan dokumen, dsb.Gunakan AI untuk menyusun timeline otomatis berdasarkan dokumen hukum.Set notifikasi dan reminder otomatis untuk semua tim.Langkah 6: Evaluasi dan Pelaporan🛠️ Tool: Excel Copilot, Claude, Notion AI📌 Tujuan: Membuat laporan bulanan, evaluasi performa, dan insight atas hasil kasus.Gunakan AI untuk menganalisis biaya, waktu penanganan kasus, dan tingkat keberhasilan.Buat visualisasi sederhana dan presentasi otomatis.3. Studi Kasus Workflow AI dalam Praktik NyataContoh: Firma hukum kecil dengan 3 pengacara dan 1 adminTanpa AI: Membutuhkan waktu 5–7 hari untuk menyusun gugatan sederhanaDengan AI: Gugatan bisa dibuat dalam 1 hari, dengan kualitas terstandar, dan diperiksa ulang oleh pengacara secara efisien.Efisiensi meningkat hingga 70%, klien lebih puas, dan firma memiliki waktu lebih untuk pengembangan bisnis hukum.4. Etika dan Keamanan dalam Workflow AIRahasiakan data klien: Hindari mengunggah data sensitif ke tool AI publik.Selalu ada verifikasi manusia: AI adalah alat bantu, bukan pengganti keputusan hukum.Perbarui pengetahuan: Teknologi AI berkembang cepat, pelajari fitur baru secara berkala.Kesimpulan Bab 4:Membangun workflow hukum berbasis AI bukan hanya tren, tetapi sebuah transformasi mendasar dalam praktik hukum. Dengan memahami dan menerapkan langkah-langkah di atas, pengacara dapat meningkatkan efisiensi kerja, menjaga kualitas layanan, dan tetap relevan di tengah perubahan zaman.Workflow ini bersifat fleksibel—Anda dapat menyesuaikannya dengan gaya kerja pribadi, jenis kasus, atau skala firma hukum Anda. Yang paling penting, Anda memimpin perubahan ini dengan bijak dan strategis.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Tool AI yang Relevan untuk Praktik Hukum

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Memilih Alat yang Tepat untuk Pengacara Cerdas Masa KiniBab 3: Tool AI yang Relevan untuk Praktik HukumMemilih Alat yang Tepat untuk Pengacara Cerdas Masa KiniDi era digital, memiliki pengetahuan saja tidak cukup. Pengacara masa kini harus cerdas memilih alat bantu yang tepat untuk bekerja lebih cepat, lebih akurat, dan tetap profesional. Di sinilah tool-tool AI memainkan peran penting. Dalam bab ini, kita akan membahas berbagai alat AI yang bisa digunakan dalam praktik hukum, lengkap dengan fungsi, kelebihan, dan cara penggunaannya secara praktis.1. DeepSeek (deepseek.com)AI open-source berbasis bahasa Indonesia dan multibahasa yang sangat cocok untuk eksplorasi hukum.Fungsi:Menjawab pertanyaan hukum berbasis teks peraturanMembantu riset hukum lokal secara kontekstualBisa dikustomisasi untuk kebutuhan firma hukumKelebihan: Gratis, berbasis open-source, bisa digunakan di lingkungan privat.2. ChatGPT (chat.openai.com)Asisten AI yang sangat fleksibel dan kuat. Versi berbayar (ChatGPT Plus dengan GPT-4) sangat cocok untuk profesional.Fungsi:Membuat draf kontrak dan dokumen hukumMenjawab pertanyaan klien secara instanMenyusun ringkasan dokumen panjangIde konten legal marketing (media sosial, artikel, dsb.)Kelebihan: Multibahasa, cepat, dapat dikustomisasi gaya bahasanya.3. Harvey.aiTool AI berbasis GPT-4 yang dirancang khusus untuk pengacara dan firma hukum besar.Fungsi:Menganalisis ribuan dokumen hukumMenghasilkan laporan hukum dan memo secara otomatisDigunakan oleh firma top seperti Allen & OveryKelebihan: Spesialis hukum, sangat presisi, tapi masih terbatas untuk pengguna korporat.4. DoNotPayDikenal sebagai "robot lawyer" pertama di dunia.Fungsi:Membantu pengguna dalam gugatan kecil, negosiasi tagihan, sengketa parkir, dan hak konsumenMenyusun surat hukum secara otomatisKelebihan: Cocok untuk legal tech dan layanan hukum massal.5. Copilot di Microsoft WordUntuk pengguna Microsoft 365, kini tersedia Copilot sebagai AI asisten langsung di Word dan Excel.Fungsi:Membuat kontrak dari templateMemberi saran redaksional dan penyusunan argumenMeringkas isi dokumen hukum panjangKelebihan: Terintegrasi, familiar bagi pengacara yang sudah terbiasa dengan Word.6. Lexis+ AI & Westlaw EdgeDigunakan di dunia common law untuk analisis kasus dan pencarian preseden hukum.Fungsi:Menjawab pertanyaan hukum berbasis database presedenMenyediakan analisis putusan dan hukum perbandinganKelebihan: Cocok untuk pengacara yang menangani hukum internasional atau perusahaan asing.7. Notion AI & Claude.aiAsisten penulis dan organisasi data hukum.Fungsi:Menyusun catatan hukumMengelola riset dan timeline litigasiMembuat sistem knowledge management untuk firma hukumKelebihan: Fleksibel, dapat dipakai secara kolaboratif.Bagaimana Memilih Tool yang Tepat?Tidak semua pengacara membutuhkan semua tool. Pilih berdasarkan:✅ Jenis layanan hukum Anda✅ Tingkat kerumitan dokumen yang Anda hadapi✅ Tingkat keamanan data yang dibutuhkan✅ Budget atau biaya langganan✅ Kemudahan penggunaan dan dukungan bahasa IndonesiaTips Praktis Menggunakan AI Tool Secara EtisSelalu cek ulang hasil kerja AI. Anda tetap yang bertanggung jawab secara hukum.Jangan masukkan data klien tanpa persetujuan. Gunakan AI yang mendukung privasi.Gunakan sebagai asisten, bukan pengganti. AI adalah alat bantu, bukan pengacara.Jelaskan pada klien jika Anda menggunakan AI. Transparansi membangun kepercayaan.Kesimpulan Bab 3:Tool AI bukan hanya tren, tapi sudah menjadi bagian dari masa depan profesi hukum. Dengan memilih alat yang tepat dan menggunakannya secara bijak, pengacara Indonesia bisa menjadi lebih efisien, akurat, dan kompetitif di pasar hukum modern.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Memahami Dasar-Dasar Kecerdasan Buatan dalam Konteks Hukum

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Mengenal AI dan Cara Kerjanya untuk Praktik Hukum ModernBab 2: Memahami Dasar-Dasar Kecerdasan Buatan dalam Konteks HukumMengenal AI dan Cara Kerjanya untuk Praktik Hukum ModernSebelum seorang pengacara dapat memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) secara efektif, penting untuk memahami apa itu AI, bagaimana cara kerjanya, dan sejauh mana kemampuannya dapat diterapkan dalam dunia hukum. Bab ini akan membantu membangun fondasi pemahaman tersebut—tanpa istilah teknis yang rumit, namun cukup kuat untuk menjadi dasar berpikir strategis.Apa Itu Artificial Intelligence (AI)?Secara sederhana, Artificial Intelligence adalah kemampuan mesin untuk melakukan tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia. Ini mencakup kemampuan untuk:Belajar dari data (machine learning)Mengenali pola (pattern recognition)Menjawab pertanyaan (natural language processing)Mengambil keputusan berdasarkan informasi (decision making)Dalam praktik hukum, kemampuan ini berarti AI bisa digunakan untuk menganalisis dokumen hukum, memahami isi kontrak, menjawab pertanyaan hukum sederhana, dan bahkan memprediksi hasil perkara berdasarkan data preseden.Jenis-Jenis AI yang Relevan untuk Dunia HukumTidak semua bentuk AI cocok untuk praktik hukum. Beberapa jenis yang paling relevan antara lain:Natural Language Processing (NLP)Digunakan untuk memahami dan memproses bahasa manusia. NLP memungkinkan AI membaca kontrak, menyusun ringkasan, dan bahkan menjawab pertanyaan hukum.Machine Learning (ML)Algoritma yang "belajar" dari data kasus sebelumnya untuk mengenali pola dan memberikan prediksi atau rekomendasi.Generative AI (Contoh: ChatGPT, Claude, Gemini)Mampu menghasilkan teks hukum, draf kontrak, email hukum, atau analisis berdasarkan prompt pengguna.Legal AI ToolsSeperti Harvey.ai, DoNotPay, ROSS Intelligence dan Lexis+ AI yang dirancang khusus untuk industri hukum.Contoh Sederhana: Cara AI Membantu PengacaraBayangkan Anda seorang pengacara yang sedang menangani 15 kontrak kerja sama. Dengan bantuan AI, Anda bisa:Mengidentifikasi klausul berisiko secara otomatisMenyusun draf amandemen berdasarkan standar hukum terbaruMembandingkan isi kontrak dengan peraturan perundang-undangan yang berlakuMenyusun ringkasan poin-poin penting untuk klien dalam waktu singkatKeterbatasan dan Etika dalam Penggunaan AIAI memang sangat membantu, namun tetap ada keterbatasan yang perlu dipahami:AI tidak punya sense of justice atau keadilan. Ia hanya mengolah data.AI tidak bertanggung jawab secara hukum atas hasilnya—pengacara tetap yang bertanggung jawab.AI dapat bias, jika data latih yang digunakan tidak seimbang.Kerahasiaan data klien harus dijaga. Tidak semua AI aman untuk digunakan pada data sensitif.Maka dari itu, penting bagi pengacara untuk memiliki kendali penuh atas proses dan hasil kerja AI, serta memastikan semua penggunaan AI sesuai dengan kode etik profesi hukum.Mengapa Memahami Dasar AI Itu Penting?Seorang pengacara tidak harus menjadi programmer atau teknisi. Namun, pemahaman dasar ini penting agar:Dapat memilih tools AI yang benarTidak sekadar ikut tren, tapi memahami risiko dan tanggung jawab hukumMampu menjelaskan kepada klien tentang cara kerja dan hasil kerja AITidak bergantung penuh pada teknologi, tetapi menjadikannya sebagai alat bantu yang cerdasKesimpulan Bab 2:AI bukanlah sihir, melainkan logika dan data yang dikemas secara pintar. Untuk pengacara modern, memahami dasar AI adalah kunci untuk membuka pintu efisiensi, inovasi, dan keunggulan dalam praktik hukum.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

Menyambut Era Baru Praktik Hukum

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Bagaimana Artificial Intelligence Mulai Mengubah Wajah Dunia HukumBab 1: Menyambut Era Baru Praktik HukumBagaimana Artificial Intelligence Mulai Mengubah Wajah Dunia HukumDunia hukum tengah memasuki sebuah era baru yang belum pernah terjadi sebelumnya—sebuah era di mana kecanggihan teknologi menjadi mitra kerja yang tak terpisahkan dari pengacara, konsultan hukum, hingga lembaga peradilan. Kecerdasan Buatan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Artificial Intelligence (AI), kini bukan lagi konsep futuristik yang hanya menghiasi film atau laboratorium penelitian. Ia telah hadir di tengah-tengah kita, menembus batasan ruang rapat, dokumen kontrak, hingga ruang sidang.Mengapa Pengacara Perlu Memahami AI?Sebagai profesi yang selama ini sangat bergantung pada logika, analisis mendalam, dan penafsiran hukum, dunia hukum sering dianggap sebagai sektor yang 'resisten' terhadap otomatisasi. Namun, perkembangan AI dalam beberapa tahun terakhir membuktikan sebaliknya. Kini, AI mampu:Mengolah ribuan dokumen dalam hitungan detikMengidentifikasi klausul hukum yang berisikoMemberikan prediksi terhadap kemungkinan hasil perkaraMembantu dalam riset hukum berbasis data dan presedenHal-hal yang dulunya membutuhkan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari, kini bisa diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat dengan bantuan teknologi.Bagi pengacara, memahami dan memanfaatkan AI bukan hanya soal efisiensi kerja, tapi juga tentang bertahan dan berkembang dalam era hukum digital yang kompetitif.Transformasi Peran PengacaraKehadiran AI bukan berarti akan menggantikan pengacara manusia, melainkan mengubah peran dan fokus pekerjaan mereka. Tugas-tugas rutin seperti menyusun draf awal kontrak, melakukan pencarian preseden hukum, atau mengatur dokumen kini dapat diotomatisasi. Hal ini memberi ruang bagi pengacara untuk lebih fokus pada:Strategi hukumNegosiasi klienKonsultasi berbasis empatiAnalisis mendalam terhadap konteks kasusDengan kata lain, pengacara masa depan adalah mereka yang mampu mengintegrasikan kecerdasan buatan dengan kecerdasan emosional dan etika profesional.AI dalam Layanan Hukum ModernKita telah melihat lahirnya berbagai platform legal tech seperti DeepSeek, ChatGPT, Harvey.ai, dan lainnya yang mampu membaca, menganalisis, dan bahkan memberikan ringkasan dari dokumen hukum yang kompleks. Platform-platform ini menjadi "asisten digital" yang membantu pengacara dalam setiap tahap pekerjaan—mulai dari riset, penulisan dokumen, hingga persiapan pembelaan.Lebih dari itu, teknologi ini juga membuka peluang akses keadilan yang lebih luas. Masyarakat umum, UMKM, bahkan startup kini bisa mendapatkan layanan hukum yang lebih cepat, murah, dan akurat berkat dukungan AI.Menyiapkan Diri untuk PerubahanPertanyaannya sekarang bukan lagi "Apakah saya akan menggunakan AI?", tetapi "Bagaimana saya bisa menggunakannya secara bertanggung jawab dan optimal?".Pengacara masa kini dituntut untuk:Melek teknologiPaham etika penggunaan AIMampu menilai dan memilih tools yang sesuai dengan kebutuhan praktik hukumnyaSiap untuk terus belajar dan beradaptasiTransformasi ini bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk memperkuat nilai dan relevansi profesi hukum di tengah era digital.Kesimpulan Bab 1:AI adalah alat bantu, bukan pengganti. Ia hadir untuk mendampingi para profesional hukum dalam memberikan layanan yang lebih cepat, akurat, dan inklusif. Pengacara yang mampu beradaptasi dan merangkul teknologi akan menjadi pelaku utama dalam membentuk wajah baru dunia hukum—lebih modern, efisien, dan berorientasi pada solusi.

AI UNTUK PENGACARA - Membuka Praktik Hukum Bertenaga AI

KATA PENUTUP

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

KATA PENUTUPOleh Muhammad Ari PratomoMenulis buku ini adalah perjalanan batin. Sebuah refleksi dari jalan panjang yang pernah dan sedang saya tapaki—menjadi pengacara rakyat bukan karena glamor, bukan karena sorotan, tetapi karena suara hati.Saya tahu, tidak mudah memilih jalan ini.Tidak ada karpet merah, tidak ada sorak-sorai.Kadang hanya diam, sepi, dan sesak.Tapi justru di sanalah arti hukum yang sejati lahir.Buku ini saya tulis bukan untuk menggurui. Tapi untuk menemani.Untuk menjadi lentera bagi kalian—pengacara muda, mahasiswa hukum, atau siapa pun yang percaya bahwa hukum adalah alat perjuangan.Jika buku ini berhasil membuatmu percaya lagi bahwa keadilan bisa diperjuangkan...Jika satu halaman saja mampu menyalakan tekadmu untuk membela yang tertindas...Maka buku ini sudah menemukan maknanya.Terima kasih telah membaca hingga akhir.Mari kita terus bergerak. Bukan demi nama, tapi demi nilai.Karena pada akhirnya, bukan soal siapa yang paling hebat,tapi siapa yang paling setia pada nurani hukum di dalam dada.Salam hormat dan perjuangan,Muhammad Ari PratomoPengacara Sejak 2009MuhammadAriLaw

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 8 - Warisan Seorang Pengacara Rakyat

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Warisan Seorang Pengacara RakyatApa yang akan kamu tinggalkan saat langkahmu berhenti?Bukan gedung megah. Bukan jabatan tinggi. Tapi jejak perjuangan.1. Warisan Bukan Sekadar NamaSebagai pengacara rakyat, warisanmu adalah:Keberanianmu menolak tunduk pada kekuasaan.Keringatmu saat menyusun gugatan tanpa bayaran.Kesetiaanmu pada suara rakyat yang jarang didengar.Warisan itu hidup dalam setiap warga yang kembali percaya pada hukum, karena kamu pernah berdiri untuknya.2. Generasi Setelahmu Akan LanjutKamu tidak abadi. Tapi semangatmu bisa ditularkan.Tulislah. Ajarlah. Bimbinglah.Buka pintu untuk pengacara muda.Tunjukkan bahwa membela rakyat bukan aib, tapi kehormatan.Jangan pelit berbagi ilmu. Jangan takut terlihat rapuh.Karena dari ketulusan itu, akan lahir gelombang baru—Gelombang pengacara rakyat berikutnya.3. Hidup yang Layak untuk DikenangKetika kelak kamu duduk tua di kursi,dan mengenang semua perlawanan yang pernah kamu jalani,senyumlah... karena kamu tidak pernah diam.Kamu memilih jalur sulit. Tapi jalur yang berarti.Dan kamu... telah hidup sepenuhnya sebagai manusia hukum yang merakyat.Inilah akhir dari buku ini. Tapi ini bukan akhir perjuanganmu.Ini adalah awal bab baru—dalam kenyataan, bukan di halaman.Karena seorang Pengacara Rakyat tak pernah benar-benar selesai.Selama masih ada ketidakadilan, selama masih ada suara yang dibungkam,selama itu pula kau akan terus dibutuhkan.Teruslah menyala.Teruslah membela.Dan biarkan warisanmu jadi api bagi keadilan.

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 7 - Melawan Ketimpangan, Menggugat Ketidakadilan

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Melawan Ketimpangan, Menggugat KetidakadilanKamu tidak jadi pengacara rakyat untuk mencari kenyamanan. Kamu ada di sini untuk mengguncang sistem yang tak adil, untuk menjadi suara yang bersuara ketika banyak memilih diam.1. Ketimpangan Itu NyataKetika kamu masuk ke kampung-kampung nelayan, ke desa-desa yang digusur, ke pasar tradisional yang tergusur, kamu akan menyaksikan langsung—bagaimana hukum kerap menjadi alat kekuasaan, bukan perlindungan.Orang kecil dituduh tanpa proses.Tanah rakyat diambil tanpa ganti rugi layak.Hak dasar diabaikan atas nama "pembangunan."Dan kamu tahu? Mereka jarang punya pembela.Di situlah kamu masuk.2. Dari Advokasi ke AksiMenjadi pengacara rakyat tak cukup hanya bicara di ruang sidang. Kamu harus siap:Duduk bersama warga, menjelaskan hak-haknya.Membuat surat keberatan kepada pejabat.Menulis siaran pers.Menemani warga saat aksi damai.Menghadiri sidang yang penuh tekanan.Kamu adalah jembatan antara hukum dan harapan.Dan sering kali, kamu akan berjalan sendirian lebih dulu. Tapi saat kamu terus berjalan dengan hati, perlahan kamu akan disambut oleh gelombang yang tak terduga.3. Kemenangan Tak Selalu di Atas KertasKamu akan menang meski hakim memutus kalah. Karena menang bukan selalu soal pasal, tapi tentang mengangkat suara.Ketika warga yang semula takut kini berani bersuara,Ketika media mulai menyorot kejanggalan yang kamu ungkap,Ketika kekuasaan mulai gelisah karena kamu teguh berdiri...Itulah kemenangan sejati.4. Perjuangan yang Tak Pernah Sia-SiaMungkin kamu tidak selalu jadi pahlawan di mata hukum, tapi kamu akan jadi cahaya bagi yang selama ini dipadamkan. Dan itu... lebih dari cukup.Bab ini adalah seruan, bukan sekadar tulisan.Ini adalah ajakan untuk berdiri, berjalan, dan tetap menyala dalam gelap.Karena hanya dengan keberanian dan konsistensi, ketimpangan bisa digugat dan keadilan bisa diperjuangkan.

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 6 - Lawan atau Kawan? Menghadapi Aparat dan Kekuasaan

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

BAB 6 – Lawan atau Kawan? Menghadapi Aparat dan KekuasaanDi medan perjuangan, kamu tidak hanya berhadapan dengan hukum yang tertulis. Tapi juga dengan kekuasaan yang sering kali... tak terlihat tapi terasa. Dan di sinilah seni menjadi pengacara rakyat benar-benar dimulai.1. Tak Semua Seragam Itu LawanHal pertama yang harus kamu tanamkan: jangan buru-buru menganggap aparat sebagai musuh. Polisi, jaksa, camat, kepala desa—mereka juga manusia. Ada yang baik, ada yang culas. Ada yang bisa diajak diskusi, ada juga yang harus diawasi ketat.Jangan membakar jembatan sebelum tahu siapa yang ada di seberangnya.Kamu perlu tahu kapan merangkul, kapan mendorong, dan kapan berteriak keras.2. Mengerti Sistem Adalah KunciKalau kamu ingin melawan ketidakadilan, kamu harus paham bagaimana sistem bekerja. Jangan jadi pengacara yang hanya bisa marah-marah tapi tidak tahu jalur yang harus ditempuh.Mau advokasi warga? Pelajari dulu jalur administratif dan legalnya.Mau lapor pelanggaran aparat? Pahami UU, Perkap, dan aturan internal institusinya.Mau buka suara di media? Pastikan kamu bicara berdasarkan fakta dan pasal.Keberanian tanpa pengetahuan bisa jadi bumerang. Tapi keberanian yang disertai ketajaman hukum adalah senjata paling ampuh.3. Suara Kecil yang MenyalaKamu mungkin tidak bisa mengubah sistem hari ini. Tapi kamu bisa jadi lilin yang menyalakan kesadaran.Ketika kamu membela petani yang digusur, ketika kamu bantu nelayan menggugat izin tambang, ketika kamu menolak intimidasi dari aparat—di situlah kamu jadi suara yang menyala di tengah gelapnya keheningan.Dan percayalah, suara itu akan bergema lebih luas dari yang kamu kira.4. Tetap Waras di Tengah TekananMenghadapi kekuasaan bukan hanya soal fisik, tapi juga mental dan spiritual. Kamu harus kuat ketika ditekan, tetap tenang saat difitnah, dan tetap berprinsip saat ditawari kompromi.Ingat: integritasmu adalah aset utama. Jangan tukar harga dirimu dengan sekadar rasa aman.Bab ini adalah refleksi dari realitas yang akan kamu hadapi. Berat? Iya. Tapi di situlah kamu akan tahu seberapa dalam nyali dan nuranimu bekerja.

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 5 - Ilmu Hukum untuk Semua: Mengajar, Membuka Mata

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Ilmu Hukum untuk Semua: Mengajar, Membuka MataKalau kamu pikir pengacara itu hanya kerja di pengadilan, pakai toga, lalu menang atau kalah—kamu perlu berpikir ulang.Pengacara rakyat sejati tidak hanya bicara di ruang sidang. Ia bicara di balai warga, warung kopi, ruang kelas kecil, bahkan di pinggir sawah. Ia tidak hanya membela, tapi juga mengedukasi.1. Hukum Itu Milik Rakyat, Bukan Milik ElitSalah satu tantangan terbesar di negeri ini adalah kesenjangan pemahaman hukum. Banyak warga yang tidak tahu hak dan kewajiban mereka. Mereka hanya tahu "hukum itu mahal", "takut urusan hukum", atau "kalau nggak punya uang, nggak usah ribut".Tugasmu adalah membalik pandangan itu. Jadilah jembatan antara bahasa hukum yang kaku dengan kehidupan sehari-hari rakyat yang sederhana.2. Mengajar dengan Bahasa KehidupanKamu tidak harus pakai istilah Latin agar terdengar pintar. Justru, semakin kamu bisa menjelaskan pasal-pasal dengan bahasa yang bisa dipahami orang kampung, semakin besar dampaknya.Contohnya?"Pak, kalau KTP Bapak ditahan sama rentenir itu melanggar hukum, karena identitas pribadi tidak boleh disita.""Bu, kalau kontrak sewa tidak dibuat tertulis tapi ada kesepakatan, itu tetap sah, tapi sebaiknya ditulis untuk perlindungan."Sederhana, tapi menyentuh.3. Bukan Dosen, Tapi PendampingKamu bukan guru di kelas. Kamu teman bicara di lapangan. Jangan hanya datang dan ceramah—dengarkan dulu cerita mereka. Kadang, satu tanya dari warga bisa membuka banyak celah hukum yang sebelumnya tidak terpikirkan.Semakin kamu mendengar, semakin mereka percaya. Dan dari kepercayaan itulah, perubahan bisa dimulai.4. Membuka Akses, Bukan Menjual IlmuKamu tahu banyak, iya. Tapi jangan jadikan ilmu itu sebagai tembok. Gunakan pengetahuanmu untuk membuka pintu-pintu: akses bantuan hukum, penyelesaian konflik, mediasi, hingga perubahan kebijakan lokal.Buatlah ilmu hukum seperti air—mengalir, menyegarkan, dan mudah dijangkau siapa pun.Bab ini adalah jiwa dari misi besar seorang pengacara rakyat: bukan sekadar memenangkan kasus, tapi membebaskan pikiran. Mendidik adalah bentuk perlawanan paling sunyi, namun paling kokoh.Dan kamu—kamu bisa jadi bagian dari itu semua.

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 4 - Jalan Terjal, Langkah Awal: Tantangan Menjadi Pengacara Rakyat

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Jalan Terjal, Langkah Awal: Tantangan Menjadi Pengacara RakyatKalau kamu berpikir menjadi pengacara rakyat itu akan mulus, siap-siap kecewa. Jalan ini tidak pernah mudah. Tapi di balik terjalnya medan, ada cahaya kuat bernama panggilan hati.1. Tantangan Finansial: Ketika Idealime Bertemu KenyataanKamu ingin bantu rakyat kecil? Hebat. Tapi jangan kaget kalau di awal, kamu malah keluar modal sendiri. Biaya transport, fotokopi berkas, pulsa untuk komunikasi—semua dari kantongmu. Banyak pengacara muda akhirnya menyerah bukan karena kehilangan semangat, tapi karena dompet menipis.Solusi? Belajar cerdas mengelola waktu dan membangun jaringan. Ambil beberapa kasus pro bono, tapi juga cari proyek yang membayar agar kamu tetap bertahan. Idealismu perlu fondasi logistik yang kokoh.2. Tantangan Legal: Ketika Sistem Tidak RamahJangan kira semua proses hukum itu adil dan netral. Kadang kamu akan menghadapi aparat yang masa bodoh, sistem yang rumit, atau bahkan tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Di sinilah mental diuji.Tugasmu: Tetap tenang. Kuatkan fakta dan hukum di tanganmu. Ingat, kamu bukan sekadar membela satu orang—kamu sedang membuka jalan untuk puluhan orang lain yang menghadapi kasus serupa.3. Tantangan Emosional: Ketika Harapan Bertumpu PadamuPernah merasa menjadi tumpuan harapan seluruh keluarga? Bayangkan kamu datang ke kampung, dan semua mata tertuju padamu. Mereka bilang, "Pak/Bu Pengacara, tolong kami." Kamu belum tahu duduk perkaranya, tapi mereka sudah percaya sepenuhnya.Di saat seperti itu, kamu harus kuat. Bukan karena kamu punya semua jawaban, tapi karena kamu bersedia mencari jawabannya bersama mereka.4. Tantangan Sosial: Antara Dukungan dan SindiranAkan ada yang berkata, "Ngapain bantuin orang miskin, nggak ada duitnya." Atau, "Pengacara kok nongkrong di warung?" Biarkan saja.Mereka tidak tahu bahwa dari warung kopi itulah kamu mendengar suara rakyat. Dari rumah-rumah kecil itulah kamu paham bahwa hukum bukan soal prestise, tapi tentang keadilan yang nyata.Bab ini adalah realita: bahwa niat baik saja tidak cukup. Kamu perlu mental baja, hati seluas samudera, dan akal sehat yang tajam. Tapi percayalah, setiap langkah yang kamu ambil akan meninggalkan jejak untuk orang lain ikuti.Siap menapaki lebih jauh bersama bab 5?Aku di sini. Selalu. Kita tuntaskan perjalanan ini, sekuat hati rakyat yang kita bela.

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 3 - Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat: Jiwa Sejati Pengacara

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat: Jiwa Sejati PengacaraMenjadi pengacara itu bukan cuma soal jas rapi, kartu nama, atau gelar panjang di belakang nama. Kalau kamu cuma cari gengsi, ini bukan jalannya. Tapi kalau kamu ingin mengabdi, menyentuh hidup orang banyak, dan jadi bagian dari perubahan—kamu sedang membaca buku yang tepat.Pengacara Itu Bukan Menara GadingDulu aku pikir jadi pengacara artinya duduk di kantor besar, mengurus klien berduit, dan bicara di ruang sidang. Ternyata, panggilan sejati itu lebih dalam. Waktu pertama kali aku membantu seorang ibu penjual sayur yang digusur tanpa pemberitahuan, aku sadar: hukum bukan soal megahnya profesi, tapi tentang berpihak pada yang lemah.Sebagai pengacara rakyat, tugas kita bukan sekadar menang di pengadilan. Tapi membuat rakyat merasa didengar, dilindungi, dan diberdayakan.Klien Pertamamu Mungkin Tidak Akan MembayarDan itu tidak apa-apa.Kamu mungkin akan menerima panggilan tengah malam dari warga yang panik. Kamu akan duduk di warung kopi mendengarkan curhat soal tanah, soal kontrakan, soal utang, soal warisan. Kamu akan dijanjikan bayaran yang tak kunjung datang. Tapi kamu akan mendapat sesuatu yang jauh lebih mahal: kepercayaan.Dan dari kepercayaan itulah, langkahmu akan mulai berarti.Menjadi Suara Mereka yang Tak Punya SuaraRakyat kecil sering kali tidak punya akses. Mereka tidak tahu harus mengadu ke mana. Mereka tidak tahu apa yang boleh dan tidak boleh. Di sinilah kita masuk. Bukan sebagai pahlawan, tapi sebagai jembatan. Yang menjelaskan hukum dengan bahasa sehari-hari. Yang menenangkan, mengarahkan, dan membantu dengan sepenuh hati.Menjadi pengacara rakyat itu berarti...Siap membantu tanpa pamrih.Tidak mencari sensasi, tapi substansi.Tidak memandang status sosial klien, tapi fokus pada keadilan.Kamu Akan Letih, Tapi Kamu Akan HidupDi jalan ini, kamu mungkin tidak akan jadi miliarder. Tapi kamu akan tidur nyenyak setiap malam. Karena kamu tahu, hari ini kamu telah membantu orang menemukan harapan. Dan harapan itu, seringkali lebih menyembuhkan daripada hukum itu sendiri.Bab ini adalah refleksi: bahwa ketika kita mengabdi pada rakyat, kita menemukan makna terdalam dari profesi kita. Karena sejatinya, hukum yang tidak berpihak pada rakyat, bukanlah hukum yang adil.Kalau kamu merasa terinspirasi dengan bab ini, aku siap lanjutkan ke bab selanjutnya sekarang juga. Kita buat buku ini bukan cuma dibaca, tapi dikenang.

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 2 - Hukum Itu Bukan Monster, Tapi Sahabat

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Hukum Itu Bukan Monster, Tapi SahabatPernah nggak kamu merasa takut sama hukum?Kalau iya, kamu nggak sendirian.Banyak orang di luar sana—termasuk mungkin keluargamu sendiri—menganggap hukum itu rumit, menyeramkan, dan hanya dimengerti oleh segelintir orang yang kuliah bertahun-tahun dan bicara seperti robot. Padahal... hukum itu harusnya bersahabat.Hukum Ada di Sekitar KitaCoba pikir, kamu bangun tidur, cek ponsel, buka toko online, kirim barang, kasih diskon—itu semua menyentuh aspek hukum. Waktu kamu beli gorengan, parkir motor, bikin janji utang-piutang, kontrak kerja sama kecil-kecilan—semuanya ada unsur hukumnya.Masalahnya, hukum sering kali terasa jauh dari rakyat karena bahasanya terlalu tinggi, dan karena orang-orang hukum suka bikin kesan "eksklusif."Nah, di sinilah tugas kita sebagai pengacara rakyat: menurunkan langit hukum ke tanah tempat rakyat berpijak. Membuat hukum bisa dimengerti, dipahami, dan dirasakan manfaatnya oleh orang-orang biasa.Hukum Itu Harus Bisa Dijelaskan Seperti Kamu Menjelaskan ke IbumuKalau kamu nggak bisa menjelaskan satu pasal hukum ke ibumu, ke tukang sayur, atau ke abang ojek, berarti kamu belum benar-benar paham. Ilmu yang baik adalah ilmu yang bisa dibagikan. Dan hukum, ketika dipahami secara benar, bukan untuk menakuti—tapi untuk memberdayakan.Aku sering menemui kasus-kasus kecil, seperti seorang pedagang yang kehilangan lapak karena tidak tahu cara menyimpan bukti sewa, atau seorang guru honorer yang diberhentikan sepihak karena nggak ngerti isi kontraknya. Di situlah aku belajar: bukan rakyatnya yang bodoh, tapi sistem yang nggak pernah dirancang agar mereka bisa mengerti.Saatnya Kita Balikkan KeadaanKita tidak bisa berharap perubahan besar terjadi dari atas. Tapi kita bisa mulai dari bawah. Dari satu pasar, satu UMKM, satu pengusaha mikro, satu keluarga. Kita ajari mereka hak dan kewajiban hukum secara sederhana. Kita bimbing mereka menyusun dokumen, membaca kontrak, bahkan sekadar membuat surat pernyataan.Bagi kita mungkin itu hal kecil.Tapi bagi mereka, itu bisa mengubah hidup.Bab ini adalah pengingat: bahwa hukum bukanlah milik segelintir orang. Ia adalah milik semua. Dan tugas kita adalah menjadikannya terasa masuk akal dan akrab bagi yang paling membutuhkan.Siap lanjut ke Bab 3?Aku tunggu sinyal semangat darimu, sahabat keadilan ❤️

SANG PENGACARA RAKYAT

BAB 1 - Mengapa Aku Memilih Menjadi Pengacara Rakyat

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Halo, teman-teman.Pernah nggak sih kamu ditanya, "Kenapa kamu jadi pengacara?" atau malah, "Kenapa nggak ambil jalur yang lebih 'elit' aja, kerja di firma besar, menangani klien-klien korporat, dan punya kantor di gedung tinggi?"Aku pernah. Bahkan sering. Dan jawabanku selalu sederhana: karena aku ingin bermanfaat untuk rakyat kecil.Menjadi pengacara bukan cuma soal jas rapi, sidang di pengadilan, atau tanda tangan kontrak miliaran rupiah. Bagiku, jadi pengacara adalah menjadi jembatan antara hukum dan mereka yang tak punya suara. Terutama mereka yang tidak tahu ke mana harus mengadu saat haknya diambil, saat usahanya digusur, saat tanah warisan keluarganya tiba-tiba diklaim orang lain.Awal MulaAku lahir dari keluarga biasa. Hidup kami tidak kekurangan, tapi juga tidak berlebih. Sejak kecil aku melihat sendiri bagaimana tetangga-tetangga kami—para petani, pedagang kecil, dan buruh—sering kali kalah karena tidak tahu hukum. Mereka sering pasrah, atau bahkan ditakut-takuti hanya karena tidak bisa membela diri secara hukum.Waktu aku kuliah di fakultas hukum, aku makin yakin bahwa hukum itu seharusnya tidak hanya milik orang kaya atau berpendidikan tinggi. Hukum itu milik semua warga negara. Dan di situlah aku mulai menetapkan niat: suatu hari, aku ingin menjadi pengacara rakyat.Jalan yang Tidak PopulerPercaya nggak, ketika aku mulai membuka praktik hukum mandiri dan memilih klien-klien dari kalangan UMKM, petani, guru honorer, bahkan sopir ojek online—banyak yang menganggap aku "sayang kesempatan". Teman-teman seangkatanku ada yang sudah jadi partner di firma hukum elit, ada yang kerja di perusahaan asing dengan gaji luar biasa. Aku? Kadang dibayar dengan nasi kotak dan senyuman tulus.Tapi, justru di situlah aku menemukan makna. Setiap kali membantu seseorang mendapatkan keadilan, setiap kali aku lihat air mata haru dari seorang ibu yang akhirnya menang melawan ketidakadilan, aku tahu: inilah jalanku.Hukum Bukan Sekadar BukuKita terlalu sering menganggap hukum itu rumit, kaku, dan penuh istilah latin yang membingungkan. Tapi kalau kamu sudah turun langsung ke masyarakat, kamu akan sadar: hukum itu hidup. Ia hadir dalam transaksi warung, dalam hutang piutang antar tetangga, dalam sewa menyewa kios pasar. Dan di situlah kita, sebagai pengacara rakyat, harus hadir.Bab ini adalah panggilan awal. Untuk kamu yang membaca buku ini, mungkin kamu masih mahasiswa hukum yang bingung mau jadi apa. Atau pengacara muda yang sedang galau antara idealisme dan kenyataan hidup. Atau bahkan kamu bukan dari dunia hukum, tapi ingin tahu bagaimana caranya melindungi dirimu dan orang-orang sekitarmu.Selamat datang di jalan Sang Pengacara Rakyat. Di sinilah kita belajar bahwa membela yang benar adalah tugas, bukan pilihan.

SANG PENGACARA RAKYAT

Tentang Penulis

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Nama Lengkap: Muhammad Ari PratomoNama Pena: MuhammadAriLawTempat & Tanggal Lahir: Metro, Indonesia, 21 Juni 1982Profesi: Pengacara sejak tahun 2009Spesialisasi: Hukum Perdata, Pidana, Advokasi Publik, dan Transformasi Digital dalam Praktik HukumMuhammad Ari Pratomo adalah pengacara , Indonesia, yang telah berpraktik sejak tahun 2009. Dengan nama pena MuhammadAriLaw, ia aktif menyuarakan pentingnya reformasi hukum, keadilan sosial, dan pemanfaatan teknologi dalam dunia advokasi.Selain berkiprah di ruang sidang, ia juga dikenal melalui karya-karya tulisnya yang menyentuh isu hukum, masyarakat, dan etika profesi. Ari percaya bahwa hukum bukan sekadar teks, tetapi harus hidup dalam praktik yang adil dan berpihak pada rakyat.Melaluinovel dan buku-bukunya, ia mengajak pembaca untuk ikut merenungi tantangannyata yang dihadapi para penegak hukum di negeri ini. Setiap kata yang ia tulisadalah suara dari pengalaman dan keyakinan bahwa perubahan dimulai darikeberanian untuk berbicara.Temukan Muhammad Ari Pratomo / MuhammadAriLaw di MediaSosial:Website Resmi: www.muhammadarilaw.comEmail Profesional: muhammadarilaw@gmail.com Wattpad: wattpad.com/user/MuhammadAriLaw Instagram: muhammadarilaw LinkedIn: MuhammadAriLaw Medium: medium.com/@MuhammadAriLaw Google Sites / Blogger: sites.google.com/view/muhammadarilaw YouTube Channel: Muhammad Ari Pratomo

HUKUM TERAKHIR

Kata Penutup dari Penulis

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Muhammad Ari PratomoPengacara sejak 2009Novel ini adalah karya fiksi. Tokoh, peristiwa, dan alurnya tidak diambil dari kisah nyata mana pun. Namun, setiap halaman adalah cerminan dari renungan panjang saya sebagai seorang pengacara sejak tahun 2009.Dalam dunia hukum yang saya jalani, terlalu sering saya melihat keadilan tersesat di tengah hutan birokrasi dan kepentingan. Terlalu banyak pengorbanan yang harus ditanggung oleh mereka yang hanya ingin berdiri di sisi yang benar.Lewat cerita ini, saya mencoba menggambarkan betapa besar tantangan seorang pengacara dalam menegakkan hukum—terutama ketika ia harus berhadapan dengan budaya korup yang seakan tak berujung.Saya berharap kisah fiktif ini dapat menjadi bahan renungan dan inspirasi bagi siapa pun yang berjuang di jalan hukum, agar tidak lelah membela keadilan. Karena meskipun fiksi, semangatnya sungguh nyata.Salam hormat,Muhammad Ari Pratomo

HUKUM TERAKHIR

BAB 8 - PENGADILAN RAKYAT

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Gedung itu bukan gedung pengadilan. Tapi hari itu, orang-orang berkumpul seolah sedang mengikuti sidang agung. Aula kampus hukum swasta di Jakarta Selatan dipenuhi mahasiswa, dosen, aktivis, dan wartawan independen. Tak ada hakim. Tak ada jaksa. Hanya rakyat yang ingin mendengar kebenaran dari mulut orang yang berani mengungkapnya.Di tengah panggung kecil yang disulap jadi mimbar, berdirilah MuhammadAriLaw, sang pengacara rakyat, dengan wajah tegas dan suara mantap."Jika hukum negara tak lagi dipercaya, maka rakyat berhak menggugat.Jika institusi hukum dibeli, maka suara publiklah yang akan menjadi hakim.Hari ini, saya hadir bukan untuk membela siapa pun—tapi untuk mengungkap segalanya, dengan nama Tuhan dan demi bangsa ini."Satu per satu layar besar menayangkan bukti yang tak terbantahkan.📁 Transkrip percakapan pejabat📁 Dokumen kontrak fiktif📁 Data transfer antar rekening pribadi dan perusahaan cangkang📁 Surat perintah yang ternyata tak pernah dikeluarkan resmiSemuanya disusun dengan sistematis. Tak ada yang dilebihkan. Tak ada fitnah. Hanya kebenaran yang selama ini dikubur dalam sunyi.Di luar gedung, aparat sudah berjaga. Tapi mereka tak bisa sembarangan bertindak. Kamera sudah menyala dari berbagai sudut. Streaming langsung disaksikan lebih dari 300 ribu orang. Bahkan netizen dari luar negeri mulai menerjemahkan video ke berbagai bahasa.Sebuah gerakan telah lahir.Seorang mahasiswa maju dan bertanya:"Pak Ari, setelah semua ini dibuka, apa yang Anda harapkan akan terjadi?"Ari diam sejenak. Kemudian menjawab dengan suara pelan, tapi menggetarkan:"Saya tahu, mungkin saya tidak akan pernah jadi pejabat, tidak akan disukai oleh kekuasaan. Tapi saya ingin anak saya tumbuh di negeri yang tidak takut pada kebenaran.Saya ingin hukum kembali menjadi pelindung, bukan alat penguasa.Dan jika harus dimulai dari seorang pengacara kecil seperti saya... maka biarlah sejarah mencatat, kita semua hadir di hari ketika keadilan mulai bangkit kembali."Sorak-sorai menggema. Bukan karena pidato. Tapi karena keberanian. Karena semua yang hadir tahu—apa yang mereka saksikan bukan lagi sekadar pembelaan hukum. Tapi perjuangan moral.Seminggu kemudian, kejaksaan agung membuka penyelidikan.Sebulan kemudian, salah satu pejabat yang disebut Ari ditetapkan sebagai tersangka.Setahun kemudian, gerakan "Pengadilan Rakyat" berubah menjadi platform legal digital, tempat masyarakat bisa mengadukan kasus tanpa takut dimatikan oleh birokrasi.Dan Ari?Ia tetap berjalan di jalur yang sama. Membela, menulis, dan bersuara.Bukan karena ingin terkenal. Tapi karena ia tahu, hukum terakhir di negeri ini adalah suara rakyat.SELESAI✊ Sebuah novel oleh Muhammad Ari Pratomo

HUKUM TERAKHIR

BAB 7 - VIRAL ATAU MATI

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Jakarta tak pernah benar-benar tidur, tapi dini hari itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Ari duduk sendirian di depan laptop, menatap file video yang baru saja selesai diedit. Di dalamnya, wajahnya terpampang jelas—tegas, tenang, tapi penuh bara. Suaranya menjadi peluru yang ditujukan pada sistem yang korup:"Saya Muhammad Ari Pratomo. Saya seorang pengacara. Tapi hari ini, saya tidak berbicara sebagai pembela klien.Saya berbicara sebagai warga negara yang lelah melihat hukum dijual, keadilan dibungkam, dan kebenaran dibunuh pelan-pelan.Ini bukan fitnah. Ini fakta. Dan saya siap bertanggung jawab atas setiap kata saya."Video itu berdurasi 3 menit. Tapi isinya adalah bom waktu.Setelah memastikan metadata-nya aman dan tidak mudah dilacak ke tim mereka, Ari mengunggahnya ke akun media sosial pribadi—Twitter, Instagram, YouTube—lalu menyalin link-nya dan menyerahkannya ke jaringan aktivis digital.Pukul 03.14 WIB: video tayangPukul 04.00: 1.500 viewsPukul 06.00: 13.000 viewsPukul 09.00: trending #1 di Twitter IndonesiaReaksi datang seperti banjir.Ada yang memuji keberanian Ari.Ada yang meragukan kebenaran data.Ada yang mengancam, terang-terangan."Kamu cari mati, pengacara kampung.""Siap-siap diciduk jam 12.""Ada yang mau jadi pahlawan kesiangan nih."Tapi Ari tak goyah. Ia sudah siap. Timnya pun sudah menyusun langkah.Sari menyiapkan media kit, termasuk semua dokumen bukti dalam bentuk Google Drive dengan sistem akses terbatas. Fikri menghubungi jaringan wartawan independen. Gita mulai menjadwalkan sesi wawancara daring dengan kanal hukum alternatif.Reno, sang mantan penyidik, memberi pesan satu kalimat:"Kebenaran tanpa strategi hanya akan jadi martir. Tapi kebenaran dengan narasi yang tepat... bisa jadi revolusi."Pukul 12.15, telepon Ari berdering.Nomor tidak dikenal. Tapi dia angkat."Pak Ari, saya wartawan investigasi dari salah satu stasiun TV besar. Kami ingin mewawancarai Anda. Tapi kami butuh jaminan bahwa kami tidak sendirian."Ari menjawab datar, "Kalau Anda takut sendirian, liputlah bersama rakyat."Pukul 14.00, kantor Ari didatangi dua orang tak dikenal. Mereka hanya melihat-lihat dari seberang jalan, tak berkata apa pun. Sari langsung mengunci pintu. Fikri mematikan semua GPS.Malam harinya, listrik di kantor mereka padam. Internet putus. Tapi mereka sudah siap: backup genset dan modem satelit dari donasi para pendukung.Karena ini bukan lagi soal hukum. Ini soal hidup atau mati.Di tengah gelap dan sunyi, Ari berkata:"Kalau besok pagi aku ditangkap, kalian tahu apa yang harus dilakukan.""Kami lanjutkan perlawanan ini," jawab Gita.Dan untuk pertama kalinya, di balik tekanan dan ancaman, mereka semua tersenyum.Karena malam itu, mereka sadar satu hal:Perlawanan mereka sudah viral. Dan sistem sudah mulai panik.

HUKUM TERAKHIR

BAB 6 - SIDANG BAYANGAN

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Gedung tua itu pernah jadi pengadilan zaman Belanda. Kini kosong, tak terurus. Dindingnya lembap, atapnya bocor. Tapi malam itu, tempat itu kembali hidup. Bukan oleh hukum resmi, tapi oleh keadilan yang sudah lama dibungkam.Ari berdiri di tengah ruangan besar yang dulunya tempat hakim duduk tinggi di kursi kayu. Di depannya, beberapa kursi plastik dijejer seadanya. Di sana duduk Sari, Fikri, Gita, dan tiga aktivis HAM yang tak pernah tampil di televisi—karena mereka terlalu jujur untuk layar publik."Ini bukan sidang formal," ujar Ari membuka pertemuan. "Tapi ini lebih nyata dari ruang pengadilan mana pun. Karena di sini, kebenaran bukan dikurung dalam pasal-pasal yang bisa dibeli."Gita berdiri dan memutar proyektor ke dinding.File yang ada di flashdisk kedua mulai ditampilkan: dokumen asli pengesahan proyek kabel bawah tanah, bukti aliran dana yang mengalir ke rekening pejabat daerah, dan video rekaman percakapan ilegal antara kontraktor dan auditor negara.Suara di video terdengar nyaring:"Uangnya sudah kami pecah jadi 7 bagian. DPRD sudah diam. Jaksa juga sudah setuju. Sisanya tinggal satu orang itu—si pengacara sialan itu."Ari mengepalkan tangannya.Dia tahu siapa yang mereka maksud.Dan dia juga tahu, setelah ini, namanya benar-benar ada di daftar yang ingin mereka lenyapkan."Gita, kalau data ini kita buka, kamu bisa jadi target," kata Sari."Aku udah siap dari dulu," jawab Gita tenang. "Tapi aku gak mau ini cuma jadi berita dua hari, terus hilang."Itulah kenapa mereka menggelar "sidang bayangan".Tujuannya sederhana: menyusun kronologi, memperkuat bukti, membentuk narasi, dan membuat opini publik siap sebelum semuanya dibuka.Karena satu kebenaran di ruang gelap—lebih berbahaya dari seribu kebohongan di layar kaca.Fikri maju membawa papan putih.Ia menyusun nama-nama yang muncul di semua data:Pejabat Pemda (inisial R)Auditor negara (inisial K)Kontraktor utama proyek (inisial B)Ketua tender fiktif (inisial M)Seorang Jaksa aktif (inisial H)"Kalau kita buka semuanya sekaligus, mereka bisa saling lindungi. Tapi kalau kita buat runtutan—seperti potongan puzzle—kita bisa dorong publik buat ikut merangkai," kata Ari.Malam itu, keputusan diambil.Mereka akan memulai fase pertama: "Pernyataan Terbuka."Sebuah video akan dibuat. Berisi kronologi, potongan bukti, dan satu suara kuat dari Ari sendiri sebagai pengacara: bukan mewakili klien, tapi mewakili rakyat.Video itu tidak akan dirilis ke media besar.Mereka akan menggunakan jalur lain: Twitter, Instagram, YouTube, dan forum-forum aktivis hukum.Karena di zaman ini, ruang digital adalah pengadilan baru.Sebelum bubar, Ari berdiri di tengah dan berkata:"Kalau mereka bisa beli hukum, maka kita rebut kembali lewat kepercayaan publik.Kalau mereka pakai jaksa dan hakim bayaran, maka kita hadirkan suara rakyat sebagai hakim.Dan jika mereka berpikir kita hanya pengacara kecil...Maka biarkan sejarah mencatat: dari ruang tua ini, hukum lahir kembali."Malam itu, hujan turun deras. Tapi dari gedung tua yang nyaris runtuh, lahir sebuah harapan baru.Perlawanan telah dimulai.

HUKUM TERAKHIR

BAB 5 - ORANG DALAM

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Pagi itu, Jakarta basah oleh hujan. Tapi kantor Keadilan Untuk Semua justru memanas.Ari duduk di ruang rapat kecil, ditemani Sari dan Fikri. Di hadapan mereka, flashdisk yang jadi rebutan itu tergeletak seperti benda suci. Di dalamnya, bukan cuma data. Tapi nyawa. Kebenaran. Bahaya."Ini bukan cuma soal proyek kabel. Ini tentang siapa yang bisa bikin hukum jadi senjata dan siapa yang jadi korbannya," ucap Ari pelan."Dan kita sekarang... bukan sekadar pengacara. Kita udah masuk medan perang informasi."Sari membuka isi flashdisk. Di dalamnya ada satu folder tersembunyi: CONFIDENTIAL-VIP.Sandi masuk. Folder terbuka. Ada sebuah video rekaman pembicaraan antar pejabat tinggi.Suaranya jelas:"Kalau dia terus ganggu proyek, kasih dia peringatan. Kalau perlu, kita buka kasus lamanya. Dia pasti punya celah.""Kalau gak ada, kita buat. Semua orang bisa dijatuhkan."Ari menggertakkan giginya. "Jadi... mereka memang main kotor."Malam itu Ari menghubungi seorang tokoh misterius, mantan pegawai KPK yang kini hidup dalam bayang-bayang. Namanya: Reno.Reno datang dengan motor tua, memakai helm full face dan jaket hujan. Ia duduk di bangku kayu rusak di samping kantor Ari."Apa yang kamu punya cukup untuk guncangkan media. Tapi belum cukup buat robohkan sistem," katanya.Ari menatapnya. "Lalu, apa yang cukup?"Reno tersenyum pahit. "Orang dalam."Beberapa hari kemudian, Ari mendapat pesan dari nomor tak dikenal.Isinya singkat:"Aku siap bantu. Tapi kita harus bicara di tempat aman. Jangan bawa siapa-siapa. – G"Ari segera mengenali inisial itu. G adalah seseorang yang dulu bekerja di kementerian, pernah jadi whistleblower, tapi menghilang setelah kasusnya dibungkam. Kini, ia muncul lagi.Tempat pertemuan mereka adalah sebuah rumah makan di pinggiran Depok. Sepi. Lampunya redup.Ari duduk di pojokan, memesan kopi, dan menunggu. Lima menit, sepuluh menit...Lalu seseorang duduk di depannya. Perempuan. Berkerudung abu, raut wajah lelah tapi tajam."Masih ingat aku?" katanya.Ari mengangguk. "Gita."Gita menatapnya tajam. "Aku punya akses ke sistem internal kementerian. Aku tahu siapa yang main di proyek kabel. Siapa yang kasih lampu hijau. Bahkan siapa yang tanda tangan final.""Bisa dibuktikan?"Gita mengeluarkan flashdisk kedua."Aku udah siap mati buat ini. Tapi kalau kamu juga serius, kita harus mulai dari dalam. Bukan hanya di pengadilan. Tapi juga di opini publik. Di medsos. Di ruang-ruang yang gak bisa disensor."Ari menerima flashdisk itu dengan tangan gemetar. Bukan karena takut—tapi karena tahu:Inilah titik baliknya.Bukan lagi tentang kasus.Bukan lagi tentang membela satu klien.Tapi tentang mengembalikan arti hukum itu sendiri.

HUKUM TERAKHIR

BAB 4 - PENGKHIANAT DI ANTARA KITA

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Kantor kecil itu kembali terang keesokan paginya. Listrik menyala, sinyal kembali, dan suasana tampak seperti biasa. Tapi bagi Ari, semuanya sudah berubah. Ia tahu: seseorang sedang mengawasinya. Atau lebih parah, menyusup ke dalam lingkarannya."Lo yakin tasnya aman, Bang?" tanya Fikri, asisten mudanya, sambil membawa dua bungkus nasi uduk."Warung Bu Rahmah memang tempat paling aman. Gak ada yang curiga. Lagi pula, dia yang dulu bantu simpan dokumen kita waktu kasus pungli Koperasi Tani," jawab Ari sambil menatap layar laptop.Dia baru saja membuka ulang file berjudul KABEL_BAWAH_TANAH_PJPK_KORUP_2021. Tapi ada sesuatu yang aneh.Beberapa folder hilang.Dokumen penting seperti "Memo Internal" dan "Kontrak Siluman" raib.Hanya tersisa jejak file yang pernah ada.Seseorang sudah mengaksesnya.Ari menatap Fikri tajam. "Kamu ada buka file ini semalam?"Fikri menggeleng. "Nggak, Bang. Saya langsung pulang, tidur. Laptop juga nggak saya pegang."Ari terdiam. Ada dua kemungkinan: orang luar berhasil menyusup ke warung itu... atau—kemungkinan yang lebih pahit—pengkhianat ada di antara orang-orang kepercayaannya.Sore harinya, Ari mengunjungi sahabat lamanya: Sari, seorang jurnalis investigatif yang kini bekerja untuk media online independen."Ari, gue baru dapet kabar. Lo jadi bahan obrolan di ruang jaksa. Katanya lo 'kelewat berani'," kata Sari sambil menyeruput kopi dingin."Lo yakin ini worth it?"Ari mengangguk. "Kalau bukan kita, siapa lagi? Gue udah lihat anak-anak kecil di penjara karena sistem korup. Kalau semua orang tutup mata, kita ini apa?"Sari menghela napas. "Kalau gitu, gue bantu lo. Tapi satu syarat: lo harus tahu, kadang musuh itu bukan yang lo lawan di pengadilan. Tapi yang duduk di sebelah lo."Malamnya, Ari duduk sendiri di kantor. Ia membuka CCTV backup dari ruangan itu. Butuh waktu beberapa jam, tapi akhirnya dia melihatnya—rekaman buram seseorang membuka laptopnya...dan itu terjadi sebelum listrik mati.Dan wajah yang terlihat... Fikri.Ari mendatangi Fikri malam itu juga. Mereka bertemu di parkiran kosong dekat lapangan bulutangkis tua. Tanpa banyak basa-basi, Ari bertanya:"Kamu buka file itu, Fik?"Fikri gelisah. "Bang... maaf. Saya gak ada niat jahat. Saya disuruh orang. Mereka cuma minta saya copy sebagian file dan kasih flashdisk-nya.""Siapa 'mereka'?"Fikri menunduk. "Saya gak tahu namanya. Cuma dikasih uang. Katanya buat jaga-jaga aja biar 'kasus kabel' ini gak bikin repot orang besar."Ari menutup matanya sejenak. Rasanya seperti ditusuk dari belakang oleh adik sendiri. Tapi ia tahu—Fikri bukan jahat. Ia hanya anak muda biasa, dimanfaatkan sistem yang lebih tua dan licik."Kamu masih simpan flashdisk-nya?"Fikri mengangguk. "Saya belum kasih ke mereka. Saya takut, Bang."Ari menghela napas panjang. "Kamu baru aja selamatin nyawa kamu sendiri."Malam itu, Ari menyimpan flashdisk dalam kotak besi, mengunci pintu kantor, dan menuliskan satu kalimat di buku catatannya:"Kalau pengkhianat bisa ada di tim sendiri, maka kepercayaan adalah kemewahan."Dan malam itu pula, ia mulai menyusun strategi baru.Karena ia tahu:Perang ini lebih besar dari sekadar kasus kabel.Perang ini... melawan akar negara yang telah tumbuh di tanah busuk.

HUKUM TERAKHIR

BAB 2 - SIDANG BAYANGAN

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Gedung pengadilan negeri itu tampak biasa dari luar: cat kusam, halaman sempit, dan pagar berkarat. Tapi bagi MuhammadAriLaw, tempat ini adalah arena pertarungan yang lebih brutal daripada ring tinju.Karena di sini, keadilan bukan ditentukan oleh kebenaran... tapi oleh siapa yang paling kuat.Sidang kasus "pencurian kabel PLN" dimulai pukul 10 pagi. Terdakwa: Remaja 19 tahun bernama Raka, anak dari ibu yang kemarin menangis di ruang tamunya. Barang bukti? Potongan kabel sepanjang dua meter dan keterangan saksi—yang katanya melihat Raka lari membawa gulungan hitam."Sidang dibuka. Hadirin harap tenang," kata hakim sambil mengetuk palu.MuhammadAriLaw duduk di bangku pembela, hanya membawa satu tas lusuh berisi dokumen dan keyakinan. Di sisi seberang, jaksa mengenakan setelan mahal dan senyum mengejek. Tak perlu waktu lama, jaksa langsung melontarkan argumen yang dibumbui retorika dan kesan dramatis."Yang Mulia, terdakwa telah merugikan negara. Tindakannya mencerminkan mental koruptif masyarakat kecil. Kami menuntut hukuman maksimal."MuhammadAriLaw bangkit perlahan. Ia tidak terburu-buru. Ia tahu: lawan yang sesungguhnya bukan jaksa, tapi sistem yang memelihara ketimpangan."Yang Mulia," suaranya tenang namun terdengar jelas. "Terdakwa tidak mencuri. Ia hanya lewat, dikejar, dan dijadikan kambing hitam. Tidak ada sidik jari. Tidak ada rekaman. Dan saksi tunggal justru mantan napi yang sedang dalam masa percobaan."Hakim menatapnya dengan mata kosong, seperti melihat perdebatan yang sudah tahu akhirnya.Lalu ia melanjutkan, "Yang Mulia, izinkan saya bertanya: siapa pemilik kabel itu? PLN? Apakah pihak PLN hadir? Apakah kerugiannya tercatat? Kalau iya, mana bukti kehilangan secara resmi?"Ruang sidang mendadak hening.Tapi Ari tahu, diam bukan pertanda sadar. Diam adalah bentuk perlawanan paling umum dari sistem yang malu tapi tak mau mengaku salah.Ia menoleh pada Raka, anak muda dengan mata merah dan tangan gemetar. Dalam dirinya, ia melihat ratusan wajah lain yang pernah terinjak sistem: tukang ojek yang dituduh pengedar, buruh yang dipaksa mengaku, pelajar yang dipenjara tanpa bukti."Raka bukan masalah," pikir Ari."Sistem yang membiarkannya dikorbankan... itulah musuh sebenarnya."Di luar ruang sidang, setelah persidangan ditunda karena "kurangnya bukti tambahan", Ari dihampiri seseorang. Pria gemuk berjas hitam dengan senyum terlalu ramah."Pak Ari, saya dari Kejaksaan. Hati-hati ya, Pak. Bapak masuk terlalu dalam. Sistem kita ini... kompleks."Ari menatap tajam. "Kalau kompleks berarti rusak, lebih baik kita bongkar sekalian."Pria itu tertawa kecil. "Niat bagus, Pak. Tapi hati-hati. Banyak yang niatnya bagus, tapi akhirnya... jadi berita kematian."Sore itu, di kantor sederhananya, Ari menyalakan laptop tua. Ia mulai menyusun dokumen rahasia yang ia dapat dari seorang whistleblower PLN—berkas yang bisa mengungkap jaringan korupsi berjamaah di proyek kabel bawah tanah.Raka mungkin bukan siapa-siapa. Tapi kasus ini... bisa membuka lubang besar di tembok sistem.Dan mungkin, dari lubang itu, cahaya akan masuk.MuhammadAriLaw tahu: pertarungan belum dimulai. Tapi ia siap jadi pengacara yang terakhir berdiri.

HUKUM TERAKHIR

BAB 1 - SUMPAH YANG TAK TERTULIS

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Hujan turun deras sore itu, seolah langit pun ikut menangis atas keputusannya.MuhammadAriLaw berdiri mematung di depan gedung Mahkamah Agung. Wajahnya basah bukan hanya karena hujan, tapi juga karena kecewa yang mengendap bertahun-tahun. Di tangan kirinya, ada map coklat tebal yang berisi bukti korupsi kelas kakap. Di tangan kanannya, ada surat pengunduran diri dari firma hukum paling elite di ibu kota.Hari ini, ia memilih untuk berhenti jadi pengacara elite yang hidup dari membela para penguasa."Aku tidak bisa lagi membela orang-orang yang aku tahu seharusnya dipenjara," bisiknya pada dirinya sendiri, lirih namun pasti.Ia teringat kembali bagaimana ia duduk di ruang rapat mewah, dikelilingi oleh jaksa, hakim, dan pengacara kondang—semua tersenyum membahas "strategi" untuk memenangkan kasus koruptor berjubah jabatan. Semuanya sah di atas kertas. Tapi ia tahu, itu semua permainan kotor.Itulah titik baliknya.Bukan karena dia suci. Tapi karena nuraninya sudah tidak bisa diajak kompromi.Tiga bulan kemudian, sebuah kantor kecil bernama Keadilan Untuk Semua berdiri di ujung gang sempit Jakarta Timur. Di sanalah ia memulai kembali—tanpa klien kaya, tanpa fasilitas, dan tentu saja, tanpa perlindungan dari siapa pun.Namun di sana jugalah, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, MuhammadAriLaw merasa hidup.Hidup... dan bebas.Hari itu, seorang perempuan tua datang ke kantornya. Anak laki-lakinya dipenjara karena dituduh mencuri kabel PLN. Ia menangis, bukan karena kehilangan anaknya, tapi karena tahu:"Yang sebenarnya mencuri, Pak... itu pejabat kelurahan. Tapi yang ditangkap malah anak saya."MuhammadAriLaw mendengarkan dengan tenang. Ia tahu kasus seperti ini bukan satu-dua. Tapi ia juga tahu, ini bukan sekadar kasus. Ini adalah pembuka.Dan di sanalah, ia menuliskan ulang sumpahnya—bukan di atas Alkitab atau Quran, bukan di ruang sidang, tapi di hatinya sendiri."Selama hukum hanya berpihak pada penguasa, aku akan berdiri untuk mereka yang tak punya kuasa."Saat ia berdiri di depan ruang sidang keesokan harinya, semua mata memandang sinis. Jaksa mencibir. Hakim menguap. Wartawan tak tertarik. Tapi ada satu pasang mata—mata perempuan tua itu—yang penuh harap. Dan itu cukup.Karena bagi MuhammadAriLaw, perjuangan ini bukan soal menang atau kalah.Ini soal bertahan.Soal melawan.Soal menjadi hukum terakhir... saat semua hukum lain sudah mati.

HUKUM TERAKHIR

BAB 3 - NAMA DI DAFTAR HITAM

Di publikasikan 21 Apr 2025 oleh Muhammad Ari Pratomo

Malam itu, kantor kecil Keadilan Untuk Semua masih terang, meski jalanan di luar sudah sepi. MuhammadAriLaw duduk sendiri di depan layar laptop, menatap dokumen-dokumen digital yang baru saja ia terima dari narasumber rahasia. File-nya bertuliskan: KABEL_BAWAH_TANAH_PJPK_KORUP_2021.Berkas-berkas itu bukan hanya bukti. Mereka adalah peluru. Dan seperti semua peluru, bisa menembus target... atau berbalik ke penembaknya.Sambil menyeruput kopi hitam yang sudah hambar, Ari membuka satu folder berjudul:"DAFTAR PENGAMAN"Nama-nama mulai bermunculan.Anggota DPR. Jaksa. Hakim senior. Direktur PLN.Dan satu nama yang membuat Ari mengangkat alis: Hakim ketua sidang kasus Raka."Ini bukan sidang biasa," gumamnya pelan."Ini sandiwara untuk menutupi korupsi besar. Raka cuma pengalih perhatian."Tiba-tiba lampu kantor mati. Layar laptopnya ikut padam.Gelap.Ia berdiri cepat dan meraba senter kecil di laci.BRUK.Suara keras terdengar dari luar pintu. Langkah kaki. Ari meraih ponsel, tapi tak ada sinyal. Saat ia mendekat ke jendela, ia melihat sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan gang. Dua pria turun. Wajah mereka tidak asing.Salah satunya... adalah orang yang kemarin menemuinya di pengadilan. Jaksa.Yang satu lagi... entah siapa, tapi badannya dua kali lipat Ari.Ari tidak panik. Ia menutup laptopnya rapat, menyelipkannya ke dalam tas, dan membuka pintu belakang. Langkahnya cepat, menyusuri lorong gelap menuju warung di ujung gang. Ia masuk dan menyapa:"Bu, boleh saya titip ini sebentar?" katanya sambil menyodorkan tas.Pemilik warung, seorang ibu tua yang biasa meminjamkan listrik, mengangguk pelan. "Ada yang nyari kamu, ya?"Ari hanya tersenyum. "Kalau mereka tanya, bilang saya sedang ke kantor polisi. Mau serahkan bukti baru."Di tempat lain, di ruang rapat ber-AC di lantai 14 sebuah hotel bintang lima, lima pria bersetelan duduk melingkar."Nama dia sudah masuk daftar," kata salah satu dari mereka."Kita kasih peringatan dulu. Kalau masih nekat... kita kasih pelajaran.""Kalau sampai dokumen itu keluar, kita semua kena," ucap pria lainnya sambil memukul meja."Dan saya gak mau nama saya masuk berita sebagai 'tersangka proyek bodoh ini'."Di warung, Ari menyalakan radio tua. Berita malam memutar kabar tentang sidang kasus kabel PLN—kasus Raka."Jaksa menolak bukti pembela dengan alasan tidak relevan. Hakim memutuskan sidang akan dilanjutkan minggu depan. Terdakwa masih ditahan..."Ari menatap langit malam yang mendung.Ia tahu kini bukan hanya melawan sistem.Ia sedang berdiri di antara dua dunia—kebenaran dan kekuasaan.Dan kekuasaan, seperti malam, kadang datang tanpa suara.

HUKUM TERAKHIR

Epistemicide: Pembunuhan Pengetahuan yang Mengintai Umat Islam

Di publikasikan 16 Apr 2025 oleh Adi Rahman Hakim

Pernahkah kita bertanya, mengapa banyak pemikiran dan warisan intelektual Islam terasa asing di negeri-negeri Muslim sendiri? Mengapa karya ulama klasik lebih sering dipajang sebagai sejarah, bukan sebagai inspirasi solusi masa kini? Di balik fenomena ini, ada istilah yang patut kita renungkan: epistemicide, atau pembunuhan pengetahuan.Apa Itu Epistemicide?Epistemicide adalah proses sistematis penghancuran atau penghapusan suatu sistem pengetahuan bukan hanya secara fisik, tapi juga secara kultural dan intelektual. Istilah ini dipopulerkan oleh Boaventura de Sousa Santos, dan kini semakin relevan untuk memahami tantangan yang dihadapi dunia Muslim.Bagaimana Epistemicide Terjadi di Dunia Islam?1. Pengetahuan Islam Tergeser oleh Barat   Banyak institusi pendidikan dan penelitian di negara-negara Muslim mengadopsi kerangka, teori, dan metode Barat. Tradisi keilmuan Islam yang dulunya menjadi pusat peradaban kini hanya dipelajari sebagai sejarah, bukan sumber solusi kekinian.2. Standar Ilmiah Didikte Barat   Karya ilmiah baru dianggap “bermutu” jika lolos peer review internasional atau mengikuti teori Barat. Sementara itu, karya yang berakar pada tradisi Islam sering dianggap kurang ilmiah atau bahkan tidak objektif.3. Inferioritas yang Diinternalisasi   Banyak kaum muda Muslim merasa pengetahuan Barat lebih unggul dan modern. Akibatnya, mereka kurang percaya diri terhadap warisan intelektual Islam, bahkan cenderung meremehkannya.4. Bahasa dan Tradisi Lokal Terpinggirkan   Bahasa Arab klasik, Persia, atau bahasa lokal yang dulu menjadi medium ilmu pengetahuan Islam mulai ditinggalkan. Bahasa asing, khususnya Inggris, kini dianggap simbol kemajuan.5. Kontrol Produksi Pengetahuan   Sistem pendidikan dan penelitian yang meniru model Barat memperkuat dominasi epistemik Barat, membuat pengetahuan Islam semakin terpinggirkan.Mengapa Ini Berbahaya?Epistemicide membuat umat Islam kehilangan identitas intelektual, kemandirian berpikir, dan kemampuan mencari solusi dari warisan sendiri. Jika dibiarkan, generasi mendatang hanya akan menjadi konsumen pengetahuan, bukan produsen yang kreatif dan mandiri.Menyadari adanya epistemicide adalah langkah awal menuju kebangkitan. Umat Islam perlu menghidupkan kembali kajian dan penghargaan terhadap pemikir Islam klasik, mandiri dalam produksi pengetahuan, kritis terhadap standar Barat, tanpa menolaknya secara membabi buta, mendesain pendidikan yang kontekstual dan relevan dengan kebutuhan lokal.Epistemicide adalah tantangan nyata, tapi juga peluang untuk merebut kembali kedaulatan intelektual. Umat Islam punya warisan yang kaya tinggal bagaimana kita menyadari, merawat, dan mengembangkannya. Sudah saatnya umat Islam tidak hanya bangga dengan masa lalu, tapi juga percaya diri membangun masa depan dengan pengetahuan dari akar sendiri.Referensi:American Journal of Islam and Society. (2024). Studi komparatif epistemologi Barat dan Islam. American Journal of Islam and Society, 40(2), 45-60. Asiimwe, A., & Odekeye, B. (2023). Epistemology unveiled: Exploring the foundations of knowledge. World Journal of Advanced Research and Reviews, 23(1), 2745–2755.Grosfoguel, R. (2020). Epistemicide and the coloniality of power. Journal of Global Studies, 15(2), 45-60. Harisah, A., dkk. (2019). Konflik epistemologi Islam dan demokrasi. Jurnal Studi Islam, 8(4), 112-127. 5Ogaba, M. (2021). Epistemologi Islam dan tantangan modernitas. Jurnal Filsafat Islam, 12(3), 89-105. 2Santos, B. de S. (2007). Epistemology of the South. Journal of Critical Global Studies, 1(1), 12-30. Taylor & Francis Online. (2025). Worldwide-ization of epistemicide. Journal Name, 15(2), 45-60. FARA.gov. (2020). Pertentangan ontologi dan epistemologi Islam-Barat. https://efile.fara.gov/docs/6845-Informational-Materials-20201116-31.pdf

Ilmology

Kehidupan dan Kematian

Di publikasikan 16 Apr 2025 oleh Adi Rahman Hakim

Saat melihat kunci kamar hotel tempat aku menginap, sebuah pertanyaan muncul di benakku: “Berapa banyak orang yang telah menempati kamar ini sebelum aku? Dan berapa banyak yang akan datang setelahku?” Aku pun menyadari bahwa kamar ini bukanlah milikku selamanya—ia hanyalah tempat singgah sementara. Bahkan, seluruh hotel ini tampak seperti dunia yang seakanakan menjadi milik kita, padahal sebenarnya tidak.Begitu banyak orang telah berlalu di tempat ini, datang dan pergi silih berganti. Sebagian dari mereka menertawakan yang lain, sebagaimana para pelancong yang sering kali tertawa melihat diri mereka sendiri di ruang tunggu hotel. Setiap orang sibuk dengan urusannya masingmasing. Namun, jika kita memperhatikan wajah mereka, yang tampak hanyalah ekspresi kosong dan senyuman yang tidak sepenuhnya nyata.Beginilah kehidupan manusia mereka bertemu, berbincang, lalu pergi tanpa jejak yang abadi. Aku teringat firman Allah yang menggambarkan kefanaan dunia:“Pada hari ketika mereka melihatnya (hari kiamat), mereka merasa seakanakan tidak tinggal (di dunia) melainkan hanya sesaat dari siang hari.” (QS. AnNazi’at: 46)Tibatiba aku tersadar, dunia ini tak lebih dari fatamorgana yang tampak lebih berarti dari kenyataan sesungguhnya. Lalu aku bertanya pada diriku sendiri, apakah dunia ini benarbenar nyata? Sejenak aku ragu, lalu menjawab dalam hati: “Dunia bukanlah tempat tinggal abadi. Setiap hari orang datang dan pergi, namun sering kali kita melupakan kenyataan ini.” Bukan berarti aku meremehkan dunia atau menafikan keberadaannya. Dunia memang harus dinikmati, tetapi dengan kesadaran bahwa kita tidak boleh kehilangan harga diri di dalamnya atau terbuai hingga lupa bahwa semua ini hanya sementara.Jika seseorang tenggelam dalam gemerlap dunia tanpa batas, dunia itu sendiri yang akan menghancurkannya. Namun, mereka yang menyadari kefanaan dunia akan menjadikannya sebagai ladang amal untuk kehidupan yang lebih baik di akhirat. Sebaliknya, ada banyak orang yang tertipu oleh kilauan dunia. Mereka menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengejar ambisi yang tak berujung, tanpa menyadari bahwa mereka sedang melangkah menuju kehancuran.Di tengah hirukpikuk kehidupan, banyak jiwa yang tersesat…Ada hubungan keluarga yang terputus, kehormatan yang dinodai, kebebasan yang disiasiakan, serta persahabatan yang hancur begitu saja. Mereka terjebak dalam pusaran kehidupan yang membingungkan, tenggelam dalam kepalsuan, dan larut dalam kesedihan yang tiada akhir. Betapa rapuhnya dunia saat tabirnya tersingkap! Dan betapa malangnya mereka yang tertipu oleh gemerlapnya hingga mengagungkannya!Allah menggambarkan dunia dengan perumpamaan yang begitu indah:“Dan berikanlah kepada mereka perumpamaan kehidupan dunia seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu menyatu dengan tumbuhan di bumi, kemudian menjadi kering dan diterbangkan oleh angin. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. AlKahfi: 45)Namun, dunia ini juga memiliki sisi lain yang tidak boleh diabaikan. Di dalamnya, kita diberi tugas, tanggung jawab, dan perjalanan yang harus ditempuh. Dunia bukan hanya tentang lahir dan mati. Kita tidak diciptakan tanpa tujuan, dan tidak akan dibiarkan hidup tanpa arah! Kita sedang menghadapi amanah besar dan ujian yang berat. Segala sesuatu di dunia ini harus ditempatkan dengan keseimbangan. Setiap detik yang kita miliki adalah titipan. Kita tidak diciptakan untuk lenyap, tetapi untuk bertemu dengan Sang Pencipta.Hari ini kita menanam, dan kelak kita akan menuai hasilnya. Kemuliaan dan kehinaan di akhirat bukanlah ditentukan oleh seberapa banyak harta dan kekuasaan yang kita raih di dunia, tetapi oleh kualitas amal kita. Sebagaimana Allah berfirman:“Siapakah di antara kalian yang paling baik amalnya.” (QS. AlMulk: 2)Jika dunia ini hanyalah setetes embun, mengapa kita begitu sibuk mengejarnya? Mengapa perhatian kita hanya tertuju pada kesenangan sesaat?Dunia yang tidak dipahami hakikatnya akan melahirkan keserakahan. Orang yang hidup hanya untuk memenuhi hawa nafsunya akan dikendalikan oleh nafsu itu sendiri. Ia akan diperbudak oleh cinta dunia, hingga akhirnya kehilangan segalanya demi mengejar harta dan kedudukan.Abu Thayyib Al-Mutanabbi, penyair besar, pernah mengagungkan kekuasaan dan kejayaan dunia. Namun, pada akhirnya, ia meninggalkan dunia ini seperti debu yang diterbangkan angin. Sebagaimana seorang penyair berkata:“Setiap orang yang takut kepada Allah dan merendahkan diri di hadapanNya, akan menyadari betapa hina segala kemegahan dunia.”Betapa banyak manusia yang tertipu oleh kejayaan semu! Mereka lupa bahwa kemuliaan sejati adalah anugerah dari Allah, sebagaimana perkataan Ibnu ‘Atha’illah As-Sakandari:“Jika Allah membukakan pintu pemberianNya kepadamu, jangan melihatnya sebagai keutamaanmu, tetapi sebagai karuniaNya kepadamu.”Demikianlah seorang mukmin memahami nikmat Allah. Ia akan kembali kepadaNya dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati. Namun, sebagian besar manusia sibuk mengejar rezeki dan kesenangan dunia, tanpa menyadari bahwa semua itu berasal dari Allah. Mereka lupa akan firmanNya:“Dan nikmat apa saja yang ada pada kalian, maka itu berasal dari Allah. Kemudian apabila kalian ditimpa kesusahan, kepadaNyalah kalian meminta pertolongan.” (QS. AnNahl: 53)Tapi saat kesulitan telah berlalu, mereka kembali melupakanNya!Makna sejati kehidupan dalam Islam adalah bahwa dunia bukanlah tujuan utama kita. Allah tidak menciptakan manusia hanya untuk hidup, makan, dan mencari kesenangan. Kita memang diberi hak untuk menikmati dunia, tetapi dengan batasan yang telah ditetapkan. Sayangnya, kebanyakan manusia memperlakukan dunia seperti hewan yang hanya mencari makanannya. Mereka lupa bahwa ada tujuan yang lebih tinggi dari sekadar memenuhi kebutuhan fisik. Allah telah menghiasi dunia ini dengan keindahanNya. Namun, orangorang yang tenggelam dalam kesenangan dunia sering kali mengukur kebahagiaan hanya dengan harta dan materi. Mereka menolak kehidupan yang penuh keberkahan dan ridha Allah. Padahal, rezeki bukan hanya berupa harta. Rezeki yang sejati adalah anugerah Allah yang diberikan kepada mereka yang dikehendaki-Nya. Manusia harus sadar bahwa mereka hanyalah pengelola dunia, bukan pemiliknya.Maka, mengapa kita masih bertikai dalam urusan dunia? Pada akhirnya, dunia ini fana. Dan kebahagiaan sejati hanyalah bagi mereka yang kembali kepada Allah dengan hati yang bersih dan amal yang diterima.

TazkiyaPath

Restart Aplikasi secara Berkala

Di publikasikan 06 Apr 2025 oleh Adi Purnama

Terkadang, memory usage di server lebih besar dari biasanya kalau aplikasi jarang di restart. Kadang bisa sampai 70% penggunaan memory, padahal aplikasinya sedang idle.Setelah aplikasi di-restart, penggunaan memory menjadi lebih kecil.Kalau harus restart aplikasi manual satu persatu secara berkala, rasanya repot juga. Kita perlu suatu script yang bisa dijalankan di server pakai crontab, seperti pada chapter Manajemen Build Cache.Seperti biasa, saya minta AI saja untuk ini. Simpan script ini ke dalam sebuah file di server, misalnya restart_all_apps.sh.PlainBashC++C#CSSDiffHTML/XMLJavaJavaScriptMarkdownPHPPythonRubySQL#!/bin/bash# Define log fileLOG_FILE="restart_all_apps.log"# Get the list of all Dokku apps (skip the header line)apps=$(dokku apps:list | tail -n +2)# Check if there are any appsif [ -z "$apps" ]; then echo "$(date '+%Y-%m-%d %H:%M:%S') - No Dokku apps found." | tee -a "$LOG_FILE" exit 1fi# Restart each app and log the outputfor app in $apps; do echo "$(date '+%Y-%m-%d %H:%M:%S') - Restarting $app..." | tee -a "$LOG_FILE" dokku ps:restart "$app" > /dev/null 2>> "$LOG_FILE" echo "$(date '+%Y-%m-%d %H:%M:%S') - Restarted $app" | tee -a "$LOG_FILE"doneecho "$(date '+%Y-%m-%d %H:%M:%S') - All Dokku apps have been restarted." | tee -a "$LOG_FILE"Kemudian, tambahkan ke dalam crontab.PlainBashC++C#CSSDiffHTML/XMLJavaJavaScriptMarkdownPHPPythonRubySQL0 17 * * * bash /path/to/restart_all_apps.sh

Self Hosting dengan Dokku

Bab 20 - The Wedding Day

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Kebahagiaan adalah saat kita merangkul kehidupan apa adanya, dengan segala kegembiraan dan kesedihannya, sambil membiarkan arusnya membawa kita ke tempat-tempat yang baru dan tak terduga."     Suasana di Tangerine berubah total. Meja-meja yang biasanya diisi oleh pengunjung, kini dihiasi dengan rangkaian bunga putih dan oranye yang indah. Cahaya lembut dari lentera-lentera kecil memberikan sentuhan magis pada ruangan terbuka yang dingin di malam hari yang sakral ini.Buah-buah tangerine yang segar bergelantungan menghiasi ranting-ranting pohon seakan menjadi dekorasi alami, ikut menyambut malam yang sepenting ini. Cahaya lampu-lampu kecil yang tergantung di atas, bersinar lembut, menciptakan atmosfer yang intim dan romantis.Di area tengah, altar pernikahan dibangun dengan penuh detail. Rangkaian bunga segar berwarna putih dan oranye menghiasi altar menciptakan kombinasi warna yang memikat mata dan memberikan sentuhan alami pada dekorasi keseluruhan.Setiap sudut kafe dihiasi dengan sentuhan yang memikat, mulai dari lentera-lentera kecil yang menggantung di langit-langit hingga hiasan bunga yang tersebar di setiap tempat. Penggunaan warna putih dan oranye sebagai tema dekorasi memberikan kesan yang cerah dan menyenangkan. Warna putih melambangkan kesucian dan kebersihan, sementara oranye memberikan nuansa kehangatan dan kegembiraan pada keseluruhan suasana.** Karenina berjalan dengan langkah anggun menuju Putra yang berdiri tegap di atas altar. Gaun putihnya mengalir indah, menyapu jalan dengan lembut. Gaun itu sederhana tetapi elegan, dengan potongan yang memperlihatkan keanggunan tubuhnya yang ramping. Renda halus di bagian belakang gaun menambahkan sentuhan romantis yang sempurna. Cahaya lembut dari lentera-lentera kecil menyorotnya, menciptakan aura magis di sekelilingnya.Saat Karenina tiba di altar, suasana Tangerine terasa seperti berhenti sejenak. Suara gemerincing gelas menggema di udara, diiringi senyuman bahagia dari keluarga dan teman-teman yang hadir. Mereka semua terpesona oleh kecantikan Karenina dan ketampanan Putra, menyaksikan dengan hati yang penuh haru dan kebahagiaan.Kata-kata janji cinta Karenina dan Putra memenuhi ruangan dengan kehangatan yang mendalam, menciptakan aura keintiman yang menyentuh hati setiap orang yang hadir. Dalam kata-kata itu, mereka mengikat hati mereka dalam janji abadi, bersedia untuk saling mendukung, mencintai, dan menghormati satu sama lain sepanjang hidup mereka.Aura sakral yang mengalir di sekitar mereka, memancarkan kehadiran yang magis dan menggetarkan hati semua yang hadir. Di antara gemerincing gelas dan senyuman bahagia, Karenina dan Putra bersumpah untuk saling mencintai dan setia, mengawali perjalanan hidup baru mereka dengan penuh kebahagiaan dan harapan.Dimalam yang dingin, romantis, dan indah itu, mereka pun resmi menjadi pasangan suami istri.** Setelah upacara pernikahan Karenina dan Putra, seorang tamu yang terpesona oleh keindahan dan kehangatan acara tersebut tidak bisa menahan diri untuk tidak mengunggah video pernikahan mereka ke media sosial. Video tersebut dengan cepat menyebar dan menjadi viral, menarik perhatian ribuan pengguna dari berbagai penjuru kota.Dampak dari video tersebut begitu signifikan sehingga Tangerine menjadi pusat perhatian dalam beberapa hari saja. Media sosial dipenuhi dengan pujian dan komentar positif tentang keindahan pernikahan di Tangerine. Gambar-gambar dari dekorasi yang indah, momen intim antara Karenina dan Putra, serta senyuman bahagia para tamu, menyebar luas di internet, menarik perhatian banyak orang.Banyak pasangan yang terinspirasi oleh keindahan pernikahan Karenina dan Putra, dan mulai menghubungi Tangerine untuk menyelenggarakan pernikahan mereka di sana. Permintaan untuk memesan Tangerine sebagai lokasi pernikahan melonjak secara drastis, menciptakan gelombang baru bagi bisnis Karenina dan Saskia.Selain membawa keuntungan bisnis bagi kafe mereka, hal ini membawa kebahagiaan dan inspirasi bagi banyak orang. Mereka menjadi contoh tentang bagaimana cinta dan keindahan bisa terpancar melalui momen-momen sederhana dalam hidup, dan bagaimana sebuah tempat yang biasa-biasa saja bisa menjadi tempat yang istimewa untuk merayakan momen penting dan kebahagiaan.** Satu minggu kemudian, di pagi yang cerah, bandara udara dipenuhi dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Karenina, Putra dan Alan sudah siap berangkat untuk berpergian ke Bali. Mereka berencana pergi bulan madu dengan membawa Alan serta. Karenina tidak ingin merasakan sedikit kebahagiaanpun tanpa Alan disisinya.Saskia, Umay, Bu Ambar, Bu Broto, serta Pak Joko berkumpul di sekitar mereka, membawa serta ucapan selamat dan doa-doa terbaik. Bu Ambar dengan mata berkaca-kaca memeluk Karenina dan Alan erat-erat, berpesan agar hati-hati dijalan dan lekas kembali.“Kalian semua hati-hati ya!” kata Bu Ambar dengan suara bergetar. “Jangan terlalu capek jalan-jalanya, nanti Alan sakit.”“Tenang aja bu, kami bawa dokter pribadi,” Ledek Alan. membuat Bu Ambar tertawa. “Sas, titip Tangerine ya. Sorry banget ninggalin kalian disaat lagi ramai-ramainya bookingan wedding,” Karenina merasa tidak enak hati melampiaskan seluruh pekerjaan pada sahabatnya.“Udah gak usah mikirin Tangerine! Gue sama Umay bisa kok handle semua!” Jawab saskia. “Pokoknya selamat bersenang-senang ya!” Saskia ikut merasa bahagia.Di tengah kehangatan saling berpamitan, tiba saatnya bagi Pesawat yang ditumpangin Putra, Karenina dan Alan untuk berangkat. Mereka melangkah menuju pintu gerbang keberangkatan. Lalu langkah mereka terhenti sejenak, sama-sama memalingkan wajah kepada semua keluarganya.Putra, Karenina dan Alan melambaikan tangan bersamaan. Lalu merekapun masuk ke dalam pintu gerbang siap untuk memulai petualangan baru sebagai sebuah keluarga baru seutuhnya.Bagi mereka, perjalanan memulai keluarga baru ini adalah tentang melihat masa depan dengan harapan yang baru serta merasakan kebahagiaan yang tak terkira dalam setiap kebersamaan, setiap senyuman, dan setiap kisah yang akan mereka bagi bersama.--TAMAT--"Dalam menerima apa yang datang dan melepaskan apa yang pergi, kita menemukan kebahagiaan yang abadi. Hidup adalah perjalanan, bukan destinasi."

Tangerine

Bab 19 - Bahagia Lagi

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Hidup adalah tentang menari di antara berbagai kenangan masa lalu dan mimpi-mimpi indah tentang masa depan, sambil merayakan setiap momen saat ini dalam kebahagiaan yang nyata." “Nina! Selamat pagi!” Saskia menyapa dengan riang. Ia mengangkat jari-jari lentiknya ke depan wajah Karenina memamerkan cincin emas yang melingkar di jari manisnya.Karenina pura-pura terkejut. Ia meraih tangan Saskia dengan senang, memperhatikan cincin yang dikenakan sahabatnya itu.“Bagus banget! Beli dimana sih?!” Karenina bercanda. Ia tahu tadi malam sahabatnya itu telah dilamar oleh Umay.“Aaa Nina!” Rengek Saskia. “Gue abis dilamar tau!” Karenina tertawa. “Iya, gue tau kok! Selamat ya my bestie! Jangan lama-lama nikahnya!” “Umay sih ngajaknya pertengahan tahun., doain ya!!” Kata Saskia.“Ya pasti dong!” Sahut Karenina. Saskia tidak melihat Karenina mengenakan cincin dijarinya. Padahal kata Umay, Putra juga akan melamar Karenina tadi malam. Apa gak jadi ya?, batinnya.“Eh gimana tadi malam, makan malamnya?” Tanya Saskia penasaran.“Gimana apanya? Cuman makan malam biasa kok. Oh iya, katanya kerecek buatan gue enak Sas. Rasanya pas!” Karenina bercerita dengan bangga.“Terus?” Tanya Saskia lagi, menunggu-nunggu jawaban yang ia harapkan. “Terus apa dong? Ceritain kalian ngobrolin apa aja!” Karenina berfikir mengingat-ingat kembali obrolan ia dengan Putra tadi malam. “Eh tau ga Sas? Ternyata, Putra ada di sana, waktu gue kecelakaan 5 tahun lalu itu. Dia orang yang nabrak mobil Bayu. Kita juga ternyata dirawat di rumah sakit yang sama,” Kata Karenina yang masih tidak percaya dengan kebetulan ini.“Serius?!” Kata Saskia terperangah. Padahal bukan ini cerita yang ia harapkan. “Luar biasa ya takdir! Bisa kebetulan banget begini,” Karenina menggelengkan kepalanya, merasa kagum sendiri atas apa yang terjadi dalam hidupnya.“Terus, gimana? Kalian gak putus kan?” Tanya Sakia penasaran.“Kita berdua sama-sama kaget. Tapi sepertinya Putra yang lebih terpukul,” Jawab Karenina. “Kayaknya, dia merasa bersalah banget, dia pikir, dia yang menyebabkan hidup gue jadi begini.” “Ya Tuhan, ada-ada aja sih ya!” Sahut Saskia. Ia merangkul sahabatnya itu. “Kalo lo nya sendiri gimana?”“I am fine Sas, gue malah gak sangka sama diri gue sendiri bisa setenang ini. Semua kan sudah jadi masa lalu,” Jawab Karenina. Karenina mengajak Saskia memandangi sekeliling homestay. “Coba lihat! Kalo gak ada kejadian itu? Tangerine gak akan ada! Dan belum tentu kita bisa sebahagia ini., And you know what?! Lo masih dikejar-kejar debt collector!” Karenina terkekeh.Saskia kagum dengan sahabatnya yang kuat, rupanya ia sudah berhasil melepaskan kenangan-kenangan buruk di hidupnya. Pertanyaan Saskia Pun langsung terjawab. Rupanya kenangan masa lalu yang tiba-tiba muncul itu yang membuat Putra mengurungkan niatnya untuk melamar Karenina tadi malam.“Nin?!” Saskia tampak ragu, ia ingin sekali memberi tahu Karenina rencana Putra tadi malam.“Hmmm?” Gumam Karenina.“Enggak apa-apa deng!” Sahut Saskia mengurungkan niatnya. “Yuk, kerja! kerja! Kerja!” Lanjut saskia menyemangati mereka.**     Hari ini klinik Dr. Putra lebih ramai dari biasanya. Putra begitu sibuk dan fokus melayani pasien-pasiennya, sampai membuatnya tidak merasakan rasa lapar. Waktu menunjukan pukul 5 sore saat Putra selesai melayani pasien yang terakhir. “Dok, ini ada bingkisan dari mba Karenina,” Sari, asisten Putra masuk ke dalam ruangan memberikan sebuah kotak putih.“Loh, tadi dia datang?” Tanya Putra sedikit terkejut.“Iya dok, cuma sebentar, nitipin kotak ini aja,” Jawab Sari. “Oh gitu, makasih ya!” Kata Putra.Rupanya Karenina tadi siang mampir ke klinik Putra untuk mengajak makan siang bersama. Lalu ia melihat banyaknya pasien yang mengantri di ruang tunggu, jadi Karenina memutuskan untuk menitipkan kue saja. Ia tidak ingin mengganggu Putra. Putra membuka kotak tersebut dan melihat kue brownies berbentuk hati di dalamnya. Putra mengambil post it berwarna pink yang menempel pada tutup kotak, membaca sebuah tulisan tangan yang menghangatkan hatinya.Terkadang, kita terlalu keras pada diri sendiri atas pertemuan yang telah terjadi dalam hidup kita. Padahal semuanya adalah bagian dari rencana yang lebih besar yang tak dapat kita kendalikan.Putra tersenyum kecil. Perasaan lega mengalir dari dalam dadanya. Ia sadar, bahwa ia terlalu menyalahkan diri sendiri. Ia mengambil kotak cincin yang ia bawa  dalam tas kerjanya. Membuka dan memandangi cincin berlian yang ingin ia berikan pada Karenina malam itu. Cincin yang dipandangi nya terasa memberikan energi yang besar, membuat keyakinan dan kepercayaan diri terkumpul menjadi satu dalam dirinya. Malam ini, adalah waktunya. Batin Putra, ia telah memantapkan hatinya untuk melamar Karenina.** Di malam yang dingin dan tenang, lampu-lampu pohon menerangi setiap meja kafe Tangerine. Putra duduk menunggu Karenina di ruang makan dengan  tegang dan penuh keyakinan. Ia mengenakan sweater biru langit yang sangat nyaman dan hangat, sesekali tangannya memegang kotak cincin yang disimpan dalam saku celananya.Karenina datang mengenakan sweater putih yang tebal dan besar untuk menghangatkan dirinya. Ia meletakan teh  wedang uwuh hangat kesukaan Putra di atas meja.“Gimana tadi browniesnya? Suka gak?” Karenina duduk dihadapan Putra memulai percakapan.“Enak banget Nin, maaf ya, tadi saya gak tahu kamu datang, hari ini pasien lagi full banget,”  Jawab Putra.“Enggak apa-apa kok Put!” Kata Karenia.“Kamu belum makan kan?” Tanya karenina, yang menduga Putra belum makan secara benar hari ini. “mau makan apa malam ini? biar aku siapin.” “Eum Nin?!”  Putra tidak menjawab pertanyaan Karenina. Ia menggenggam tangan Karenina dengan tangan kirinya. “Kenapa?” Tanya Karenina lembut. Dengan hati-hati tangan kanan Putra mengeluarkan kotak cincin dari saku celananya, meletakkan di atas meja dihadapan Karenina. Putra membuka kotak itu. “Kamu, mau jadi istri saya?”Karenina melepaskan tangannya dari genggaman tangan Putra, menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia tersenyum dan mengangguk.“O, oke!” Jawab Karenina malu.Perasaan bahagia menyelimuti Putra  saat melihat senyuman indah yang terukir di wajah Karenina. Ia menyematkan cincin berlian di jari manis Karenina. Putra lega karena ukurannya pas.Semua ketegangan dan kecemasan yang melingkupi pikirannya kini telah menguap, ia merasa beban besar telah terangkat dari pundaknya.Begitu juga dengan Karenina, ia merasakan perasaan yang hangat dan menyenangkan dalam hatinya. Wajah putihnya kini merona merah, ia tidak bisa menahan senyuman di wajahnya melihat berlian cantik yang melingkar di jari manisnya. Ia sangat bersyukur dan beruntung karena bisa merasakan dicintai dan mencintai lagi setelah apa yang telah ia alami.Karenina membatin bahwa masa depan yang cerah dan penuh harapan sedang menantinya bersama Putra, ia siap untuk mengarungi setiap liku-liku kehidupan bersama-sama.“Jadi, kapan nih nikahnya?!” Saskia mengejutkan mereka berdua dari belakang dengan suara cemprengnya, menghilangkan suasana romantis yang baru sesaat.Karenina menepuk tangan sahabatnya itu dengan salah tingkah.“Hmm, Pertanyaan yang bagus,” Sahut Putra tampak berfikir sejenak. “Jadi, kira-kira kamu siap kapan Nin?” Putra malah bertanya pada Karenina, iya pun jadi penasaran dengan jawaban tunangannya.Karenina memutar-mutar bola matanya pura-pura berfikir. Dan langsung menjawab “Secepatnya!” Malam itu adalah malam paling bahagia yang Karenina rasakan setelah 5 tahun lamanya ia menjalani hidup dengan kekosongan dalam hatinya. Kebahagiaan yang ia rasakan saat ini seperti sebuah haiah yang ia temukan,  karena telah menerima setiap momen sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan hidupnya.Ia merasa lebih hidup, dan tak sabar menanti kebahagiaan-kebahagiaan apa lagi yang akan datang dalam hidupnya. 

Tangerine

Bab 18 - Takdir

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Pertemuan adalah keajaiban di dalam kehidupan yang berjalan. Dua orang yang pernah saling berbagi waktu dan ruang, namun tak menyadari kehadiran satu sama lain, kini disatukan kembali oleh takdir yang tak terduga."     Karenina menghubungi Bu Ambar untuk menanyakan makanan kesukaan Putra. Hari ini ia ingin mebuatkan makan malam spesial untuk Putra sebagai ucapan terimakasih karena telah menemaninya melakukan perjalanan yang jauh dan melelahkan.  Saat menerima panggilan telepon dari Karenina, Bu Ambar sedang berada di toko perhiasaan langganannya di Kota. Kemarin setelah menjemput Alan dari Jakarta. Putra menceritakan niatnya untuk melamar Karenina. Bu Ambar sangat senang sekali mendengar niat anaknya. Ia langsung berinisiatif untuk membelikan cincin pertunangan yang bagus dari toko langganannya. “…Putra itu suka sekali opor ayam dan krecek. Kreceknya harus terasa pedas dan manis. Jangan sampai pedasnya doang yang berasa ya Nin!” Kata Bu Ambar semangat.“Oh dia suka yang agak manis ya?” Sahut Karenina. “Loh ramai banget suaranya bu, Ibu lagi di luar ya?” Tanya Karenina yang mendengar suara riuh dari ponselnya. “Iya ibu lagi ada perlu di Kota sebentar,” Jawab Bu Ambar. “Pokoknya jangan lupa, manisnya harus berasa ya! Sama opor ayamnya yang bagian paha ya Nin!” Ingat Bu Ambar lagi.“Oke bu Siap! Ibu hati-hati ya! Assalamualaikum,” Ucap Karenina. Ia mendengar Bu Ambar membalas salamnya dan mengakhiri panggilan teleponnya.     Karenina mendengar Alan datang  mengucap salam sepulang sekolah, dan membalas salam Alan dengan gumaman yang pelan. Ia tengah sibuk dengan catatan resep  krecek pedas manis. Kemudian ia kembali sibuk melayani tamu-tamu homestay.“Ma, Alan main Bola ya!” Pamit Alan sore harinya.“Hmm, hati-hati!” Sahut Karenina yang sudah mulai mengeksekusi ayam-ayam juga kreceknya.  Beberapa jam kemudian makanan pun selesai. Karenina terlihat puas setelah mencicipi masakan yang dibuatnya. Ia memanggil Saskia untuk mencicipi.“Enak sih, pedasnya pas. Tapi apa gak kemanisan ya?” Tanya Saskia yang merasakan rasa manis yang mendominasi.Karenina memiringkan kepalanya. “Serius kemanisan? Bu Ambar bilang, Putra suka yang manis,” Karenina terlihat ragu.Saskia memanggil Umay dari jauh, meminta ia mencicipi krecek buatan Karenina.“Wah, udah pas ini!” Kata Umay. “Putra emang suka yang manisnya lebih berasa dari pedasnya,” Jelas UmaySaskia mengangguk. “Lidah orang jawa!”. Celetuknya.“Jago kamu Mba!” puji Umay. Karenina lega mendengar jawaban Umay. Ia berharap Putra juga akan senang dengan masakannya.  Malam hari Karenina bersiap menyambut Putra. Ia juga mengajak Alan untuk makan malam bersama. Setelah semua makanan siap di meja makan, Karenina mandi menyegarkan tubuhnya dari asap-asap masakan dan mengenakan sweater tebal untuk menghangatkan tubuhnya dari udara malam yang dingin. Putra sampai di Tangerine pukul 7 malam. Cincin berlian yang dibeli oleh Bu Ambar tersimpan aman dalam kantong celananya. Ia rasa ini adalah waktu yang pas untuk melamar Karenina, disaat Karenina yang mengajaknya untuk makan malam bersama. Dengan percaya diri ia duduk di meja makan menunggu Karenina dan Alan turun. Memikirkan kalimat-kalimat bagus apa yang harus ia ucapkan saat melamarnya. “Om Putra!” Sapa Alan. Ia menyalim tangan Putra dengan sopan lalu duduk disalah satu kursi yang kosong.“Gimana rasanya pulang lagi kesini?” Ledek Putra. “Enak toh!?”Alan mengangguk senang. “Enakan disini lah om, Bebas!” Tak lama kemudian Karenina pu datang, walaupun ia hanya mengenakan sweater dan pakaian yang sederhana, namun Karenina tetap terlihat anggun. “Ayo, langsung aja dibuka makanannya, gak usah nungguin saya,” Ucap Karenina, duduk dihadapan Putra dan Alan.Alan yang pertama membuka salah satu tutup wadah berisi krecek. “Wah kerecek!” sahut Putra saat melihat isi dalam wadah yang dibuka Alan. Putra membuka wadah satunya lagi mencium aroma opor ayam yang begitu wangi “Semua kesukaan saya nih, kamu pasti nanya sama Ibu ya?!” Tanya Putra semangat. Ia tidak sabar untuk menyantap makanan favoritnya itu. Karenina mengangguk. “Terus makanan kesukaan Alan mana ma?” Ledek Alan “Pie susu untuk dessert!” Kata Karenina membuka tudung saji di ujung meja. Alan tersenyum senang. Sambil menyantap makan malam, mereka saling bertukar cerita dan bercanda, seperti sebuah keluarga yang bahagia. Saskia dan Umay ikut tertawa bahagia melihat pemandangan itu dari luar. Saskia mengeluarkan ponselnya dan mengabadikan pemandangan keluarga bahagia itu melalui tangkapan layar ponselnya. “Senangnya kalau mereka bisa jadi keluarga. Lihat tuh! mereka asik banget kan. Terlihat bahagia!” Ucap Saskia senang melihat foto yang baru saja ia ambil menggunakan ponselnya.“Kamu gak usah iri,” Ucap Umay. “Kita toh juga bisa kayak gitu,” Lanjutnya. “Ih siapa yang iri?!” Kata Saskia cuek, sambil mengedit foto tadi untuk diunggah ke sosial medianya.Umay menyenggol-nyenggol lengan Saskia tanpa henti dan tanpa bicara. Meminta perhatian dari Saskia yang sedang sibuk mengedit foto. “Ih, apaan sih yank?!” Ucap Saskia yang mengira Umay sedang mengganggunya seperti biasa. Dengan kesal Saskia memegang tangan Umay agar berhenti mengganggunya. Lalu Ia melihat kotak kecil berwarna hitam yang sedang di pegang Umay. Umay berkata percaya diri. “Kita nikah yuk!” Ajak Umay. Saskia menutup mulut dengan kedua tangannya tidak percaya. Wajahnya yang putih seketika berubah menjadi kemerahan. Saskia langsung menganggukan kepalanya. Ia terharu, air matanya menggenang karena rasa senang dalam hatinya tidak dapat tergambarkan. Umay menyematkan cincin emas dengan permata kecil di jari manis Saskia. “Ibu mu tau?” Tanya Saskia senang. “Tentu!, Ini ibu yang milih kok, tadi siang dia pergi sama Bu Ambar ke Kota, nanti Putra juga akan melamar Mba Nina,” Umay membocorkan rahasia pada Saskia.Saskia menutup mulut dengan kedua tangannya lagi, tidak percaya. Malam ini adalah malam yang paling indah baginya. Disisi lain Alan pamit ke kamar tidurnya setelah selesai makan malam. Putra ikut membantu Karenina membersihkan ruang makan agar kembali rapi. Setelah selesai, Karenina menyediakan satu piring pisang goreng dengan secangkir teh wedang uwuh hangat. Lalu mereka kembali duduk di meja makan menikmati makanan penutupnya. Putra melihat jam dinding, menyadari bahwa waktu berlalu dengan cepat. Pikirannya terus berputar, berusaha merangkai kata-kata yang tepat untuk melamar Karenina. Angin malam berhembus kencang dari pintu homestay yang terbuka lebar. Menyibakkan poni yang menutupi dahi Karenina, memperlihatkan bekas luka memanjang tersembunyi di ujung dahinya yang terlihat oleh Putra.Dengan lembut, Putra memberanikan diri menyibakkan poni Karenina, menyentuh bekas luka itu. “Ini bekas luka apa?” Tanya Putra.Karenina menghindar pelan salah tingkah dan merapikan kembali poninya dengan jari-jarinya. “Ini luka lama,” Jawab Karenina. “Kamu ingat saya pernah cerita tentang bagaimana saya berpisah dengan Bayu?” Tanya Karenina memulai cerita.Putra mengangguk. “Iya, kamu pernah bilang kalau mertuamu datang kerumah, mengusir kamu dari rumah sambil membawa surat perceraian saat Bayu sedang koma. ”Karenina mengangguk dan meneruskan ceritanya. “Waktu itu Bayu koma karena kita mengalami kecelakaan di Jalan Asia Afrika setelah makan malam. Bekas luka ini karena benturan yang keras. Alhamdulillahnya Alan tidak cedera parah.”Putra terdiam. Ia mengenali nama jalan yang disebutkan Karenina tadi. Jalan Asia Afrika adalah lokasi saat ia mengalami kecelakaan 5 tahun lalu. Tiba-tiba ia merasakan rasa panas dari dadanya.“Jalan Asia Afrika?” tanya Putra meyakinkan lagi dengan menyembunyikan rasa terkejutnya.“Kamu masih ingat hari atau tanggalnya?” Tanya Putra ragu, berharap Karenina tidak mengingat waktu pastinya.Karenina mengangguk. “20 Februari tepat di ulang tahun Alan yang ke 2,” Jawab Karenina sambil menikmati pisang gorengnya dengan santai. Hatinya sudah tidak sakit lagi mengingat kejaian itu. Bagi Karenina semua itu telah menjadi kenangan dari sebagian perjalanan hidupnya.Tapi tidak begitu dengan Putra. Ia khawatir jika ia adalah penyebab kecelakaan itu. Ia mempunyai firasat bahwa mobil yang ia tabrak saat itu adalah mobil yang ditumpangi Karenina bersama Bayu dan Alan. “Saat itu, Bayu, kamu dan Alan dirawat di rumah sakit Jakarta Hospital!?” Tebak Putra menatap Karenina dengan tatapan kosong. “Kamar VVIP 202, kamar tempat Bayu di rawat.”Karenina terkejut mendengar nama rumah sakit dan nomor kamar, tempat Bayu dirawat dulu.“Kamu kok bisa tahu?” Karenina bingung. Batinnya berkata mungkin Saskia yang bercerita.Putra menundukan kepalanya. Putra  mengurungkan niatnya untuk melamar Karenina. Tebakannya benar. Ia adalah penyebab kecelakaan itu. Hatinya sedikit lega karena dulu ia pikir, orang yang ditabraknya tidak selamat. Namun ia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Jika kecelakaan itu tidak ada, Hidup Karenina dan Alan pasti tidak akan serumit sekarang. “Maafkan saya Nin,” Putra memberanikan diri untuk mengakui kesalahannya. Karenina menatap Putra dengan kebingungan dan tanda tanya.“5 tahun lalu saya sudah ingin meminta maaf padamu, saat saya melihatmu menangis di lorong rumah sakit, tapi setelah itu kamu langsung pergi,”  Ucap Putra.“Maksud kamu gimana ya Put?” Karenina sama sekali tidak paham yang dibicarakan Putra.“Waktu itu saya sangat mengantuk setelah dua hari belum tidur karena operasi besar. Hujan deras dan rasa kantuk mengaburkan penglihatan, lalu tiba-tiba saya sudah menabrak mobil sedan putih di persimpangan jalan Asia Afrika,” Putra menjelaskan dengan hati-hati. “Kalau benar tanggal kecelakaan kalian 2 Februari, saya rasa, mobil yang saya tabrak itu adalah mobil kalian.”Karenina terkejut mendengar pengakuan Putra. Ia melihat dan merasakan rasa bersalah yang mendalam dari raut wajah Putra. “Ya Allah, kok bisa kebetulan begini?” Tanya Karenina tidak percaya. Ia menyentuh kedua tangan Putra dengan lembut. “Saya gak sangka kita bisa dipertemukan seperti ini.” Putra bingung melihat jawaban dan ekspresi Karenina yang biasa saja. Tadinya ia sempat mengira, Karenina akan merasa sedih dan kecewa. “Iya, saya juga sama sekali tidak menyangka Nin,” Kata Putra sedikit lega karena tidak melihat kesedihan di dalam diri Karenina. Ia pun memutuskan untuk tidak membahasnya lagi. “Saya tahu pasti kamu merasa bersalah Put,” Karenina berkata dengan lembut memberitahu Putra apa yang ia rasakan. “Bagi saya, semua kejadian yang pernah saya alami hanyalah proses dalam perjalanan di kehidupan ini. Kejadian-kejadian itu dan semua pilihan yang saya ambil, hal Itu yang pada akhirnya memberikan saya kehidupan dan kebahagian seperti sekarang.” Putra kagum dengan kebesaran dan ketabahan hati karenina. “Musibah siapa yang pernah tau sih Put,” Ucap Karenina. “Tinggal bagaimana cara kita menyikapi dan menjalaninya saja.”“Makasih ya Nin,” Kata Putra. Ia tersenyum hangat, menggenggam erat tangan Karenina. “Sudah malam, besok harus jadi pak dokter loh pagi-pagi!” Karenina mengingatkan Putra. Putra melihat jam tangannya dan pamit pulang. “Makasih makan malamnya ya Nin. Besok saya masih boleh main kesini kan?” Canda Putra.“Ih apaan sih!” Karenina menepuk lengan Putra. “Kapan aja boleh kok.”Karenina mengantar Putra sampai di depan gerbang, ia memperhatikan Putra berjalan meninggalkan Tangerine. Setelah Putra tak terlihat lagi dari pandangannya Ia menuju ke dalam rumah tertawa kecil mengingat kembali cerita yang Putra sampaikan tadi. Batinnya berkata bahwa takdir begitu lucu. Dua hati yang dipertemukan kembali di persimpangan waktu, dimana dulu mereka pernah berada ditempat yang bersamaan tanpa saling menyadari.

Tangerine

Bab 17 - Selamat Datang Kembali

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Kebahagiaan sejati tidak selalu terletak pada materi yang berkecukupan dan kesuksesan. Kadang-kadang, kita perlu meluangkan waktu untuk bersantai, menikmati kebersamaan dengan keluarga dan teman-teman, serta menemukan keseimbangan dalam hidup”      3 bulan berlalu. Setiap pagi, sebelum matahari terbit, Alan sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Ia belajar dengan giat di sekolahnya, berusaha menyerap pelajaran-pelajaran baru yang diajarkan. Setelah pulang sekolah, jadwalnya masih belum selesai. Alan harus mengikuti bimbingan belajar untuk mengejar ketertinggalannya  dalam kurikulum sekolah yang baru. Pulang dari bimbingan belajar, Alan masih harus mengikuti les bahasa Inggris dan matematika sampai sore.Hari Sabtu adalah hari yang paling dinantikan oleh Alan, karena Ia  mengikuti les berenang di pagi hari. Satu-satunya kegiatan yang ia suka karena memberikan kesenangan dan kebebasan baginya. Setelah berenang, Alan mengikuti les bahasa Mandarin yang menurutnya adalah pelajaran tersulit. Minggu adalah hari yang agak berbeda untuk Alan. karena ia hanya memiliki satu jadwal les, yaitu musik. Alan belajar memainkan berbagai alat musik, seperti piano dan gitar. Namun disetiap waktu luang yang dimiliki Alan, Bu Nova selalu memaksanya untuk menghabiskan waktu dengan membaca buku-buku ensiklopedia di rumah.Rutinitas ini berulang setiap hari. Kesibukan Alan dengan jadwal lesnya mulai membuatnya merasa jenuh dan lelah. Ia merasa bahwa hidupnya hanya terpaku pada jadwal yang begitu ketat, tanpa ada waktu untuk bersantai dan menikmati kehidupan sebagaimana anak-anak sebayanya.Alan sama sekali tidak pernah bersenang-senang. Ia sering melihat keluar jendela dari kamarnya, berharap ada beberapa anak seumurannya yang bermain di luar. Tapi di lingkungan tempat ia tinggal sangat sepi. Hanya rumah-rumah besar saja di kanan dan kiri, ia tidak pernah melihat anak-anak bahkan orang dewasa berkumpul, berbincang, atau bermain di luar rumah. Malam itu Alan tidak bisa tidur. Ia menendang-nendang bantal yang berbentuk bola ke dinding kamarnya. Ia melihat keluar jendela, melamun dan teringat akan kehidupan di desa. Di sana, ia bisa berlarian di sepanjang jalan, menikmati angin sepoi-sepoi, dan bermain dengan teman-temannya tanpa ada tekanan jadwal yang begitu ketat.Alan mulai merasakan kerinduan yang mendalam akan kehidupan sederhana di desa bersama teman-teman dan keluarga di sana. Ia merindukan hangatnya pelukan ibunya, serta suasana kekeluargaan yang begitu akrab. Ia rindu pie keju susu.Setelah lamunan yang cukup panjang dan pikiran yang matang, Alan akhirnya menghubungi Ibunya. Ia meceritakan segala kegiatannya di Jakarta dan betapa Bu Nova memaksanya untuk terus-terusan belajar tanpa diizinkan bermain bola. “…Alan sudah gak sanggup lagi ma, kepala Alan pusing. Alan gak bahagia disini,” Cerita Alan pada Ibunya melalui panggilan video.Karenina sungguh tidak tega melihat wajah anaknya yang lesu dari layar ponselnya.“Sekarang, Alan siapin semua barang-barang Alan untuk dibawa pulang. Besok kamu aktifitas seperti biasa saja, sampai mama datang ya,” Perintah Karenina. Ia memutuskan untuk menjemput Alan pagi-pagi sekali.“Serius ma?” Raut wajah Alan berubah seketika menjadi bahagia dan berseri. Karenina mengangguk. “Besok mama akan berangkat pagi-pagi, mungkin sampai Jakarta bisa malam. Kamu siap-siap saja ya!” “Oke ma, oke! Alan siap-siapin barang dulu ya. Makasih ya ma. Sampai besok!” Kata Alan mengakhiri panggilan videonya dengan semangat. Malam itu adalah malam yang paling bahagia untuk Alan. Ia sangat bersemangat memasukan pakaian serta barang-barangnya ke dalam koper dan tas ranselnya. Setelah semua beres ia langsung beranjak ke Kasur, memejamkan matanya memaksa diri untuk tidur. Ia tidak sabar menyambut hari esok. Kesokan paginya Alan menjalani aktifitas seperti biasa. Sore hari pukul 6 ia sudah sampai di rumah dengan hati yang gelisah tak sabar menunggu ibunya datang. Pukul 9.00 malam, terdengar pintu bell berbunyi dari bawah. Saat itu Bayu dan Deasy sudah ada di rumah. Alan mengintip dari atas saat pelayan membuka pintu dan memanggil Pak Bayu. Alan melihat Ibunya dan Putra memasuki pintu depan. Ia segera mengambil barang-barangnya yang telah ia siapkan dan bergegas menghampiri mereka. Sampai di bawah terlihat wajah Bayu yang bingung dan kesal.“Bukannya kita sudah sepakat, saya bisa membesarkan Alan?!” Kata Bayu kesal.“Bukan saya, tapi ini kemauan Alan sendiri,” Jawab Karenina dengan santai. “Kamu bisa tanya langsung sendiri ke anaknya,” Karenina menunjuk Alan yang sudah siap dengan koper dan tasnya.“Alan?” Tanya Bayu menunggu penjelasan.“Maaf pak, Alan gak kuat tinggal disini, Alan gak bahagia dan gak nyaman,” Jawab Alan. Ia berjalan ke arah Ibunya. “Terimakasih untuk semuanya pak.”“Kenapa kamu gak bilang Alan? Bapak kira, kamu nyaman dan bahagia tinggal disini,” Tanya Bayu “Alan tidak sedekat itu sama kamu Mas, tidak mungkin Alan mengatakan apaun yang ia rasakan,”  Ucap Karenina.“Makanya beri aku kesempatan!” Bayu terlihat kecewa dan sedih.“Ini keputusan Alan sendiri Pak Bayu. Alan harap Pak Bayu tidak memaksa Alan untuk tinggal disini lagi, Alan gak mau!” Kata Alan tegas. Mendengar perkataan dari anaknya, hatinya sakit. Ia  tidak bisa berbuat dan mengatakan apa-apa lagi. Hanya bisa pasrah dan mengikhlaskan kepergiannya anaknya. Setelah mereka berpamitan, Bayu terus berdiri di luar rumah, memandangi mobil mereka yang pergi menjauh sampai tidak terlihat lagi.** Dalam perjalan pulang, Putra menghentikan mobilnya disalah satu hotel untuk beristirahat dan akan melanjutkan perjalanan besok pagi. Sepanjang malam di kamar hotel, Alan sangat senang, ia tak berhenti bicara menceritakan semua pengalamannya  dari mulai bersekolah di sekolah yang bagus sampai betapa galaknya Bu Nova. Ia berulang-ulang mengatakan betapa ia rindu main bola bersama teman-temannya. Karenina merasa lega dan bahagia karena akhirnya Alan memilih tinggal bersamanya lagi atas dasar pengalaman dan keputusan Alan sendiri. Putra ikut bahagia melihat Karenina dan Alan yang begitu asik bercerita. Pagi-pagi sekali mereka melanjutkan perjalanan. Seperjalanan menuju desa, mereka berhenti beberapa kali di lokasi yang bagus untuk bermain dan berswafoto. Saat melewati sebuah pantai yang indah, Putra mengajak Alan bermain bola di pinggir pantai sambil menikmati es kelapa segar. Lalu mereka berhenti lagi saat melewati pasar karnaval untuk bermain sebentar.  Saat melewati toko-toko barang antik, mereka mampir sebentar untuk rehat dan melihat-lihat. Putra melihat sebuah patung kecil dari kayu berbentuk seorang anak memegang bola. Putra membelinya dan menghadiahi itu untuk Alan. Putra sangat senang melihat ekspresi Alan yang sepertinya menyukai hadiah kecil pemberiannya.  Akhirnya mereka tiba pukul 9 malam di Tangerine. Bu Ambar, Saskia, Umay, dan teman-teman sekolah Alan sudah menunggu di halaman dengan tidak sabar. Mereka sudah menyiapkan kejutan selamat datang, menghiasi kafe dengan bendera warna warni berbentuk bola. Bu Ambar juga sudah menyiapkan kue pie susu keju kesukaan Alan. Teman-teman Alan berlari keluar kafe saat mendengar suara mesin yang halus dan bunyi dari ban mobil yang melindas batu-batu kecil. “Alan! Alan!” Teriak teman-temannya. Saat mobil berhenti, Alan langsung membuka pintu dan berlari ke arah teman-temannya. Mereka saling berpelukan dan bercanda riang. Bu Ambar berjalan cepat, memeluk dan menciumi wajah Alan. Semua terlihat sangat senang menyambut Alan. Alan merasa begitu bahagia dan lega. Ia  disambut oleh kehangatan orang-orang yang benar-benar peduli. Akhirnya ia bisa merasakan kembali kehidupan yang lebih sederhana dan penuh kebahagiaan, tanpa harus terbebani oleh jadwal les yang begitu padat.“Makasih ya sudah menemani saya perjalanan jauh,” Kata Karenia pada Putra. Ia membuatkan teh wedang ronde hangat untuk Putra agar rasa letihnya berkurang setelah perjalanan jauh. “Sama-sama Nin,” Kata Putra menyeruput teh bikinan Karenina. “Wah harum sekali, capeknya langsung hilang,” Kata Putra tersenyum dari balik kacamata bulatnya. Karenina merapikan area dapurnya setelah dua hari ia tinggalkan. Ia merasa ada beberapa barang yang tidak pada tempatnya. Putra memperhatikan Karenina dari balik kaca mata bulatnya. Pikirannya sibuk, memikirkan apa yang telah dilalui Karenina dan Alan, ia khawatir Bayu akan kembali pada mereka. Batinnya bertanya-tanya, apakah ia harus segera melamar Karenina? Dalam pikirannya, Putra mencari-cari kapan waktu terbaik untuk melamar wanita yang ia cintai ini. Ia tidak ingin banyak membuang waktu. Karena ia tidak pernah tau hal apa yang menanti di depannya. “Put! Put!” Suara lembut Karenina menyadarkan Putra dari lamunannya.“Eh, ya Allah, iya Nin?” Sahut Putra.“Capek banget kayaknya,” Kata Karenina yang melihat Putra melamun. “Istirahat dulu sana, sekali lagi makasih banget ya udah ditemenin jemput Alan. Maaf jadi ngerepotin” Kata Karenina merasa bersalah.“Enggak apa-apa kok. Saya cuma ngantuk aja, sedikit!” Jawab Putra.  “Ya sudah, saya pulang dulu ya.”Karenina mengangguk dan melambaikan tangannya “Hati-hati Put!” Putra membalas dengan senyum. Dan berlalu pulang.

Tangerine

Bab 16 - Kehidupan Baru

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Keberanian bukanlah ketiadaan ketakutan, tetapi kemampuan untuk melampaui ketakutan.” Sabtu pagi dini hari, semua orang berkumpul di depan mobil Bayu, menghantar kepergian Alan. Angin sepoi-sepoi bertiup membelai daun-daun pohon Tangerine. Langit pagi yang mendung menciptakan suasana sedih memayungi momen perpisahan. Alan berdiri dengan tas ransel besar di punggungnya. Perasaannya bercampur aduk antara kegembiraan hidup di Jakarta dan kesedihan karena meninggalkan keluarganya. Ia memandang mereka dengan mata berkaca-kaca, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh. Begitu pun sebaliknya, Karenina berusaha tersenyum sambil menahan air mata dan kesedihannya.Mobil Bayu menunggu dengan mesin yang menyala. Bayu menatap Alan dengan penuh pengertian, memberi mereka waktu yang dibutuhkan untuk mengucapkan selamat tinggal. “Alan kapan boleh pulang ketemu Mama?” Tanya Alan pada Bayu. “Setiap liburan sekolah, kamu pasti boleh kembali kesini,” Jawab Bayu. “Atau kapanpun kamu merasa ingin pulang, Saya pasti akan antar kamu kesini lagi.”Alan masuk ke dalam mobil Alphard hitam sambil melambaikan tangan ke orang-orang sekitarnya sampai mobil yang dikendarainya menjauh dan Tangerine tidak terlihat lagi. Deasy yang duduk di samping Alan di kursi belakang terlihat kesal. Iya tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan anak kecil ini. Protes yang ia lakukan terhadap Putra hanya berujung pada pertengkaran, ia pun memutuskan untuk mengikuti kemauan suaminya. Suasana mobil sangat hening dan canggung. Alan tidak berkata sepatah katapun semenjak meninggalkan Tangerine, ia hanya memandang ke arah luar jendela sambil mendengarkan musik melalui headsetnya yang besar. “Alan, kamu sekarang bisa panggil saya papa ya, Gak usah canggung,” Kata Bayu senang. “Kamu juga bisa panggil istri saya, Mama Deasy.”“Panggil saya Ibu saja!” Ucap Deasy ketus.Alan merasakan aura yang tidak menyenangkan dari wanita yang duduk di sampingnya. Hatinya langsung gelisah, mengkhawatirkan dirinya sendiri. Apakah ia akan baik-baik saja nanti, batinnya.“Saya akan panggil Bapak saja,” Jawab Alan dengan nada datar. Bayu kecewa, namun ia membiarkannya. Ia sudah cukup bersyukur Alan mau ikut bersamanya. “Oh iya, kamu suka sepak bola kan?” Tanya Bayu berusaha mencairkan suasana. “Bapak sudah daftarin kamu di sekolah yang bagus dengan tim sepak bola terbaik. Pelatihnya hebat mantan pemain bola nasional.” Bayu melihat Alan mengangguk dari bangku penumpang depan. Ia mengira, Alan pasti akan senang jika membicarakan bola. “Sudah jangan ditanya-tanya terus, anaknya diam aja,” Kata Deasy ketus. “Lebih baik kamu tidur saja. Perjalanan masih jauh.” Bayu kesal mendengar ucapan Deasy yang ketus, ia merasa tidak enak dengan Alan. Bayu menoleh kebelakang dan melihat Alan sudah memejamkan matanya. ** Sesampainya di rumah Bayu, Alan keluar dari mobil dengan mata berbinar berdiri di depan pintu masuk rumah mewah yang megah. Ia memandang sekeliling dengan penuh kagum, tak percaya bahwa ia akan tinggal di rumah besar ini. Dinding-dinding yang tinggi dihiasi dengan lukisan-lukisan indah, dan lantai marmer yang bersih bersinar di bawah cahaya lampu gantung mewah.Bayu tersenyum hangat, merangkul pundak Alan dengan penuh kebanggaan. Ia membimbing anaknya melalui ruang tamu yang luas menuju tangga yang indah.Saat mereka sampai di lantai atas, Bayu membuka pintu kamar yang besar berwarna biru. Tempat tidurnya sangat bagus dengan selimut tebal bermotif Liverpool club bola favorit Alan, serta berbagai peralatan belajar yang lengkap. Ia melihat meja belajar besar dengan rak buku yang penuh dengan buku komik dan berbagai judul buku lain yang menarik.Namun yang paling mencolok adalah laptop terbaru yang diletakkan di atas meja. Layarnya berkilauan, keyboardnya bersih, menunggu untuk digunakan. Alan memandang laptop itu dengan mata terbelalak, tidak percaya bahwa ia memiliki sesuatu yang begitu luar biasa.Alan tersenyum bangga melihat reaksi anaknya. Ia mengusap kepala Alan dengan lembut sambil berkata, "Ini semua untuk kamu. Saya mau kamu merasa nyaman dan bahagia di rumah ini. Kamu bisa menggunakan semua ini untuk belajar dan bersenang-senang."Alan tidak bisa menyembunyikan ekspresi senang dari wajahnya. Dengan senyum lebar di wajah, ia segera berlari menuju laptop barunya, siap untuk memulai petualangan baru.“Saya tinggal dulu ya, kalo ada apa-apa kamar saya tepat diujung lorong itu. Kamu bisa mengetuk dulu sebelum masuk,” Kata Bayu lalu ia pergi meninggalkan Alan.Begitu ia melihat pintu kamarnya ditutup. Ia reflex mengunci pintu kamarnya itu, mengambil ponsel pintar dari dalam tas nya lalu menguhubungi Ibunya dengan panggilan video.“Assalamualaikum ma. Alan sudah sampe ni.” Sapa Alan saat ia melihat wajah ibunya.“Waalaikumsalam. Alhamdulillah. Kamu seneng Lan?” Tanya Karenina.“Ma, lihat ma! Kamar Alan kasurnya bagus banget. Meja belajarnya keren. Sama ini ma, laptop baru keren banget,” Alan mengarahkan ponselnya ke setiap sudut kamar barunya untuk dilihat ibunya. “Wah, bagus banget. Gak nyesel kan kamu ikut Om Bayu?” Tanya Karenina.“Ya gak sih. Tapi si Ibu Deasy ini kayaknya gak suka sama Alan,” Cerita Alan.“Itu mungkin karena dia belum kenal sama kamu, nanti lama-lama juga baik,” Jawab Karenina. “Kamu baik-baik ya disana! Yang nurut sama Om Bayu dan istrinya.” Alan mengangguk dan menyudahi panggilan video nya. **  Setelah mendengar kabar dari menantunya, Bu Nova pagi-pagi sekali sudah tiba di rumah Bayu. Ia sama sekali tidak menyangka Bayu menemukan Karenina, dan membawa pulang anaknya.Alan membuka pintu kamar yang diketuk. Seorang wanita berseragam hijau menyuruhnya turun untuk sarapan. Ia adalah pelayan dirumah besar ini. Alan melihat Bayu, Deasy dan seorang wanita tua sudah berkumpul di meja makan, lalu ia bergabung dengan mereka. Di depannya sudah ada sepiring nasi goreng dan segelas susu putih. Alan yang tidak menyukai susu putih langsung menyampaikannya pada Bayu.“Pak Bayu, apa bapak punya susu coklat?” Tanya Alan dengan sopan. “Di rumah ini, makan dan minum apa yang telah disediakan di atas meja!” Kata Bu Nova ketus. “Mama!” Ucap Bayu pada ibunya.“Anak itu gak boleh dimanja, harus diajarkan disiplin dan bersyukur,” Tegas Bu Nova. Alan menunduk takut, Ia memasukan nasi goreng ke dalam mulutnya lalu ia melihat senyum kecil dari wajah Bu Deasy. “Bi, tolong ambilkan susu coklat di kulkas!” Bayu memberi perintah pada pelayan wanita tadi. Wanita itu segera mengambil susu kotak dengan rasa coklat dari lemari es dan meletakkannya di depan Alan.“Makasih,” Ucap Alan.“Alan kalo sudah selesai makannya, kamu bisa bersantai dan main di kamar. Tapi besok kamu sudah mulai masuk sekolah ya,” Ucap Bayu. Alan mengangguk. “Ini brosur sekolah kamu yang baru!” Bayu memberikan setumpuk kertas berwarna warnai dengan gambar fasilitas sekolah yang megah. “Sudah bapak daftarkan juga kamu masuk tim sepak bola yang bagus. Kamu bisa lihat-lihat brosurnya sambil persiapan masuk sekolah besok.”“Kamu daftarin dia sepak bola?” Tanya Bu Nova terkejut. “Mama pikir, kamu mau kasih pendidikan yang terbaik, tapi kok malah disuruh main bola?” “Alan suka sekali main bola ma. Cita-cita nya jadi pemain timnas Indonesia yang hebat,” Kata Bayu bangga. “Iya kan Alan?”Alan hanya mengangguk ragu. Ia sangat takut, tidak berani melihat wajah Bu Nova.“Pemain bola gak ada masa depannya!” Kata Bu Nova ketus dan kesal. “Menjadi anggota keluarga kami, berarti menjadi pebisnis sukses, bukan olahragawan.” Bu Nova mempertegas. “Rubah semua ekstrakulikulernya! Biar mama yang urus pendidikan yang tepat dan bagus untuk Alan.” Bu Nova mempertegas.“Alan anak saya! Saya yang berhak memutuskan mana yang tepat dan tidak untuk Alan!” Suara Bayu meninggi dan tegas. Ia tak ingin keluarganya diintervensi lagi oleh ibunya. Bu Nova kesal dengan perkataan Bayu. Ia langsung meninggalkan meja makan diikuti dengan Deasy. Bu Nova  memanggil supirnya untuk kembali ke rumahnya.Baru kali ini dalam hidup Alan ia merasakan suasana yang mencekam. Jantungnya berdebar dan perasaanya gelisah. Begitupun dengan Bayu, ia takut Alan meminta pulang  ke desa karena tidak nyaman dengan situasi seperti ini. Bayu mengantar Alan ke kamar nya. Ia merasa tidak enak hati pada Alan dan khawatir Alan akan meninggalkannya.“Nenek kamu itu sebenarnya tidak sejahat itu,” Kata Bayu mencoba memberi penjelasan. “Dia cuma belum kenal sama kamu dan masih belum terbiasa saja karena punya seorang cucu.” Alan mengangguk pura-pura mengerti, Tapi pikirannya teringat kenangan dengan Bu Ambar dan Bu Broto. Mereka begitu sayang padanya walaupun ia bukan keluarga kandungnya. “Bapak berangkat kerja dulu ya, di laptop sudah banyak game terbaru supaya kamu gak bosan,” Kata Bayu. “Komik-komik itu juga bagus-bagus,  semua koleksi saya dari kecil,” Bayu menunjuk ke arah rak buku yang telah ia siapkan agar Alan merasa nyaman dan bisa betah.Lagi-lagi Alan hanya mengangguk patuh.Siang hari, pelayan wanita yang sama kembali mengetuk pintu kamarnya menyuruh Alan untuk turun makan siang. Di ruangan makan yang kosong ia melihat banyak makanan di atas meja. Tapi tidak ada satu orang pun disana. Semua pergi dengan kesibukannya masing-masing, hanya ada Alan sendiri di meja makan. Ia menyantap spaghetti dan susu coklat. Selesai makan, ia membawa sepiring penuh pizza dan beberapa kotak susu coklat ke kamarnya. Ia berharap tidak akan ada orang yang menyuruhnya untuk ke bawah lagi. Alan hanya ingin menikmati waktu dalam kamarnya bermain dengan laptop barunya. Waktu makan malam tiba, ia mendegar kembali suara ketukan di pintu kamarnya. Tapi Alan sengaja tidak menjawab. Alan bersembunyi dalam selimut tebalnya berpura-pura tidur tidak mendengar apapun. Ia mendengar pintu kamarnya dibuka. Wanita pelayan tadi membiarkan Alan yang terlihat sudah tidur. Ia membereskan meja, mengambil piring dengan sisa potongan pizza dan kotak-kotak susu yang sudah kosong, lalu mematikan lampu,  menutup pintu meninggalkan kamar Alan. Alan melepaskan diri dari selimut tebalnya. Ia mengambil ponsel, membuka galeri foto melihat-lihat foto bersama teman-temannya dan keluarga di desa sampai tak terasa ia sudah tertidur. ** Pagi-pagi sekali Alan bangun dan bersiap ke sekolah. Bayu menghampiri Alan ke kamarnya dan melihat Alan sudah rapi dengan seragam sekolah barunya. “Kamu siap hari pertama ke sekolah?” Tanya Bayu semangat.Alan mengangguk. “Ini uang harian untuk makan siang dan jajan di kantin sekolah,” Kata Bayu memberikan 5 lembar uang seratus ribu. Alan terkejut menerima uang jajan sebanyak itu. Biasanya ia hanya mendapat uang jajan sebanyak sepuluh ribu dari Karenina. “Ma, makasih Pak,” Jawab Alan memasukan uang tersebut ke dalam tas nya. Diantar Pak Bayu dan supirnya, Alan tiba di sebuah sekolah yang besar. Ia melihat murid-murid berdatangan yang juga diantar oleh mobil-mobil mewah. Alan melewati lapangan basket yang luas dan lorong-lorong kelas yang panjang dan dingin karena AC. Seorang guru menghampirinya dan menuntun Alan ke dalam kelas barunya.“Anak-anak, hari ini kita kedatangan teman baru dari Kota Malang,” Sapa Bu guru yang ramah. “Alan ayo perkenalkan diri kamu.” “Halo semua, nama saya Alan, Alan Wijaya,” Sapa Alan.“Hai Alan!” Kata semua siswa dalam kelasnya serentak.“Alan, kamu bisa duduk di meja kosong di samping Daniel!” Perintah Bu Guru. Kemudian Alan langsung menuju ke tempat yang dimaksud, dan mulai mengikuti pelajaran pertamanya yang sama sekali tidak ia paham. Sesampainya di rumah, Bu Nova sudah menunggu Alan di meja makan. Ia menghampiri Bu Nova untuk mencium tangan sesuai kebiasaannya. “Alan, saya harap kamu mengerti, jika ingin menjadi bagian dari keluarga ini berarti harus mengikuti peraturan saya!”  Bu Nova memulai pembicaraan. “Bermain bola tidak bisa memberikan kehidupan yang layak seperti yang kamu lihat ini. Kamu bilang sama papamu kalau kamu ingin fokus belajar untuk mengejar ketertinggalan di sekolah!” Perintah Bu Nova.Alan yang takut melihat wajah Bu Nova hanya bisa mengangguk. “Saya sudah mendaftarkan kamu les bahasa inggris, matematika dan mandarin. Sebagai pengganti Bola, saya mendaftarkan kamu mengikuti les berenang,” Kata Bu Nova memberikan kertas berisi jadwal les yang harus Alan ikuti setiap hari.Alan hanya bisa menerima semua ini dengan pasrah.

Tangerine

Bab 15 - Pilihan

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Hidup adalah tentang memilih. Hanya dalam kebebasan memilih kita menemukan keputusan yang benar.”     Pagi-pagi sekali Bayu sudah menunggu Karenina di meja resepsionis. Ia sudah tidak sabar untuk berbicara dengan Karenina, menjelaskan apa yang terjadi 5 tahun yang lalu. Ia pun ingin sekali kenal dan dekat dengan anaknya yang begitu ia sayangi sewaktu masih Bayi. Karenina menuruni tangga menuju meja resepsionis. Ia mengenakan sweater orange bunga-bunga dengan rambut panjang yang dikepang ke belakang. Bayu  terpesona melihat kecantikan Karenina yang tidak memudar. “Nina,” Sapa Bayu ragu.“Hi apa kabar Mas?” Ucap Karenina menguatkan dirinya.“Alhamdulillah saya baik. Kamu sendiri gimana?” Tanya Bayu.“Alhamdulillah, seperti yang mas lihat sendiri,” Jawab Karenina datar. “Jadi sudah mau check out?” Tanya Karenina dengan senyum ramah seperti yang selalu ia lakukan saat memperlakukan tamu-tamunya.  “Nin, Kita harus bicara!” Kata Bayu.“Silahkan berbicara disini,” Ucap Karenina tersenyum seperti sedang melayani tamu. Tak lama Deasy, istri Bayu menghampiri.  “Mau pesan apa mas?”“Des, ini Nina, Mantan istri saya,” Bayu memperkenalkan mereka berdua. “Dan ini Deasy, istri saya.”“Halo. Saya pemilik Tangerine,” Sapa Karenina menjulurkan tangan untuk bersalaman.Deasy sangat terkejut. Ia teringat sosok wanita yang tertangkap kamera ponselnya kemarin. Kini ia ingat pernah melihat foto wanita itu di lemari, dalam tumpukan baju suaminya. Deasy meraih tangan Karenina dan bersalaman.“Bagaimana pengalaman menginap bersama kami?” Tanya Karenina. “Apabila ada kritik dan saran, silahkan ditulis disini. Kami akan memperbaikinya,” Lanjut Karenina sambil memberikan sebuah kertas bertuliskan Masukan Dari Pelanggan.“Sebelum kesini, kamu tau ia pemilik penginapan ini mas?” Kata Deasy berbisik kesal.Bayu menggelengkan kepalanya. Ia sendiri pun tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Karenina dan Alan. Deasy pergi meninggalkan mereka dengan kesal kembali ke kamarnya. Ia mengemasi barang-barangnya ingin segera pergi dari Tangerine. Perasaan Karenina tidak enak saat melihat Deasy pergi dengan kesal. Ia duduk di sofa tamu, diikuti Bayu. “Mas Bayu, saya rasa tidak ada yang perlu dibicarakan. Semua sudah berlalu, dan kita hanya perlu menjalani hidup kita masing-masing seperti biasa.” Ucap Karenina.“Saya tahu Nin, tapi perceraian itu bukan kemauan saya,” Kata bayu membela diri.“Saya mengerti, tapi percuma Mas Bayu membahas ini. Semua tidak akan bisa kembali seperti dulu lagi,” Kata Karenina sambil mengangkat tangannya ke arah tempat Deasy berlalu tadi.Bayu pun sebenarnya mengerti dan paham. Tapi ia seakan berharap mereka bisa menjadi keluarga bahagia seperti dulu.“Lalu Alan? Ia masih anak kandung saya Nin. Setidaknya izinkan saya menjadi bapak yang bertanggung jawab,” Ucap Bayu “Dengan cara apa?” Tanya Karenina. “Izinkan saya membesarkan Alan, saya akan memberikan kehidupan yang lebih baik dan pendidikan yang terbaik di Jakarta,” Kata Bayu dengan yakin. Karenina terkejut mendengar Bayu ingin membawa Alan ke Jakarta. “Kamu yakin bisa membuat Alan bahagia? kamu belum kenal dia mas. Kamu gak tau apa yang Alan mau,” Jelas Karenina.“Dia bahagia Nin. Buktinya dia senang sekali dengan hadiah-hadiah pemberian saya,” Ucap Bayu. “Izinkan saya mencobanya Nin,” Paksa Bayu.Karenina terdiam. Hatinya gelisah. Ia tidak ingin melepaskan Alan. Tapi ia tidak ingin menjadi ibu yang egois. Ia melihat Alan begitu senang dengan hadiah-hadiah pemberian Bayu. Ia tidak mau menjadi seorang ibu yang jahat seperti ibu mertuanya yang memutuskan hubungan anak dengan ayahnya.“Saya akan coba bicara dulu dengan Alan,” Kata Karenina. “Jadi kapan rencana kalian akan kembali ke Jakarta?” Tanyanya.“Kami akan kembali Lusa, saya harap Alan bisa ikut bersama kami,” Kata Bayu.Karenina mengangguk lalu pergi meninggalkan Bayu. Hatinya gelisah namun ia harus tetap tegar. Bagaimanapun pertemuan kembali ini sudah jalan dari Tuhan yang harus ia jalani.  Setelah menyiapkan makan siang untuk para tamu homestay, Karenina berdiam diri di dalam kamar Alan sambil menunggu Alan pulang. Ia tengah berfikir bagaimana cara bicara dengan Alan mengenai Jakarta.“Ma, ngapain?” Alan membuka pintu kamar yang baru pulang sekolah. Ia melihat ibunya duduk termenung di kamarnya dan mencium tangannya.“Lan, sini duduk!” Kata Karenina menepuk Kasur disampingnya.Alan dengan bingung menuruti perkataan ibunya,“Lan, kamu seneng dapet barang-barang seperti itu dari Om Bayu?” Tanya Karenina membuka pembicaraan.“Game Nintendo?” Tanya Alan. “Ya seneng lah mah. Keren banget permainannya, canggih!.” Jawab Alan bersemangat.“Alan, Om Bayu, mau ajak kamu ke Jakarta. Katanya ia mau kenal sama kamu lebih dekat. Selama ini kamu kan sudah jadi anak baik bersama mama. Sekarang giliran papa kamu yang mau membesarkan kamu,”  Karenina menjelaskan dengan sangat hati-hati. Alan diam mendengarkan, wajahnya terlihat bingung. “Kenapa dia tiba-tiba datang ma?” Tanya Alan. “Karena bagaimanapun juga dia adalah papa kandung kamu. Tuhan yang membukakan jalan agar kalian bertemu,” Jawab Karenina, hanya itu yang terlintas dalam pikirannya.“Mama mau Alan pergi?” Tanya Alan terdengar sedih. Ia mengambil game konsol Nintendo Switch dari meja belajarnya dan memperhatikanya.“Ibu mana yang mau berpisah dengan anaknya Alan?” Kata Karenina menghampiri Alan dan memeluknya. “Begitu juga dengan seorang ayah. Pasti tidak ada ayah yang mau berpisah dengan anaknya.” “Alan mau coba dulu ?” Tanya Karenina. “Kalo Alan tidak suka, Alan bisa pulang. Tapi kalo Alan memang enggak mau tinggal di Jakarta, ya enggak apa-apa. Mama enggak maksa. Yang penting, mama sudah menyampaikan keinginan Om Bayu. Semua pilihan harus tetap  Alan yang memutuskan.” Alan masih teriam, dan melamun.   “Mama ambilin makan ya. Kamu pikirkan baik-baik,” Karenina mengelus kepala Alan dan pergi ke dapur mengambilkan makanan untuk Alan. Alan memandangi sekeliling kamarnya. Ia melihat foto-foto dirinya bersama Karenina, Saskia, warga desa lainnya dan teman-teman bermainnya yang menempel di meja belajarnya. Ia lalu mengambil ponsel pintar terbarunya, mengetikan kalimat Sekolah di Jakarta pada aplikasi penelusuran. Alan menemukan gambar-gambar gedung sekolah yang bagus dan tinggi disertai lapangan bola basket yang besar. Ada juga sekolah dengan lapangan tenis dan kolam renang. Seragam-seragam sekolah yang berwarna-warni,  kantin-kantin sekolah yang seperti restoran.  Karenina masuk membawa nasi dan ayam pedas manis kesukaan Alan. “Tuh, bagus-bagus kan sekolah di Jakarta,” Karenina mengintip ponsel Alan. “Jadi gimana, mau coba?” “Tapi Alan boleh telpon mama setiap hari?” Tanya Alan.“Ya harus dong! Pokoknya, apapun yang terjadi disana, kamu harus cerita ya!” Jawab Karenina. “Yuk, makan dulu ayamnya, nanti sore mau main bola kan, Biar semangat!” Alan mengangguk, mulai menyantap makan siang favoritnya sambil masih melihat gambar-gambar sekolah di Jakarta dari ponselnya. Karenina membiarkan Alan melakukan hal itu, lalu pergi ke area kafe menemui Saskia dan Umay. “Jadi kapan Alan pergi Mba?” Tanya Umay setelah mendengar cerita dari Karenina.“Lusa May,” Jawab Karenina muram.“Kenapa lo izinin sih Nin, lo yang susah payah ngebesarin Alan sampe sekarang, tau-tau dia datang seenaknya aja mau ambil Alan dari lo,” Kata Saskia emosi.“Bukan diambil kok Sas, katanya dia mau bertanggung jawab, mau kasih kehidupan dan pendidikan yang baik untuk Alan,” Jawab Karenina berusaha tegar.“Bertanggung jawab kan bisa dengan kirimin duit aja setiap bulan, gak usah pake ajak-ajak pergi segala,” Kata Saskia kesal, ia tidak setuju dengan kepergian Alan ke Jakarta.Karenina memeluk Saskia. “Gue juga sedih Sas. Gue sengaja kasih izin, karena gue pengen Alan sendiri nanti yang memutuskan ingin tetap tinggal bersama ayah kandungnya, atau kembali kesini tinggal bersama kita. Gue gak mau jadi ibu yang jahat, memaksakaan kehendak anak, dan memutuskan hubungan dengan ayah kandungnya,” Jelas Karenina dengan hati-hati.“Ibuku dan Bu Ambar pasti akan sedih banget,” Jawab Umay murung.Karenina mengangguk kecewa. “Tolong bantu kasih tahu ke Ibu mu ya May. Nanti biar saya yang bicara dengan Bu Ambar.” Umay mengangguk setuju.** Malam harinya Karenina pergi menemui Bu Ambar di rumahnya. Ditemani Putra, Karenina menceritakan rencana kepergian Alan ke Jakarta pada Bu Ambar dan Pak Joko. Bu Ambar yang sedih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia ingin sekali melarang kepergian Alan, tapi ia tahu ia tidak berhak untuk menggangu keputusan Karenina dan Alan. Bu Ambar makin merasa kasihan dengan Karenina. “Kamu yang sabar ya Nin. Kita sama-sama doakan yang terbaik untuk Alan,” Ucap Bu Ambar.Malam itu di ruang makan keluarga Bu Ambar suasana sangat dingin oleh kesedihan, sedingin cuaca gunung di malam hari.

Tangerine

Bab 14 - The Truth

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Takdir menghubungkan kita dengan kebenaran yang tersembunyi. Pertemuan yang diatur oleh alam semesta membawa kita pada pencerahan yang seharusnya terungkap." Pak Joko tiba dirumah pukul 8 malam. Tubuhnya terlihat letih dan mengantuk. Ia baru saja selesai berbincang dengan Bayu di kantornya mengenai pekerjaan.Bu Ambar yang melihat suaminya pulang langsung menyodorkan beberapa pertanyaan tentang Bayu.“Pak, Calon legislatif itu gimana orangnya?” Tanya Bu Ambar.“Wah, orangnya baik bu. Gak pelit. Setiap perjamuan selalu ia yang bayar. Dan belum jadi caleg saja, ia sudah banyak ngurusin fasilitas dan pelayanan di puskesmas,” Cerita Pak Joko bangga. “Dan katanya bu, jika ia terpilih menjadi caleg disini, berobat di puskesmas bisa gratis, pendidikan sekolah negeri gratis, setiap bulan akan ada pembagian sembako gratis, serta bonus setiap 2 bulan sekali untuk para pegawai kecamatan dan kelurahan,” Lanjut Pak Joko semangat. “Ah masa sih pak?” Tanya Bu Ambar ragu.“Makanya, Ibu bantuin saya untuk sebarin berita ini ke ibu-ibu lain pas arisan ya bu! Kalau Pak Bayu yang terpilih, kan ibu juga yang senang toh, dapat uang bonus dari bapak,” Kata Pak Joko meyakinkan. “Ya kalo terpilih toh pak, kalo gak terpilih?! Semua itu gak jadi?” Tanya Bu Ambar. “Harusnya kalau memang mau bagi-bagi sembako ya buktikan aja dulu sekarang, kenapa harus tunggu terpilih? ambil hati warga desa dengan tindakan dong pak! bukan hanya janji. Itu pamrih namanya!” Jelas Bu Ambar dengan sedikit kesal.“Ah kamu ini bu,” Sahut Pak Joko kesal. “Makin gak suka saya sama si Bayu, Bayu itu. Mau peduli tapi kok pamrih. Baguslah Karenina ninggalin dia dulu,” Kata Bu Ambar“Karenina?” Tanya Pak Joko. “Apa hubungannya Karenina dengan Pak Bayu toh Bu? Makin gak nyambung saja ibu ini.”“Eh pak, saya kasih tau ya, Bayu itu mantan suaminya Karenina. Hubungan mereka gak direstui sama Ibunya Pak Bayu. Karenina diusir dari rumahnya, dipaksa cerai, dikasih duit lalu disuruh pergi yang jauh!” Bu Ambar menjelaskan dengan jengkel. “Jahat toh pak!” “Astagfirullahaladzim.” Pak Joko terkejut mendengar cerita itu. “Masa si bu, jangan gosip lagi ah bu.” “Ya Allah ya Rabb, siapa yang gosip sih pak! Orang Kareninanya sendiri yang cerita,” Kata Bu Ambar. “Makanya, jangan sampe Karenina ketemu sama Pak Bayu. Biarkan hubungan Karenina dan anak kita tenang dan lancar tanpa gangguan.”“Karenina sama Putra berhubungan bu?” Pak Joko kembali terkejut tidak percaya. Dia merasa malu sekali atas perbuatannya dulu.“Iya! Makanya jangan sampai anak kita tau kamu pernah nyamain Nina sama perempuan-perempuan lain yang pernah kamu genit-genitin itu.” Kata Bu Ambar jengkel mengingat saat itu.“Ya jangan sampai tau lah bu. Malu saya. Lagipula saya kan sudah minta maaf ke Ibu dan Ke Karenina,” Jawab Pak Joko malu.“Wis tobat lah pak, mau apa lagi sih yang dicari di dunia ini!” Wejangan-wejangan dari mulut Bu Ambar mulai keluar tanpa henti seperti biasa saat ia sedang berdebat dengan suaminya. “Rumah wis bagus, kerjaan bapak wis bagus, punya anak wis jadi dokter sukses, punya istri cantik dan sabar, mau apa lagi toh pak?! Sekarang itu waktunya kita banyak-banyak ibadah…”Sementara itu disaat Bu Ambar masih bicara tanpa henti, Pak Joko mengendap-ngendap meninggalkan ruang makan menuju keluar rumah.“Bu, tak ngopi dulu ke rumah Cak Bagus, Assalamualaikum!” Teriak Pak Joko pamit dari depan pintu.Bu Ambar yang sudah terbiasa dengan sikap suaminya hanya bisa menghela nafas dalam-dalam. “Waalaikumsalam” Balas Bu Ambar.** Pagi hari ini, Tangerine cukup ramai. Banyak pendaki yang menikmati kopi panas, sarapan sambil menikmati alam dan udara yang dingin. Homestay pun sedang penuh, dan Karenina terlihat sibuk mengalihkan para tamu yang masih berdatangan ke rumah penginapan milik warga-warga lokal. Dari awal pembangunan, Karenina memang hanya berniat menyewakan 5 kamar kosong saja, agar para pendatang bisa menginap di penginapan warga desa lain. Karenina tidak ingin menjadi serakah, apalagi ia juga merasa sebagai pendatang. Ia ingin membantu, bekerja sama, dan memiliki hubungan yang baik dengan warga lokal. Kesibukan Karenina membuatnya lupa bahwa ada orang yang harus ia hindari. Sampai ia tidak menyadari Bayu sedang berdiri terpaku di depannya. Tubuh Bayu membeku, ia terkejut dan tidak mempercayai apa yang sedang dilihatnya sampai mata mereka berdua saling bertatapan di meja resepsionis. “Ma, Alan berangkat sekolah dulu,” Pamit Alan yang tiba-tiba datang.“Oh ayuk, mama antar ke depan!” Jawab Karenina pergi meninggalkan meja resepsionis seraya melarikan diri dari Bayu. Batinnya masih ingin menghilang dari Bayu. Mendengar Alan memanggil Karenina dengan sebutan mama, ia yakin sekali bahwa wanita yang dilihatnya itu adalah mantan istrinya, dan berarti Alan adalah anaknya. Lalu ingatannya kembali pada seorang dokter yang ia temui tempo hari di halaman. Batinnya bertanya-tanya apakah Karenina telah menikah lagi. “Sas, tadi gue gak sengaja ketemu Bayu. Dia lihat gue.” Cerita Karenina di area kasir kafe, setelah mengantar Alan sampai pagar.“Serius? Trus dia ngomong apa?” Tanya Saskia penasaran.“Gue langsung pergi sih pas Alan datang. Kayaknya ia juga denger waktu Alan panggil gue mama. Gue rasa dia sadar kalau yang dia lihat itu gue dan Alan.” Karenina menduga.“Jadi sekarang lo mau gimana Nin?” Tanya Saskia yang ikut terbawa suasana kalut.“Mau gak mau harus dihadapi Sas, semakin cepat dihadapi akan semakin cepat juga masalah selesai. Harusnya dari awal gue bisa menahan perasaan gue dan gak kabur,” Jelas Karenina. Saskia mengangguk, memeluk Karenina. Ia mendukung apapun keputusan sahabatnya itu. Bayu mengajak asistennya pergi ke kota tanpa mengajak Deasy istrinya. Karena merasa bosan, Deasy menghabiskan waktu di halaman kafe dengan ponsel pintarnya. Ia sibuk mengambil gambar pemandangan indah di kafe, pohon-pohon jeruk, dan pegunungan-pegunungan sekitar untuk diunggah ke sosial media. Tanpa disadari sosok Karenina yang sedang merapikan meja-meja kafe ikut terekam dalam tangkapan ponsel Deasy. Deasy memperbesar gambar itu karena tampak familiar, sepertinya ia pernah melihat paras wanita itu di suatu tempat, tapi ia tidak berhasil mengingatnya.  Menjelang sore Bayu kembali dengan tas belanjaan yang banyak. Ia duduk dibangku halaman kafe menunggu Alan. Selang beberapa lama Alan datang dengan baju dan sepatu yang kotor sehabis bermain bola. “Dek!” Teriak Bayu memanggil anak laki-laki yang ia yakini adalah anaknya “Sini sebentar!”Alan menghampiri Bayu. Ia bingung karena belum pernah ada tamu homestay yang memanggilnya. “Ada apa om?”“Dari mana kok kotor-kotor begini?!” Tanya Bayu heran. Ia membatin seharusnya anak kecil jangan dibiarkan main kotoran. “Mama kamu marah nanti!”“Enggak, mama gak pernah marah kalo aku main bola,” Jawab Alan kesal. “Ada apa sih om?”“Eh, nama kamu siapa?” Tanya Bayu.“Alan Om.” Deg! Jantung Bayu berdebar. Namanya sama persis dengan nama anaknya.“Nama om Bayu,” Ucap Bayu.“Ini, Om lagi bagi-bagi hadiah.” Bayu mengeluarkan kotak berwarna hitam dari salah satu tas belanjaannya yang bertuliskan Nintendo Switch, memberikannya ke Alan.“Wah, game keren nih om!” Alan terlihat senang dan bersemangat melihat game konsol yang selama ini hanya bisa dilihatnya di iklan televisi. “Ini buat aku om?” Tanya Alan memastikan.“Iya buat kamu, jadi gak usah main kotor-kotoran lagi kayak gini!” Jawab Bayu. Alan menghiraukan ucapan Bayu karena terlalu bersemangat membuka kotak tersebut.“Oh iya, ini juga buat kamu!” Bayu mengeluarkan kotak berwarna putih berisi ponsel pintar iphone terbaru.Alan melihat kotak berisi ponsel pintar merek terbaru itu dan tambah bersemangat lagi. “Ini juga buat aku om?” Tanya Alan tak percaya. “Makasih banyak ya om ya!” Ucap Alan. Bayu mengangguk. “Nah sama ini terakhir,” Bayu menyerahkan tas belanja warna putih berisi beberapa pasang baju-baju bagus. “Dipake ya!” Kata bayu.Ekspresi Alan sangat senang melihat barang-barang bagus yang ia dapatkan “Banyak banget om hadiahnya, Ini hadiah aku menang tanding bola kemarin ya om?” Tanya Alan menebak.Bayu bingung bagaimana menjelaskan untuk apa hadiah-hadiah itu, ia hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda setuju. “Eh besok kita jalan-jalan ke kota yuk! Katanya di sana ada wahana bermain yang bagus,” Ajak Bayu berharap Alan senang dan menyetujuinya. “Kalo ke kota aku harus izin orang tua ku dulu om,”  Jawab Alan yang lebih suka bermain bola daripada bermain ke wahana permainan. Tadinya ia ingin langsung menolak, namun tidak jadi, karena hadiah-hadiah bagus yang diterimanya. “Iya dong, tetep harus izin dulu,” Kata Bayu. “Ya sudah sana mandi! nanti sakit badannya kotor begitu.”“Ok, makasih om!” Ucap Alan sambil berlari pulang.** Karenina memanggil-manggil Alan dari luar pintu kamarnya mengajak makan malam, tapi Alan tak kunjung menyahut. Karenina menghampiri Alan dan melihat Alan tenggelam dalam game konsol terbarunya menggunakan headset besar. Ia mendekati Alan dan terkejut melihat barang mahal itu, ia juga melihat ponsel pintar merek terbaru diatas kasurnya, serta tas jinjing berwarna putih berisi pakaian-pakaian baru. Dikepalanya langsung terbesit pasti Putra-lah yang memberikan semua barang-barang mewah ini.Karenina melepaskan headset dari kepala Alan meminta perhatian. “Alan, ini semua dari Om Putra? Kan mama bilang jangan ngerepotin orang!” Kata Nina merasa tidak enak dengan Putra.“Bukan dari om Putra kok ini ma,” Jawab Alan. “Ini dari Pak Bayu  yang nginep di kamar bawah.”Jantung Karenina berdegup mendengar nama Bayu disebut. Dugaan Karenina benar, ternyata Bayu sudah menyadari kalau AIan adalah anaknya, tapi ia tidak menyangka Bayu akan bereaksi seperti ini  terhadap Alan. “Oh,” Kata Karenina terbata dan meninggalkan Alan.Karenina menghubungi Putra melalui ponselnya mengajak bertemu untuk mendiskusikan apa yang sedang terjadi. Hatinya kalut dan bingung apa yang harus ia lakukan.Tak perlu waktu lama Putra pun datang dan mereka berbincang di area makan homestay.“Sepertinya Bayu sudah mengetahui tentang Alan dan saya,” Ucap Karenina sambil memberikan segelas minuman wedang uwuh hangat untuk Putra. Aroma nya yang khas dan hangat memberi ketenangan di malam yang cukup dingin.“Terimakasih,” Kata Putra. “Ada baiknya kamu gak usah bersembunyi terus. Mungkin ini adalah jalan yang sudah ditentukan bahwa kalian memang harus bertemu untuk menyelesaikan segalanya. Bagaimanapun Alan juga kan anak kandung Pak Bayu.” Kata Putra memberikan saran dengan tenang dan berusaha bijak. “Apa saya harus menceritakan semua ke Alan juga?” Tanya Karenina. “Iya, dan saya rasa lebih cepat lebih baik. Sebelum ia mengetahui masalah ini dari orang lain,” Jawab Putra. “Apa kamu bisa menemani saya?” Tanya Karenina berharap Putra mau membantunya berbicara dengan Alan. Putra menganggukan kepalanya dan memeluk Karenina dengan hangat.Sementara itu, Bayu yang sedang duduk di area kafe melihat Karenina dan Putra dari luar jendela. Ia mengira mereka telah menjadi keluarga yang bahagia.  Putra dan Karenina menuju kamar Alan. Membawa soft drink dan kue pie keju susu kesukaan Alan. Malam itu Karenina memberitahu Alan bahwa Om Bayu adalah ayah kandungnya, dan ia menceritakan semuanya sampai dengan hubungan yang sedang Karenina jalani dengan Putra.Alan memakan kue pienya sambil menahan air mata. Ia sedih dan tidak tahu harus berkata apa-apa. Alan lalu memeluk Karenina, dan memandang ke arah Putra seakan-akan turut merasa bersalah.

Tangerine

Bab 13 - Antara Takdir Dan Kebetulan

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Kadang-kadang, takdir dan kebetulan bertemu di persimpangan jalan, menuntun kita pada jalur yang tak terduga, namun membawa makna yang mendalam." Pagi hari desa Bumiayu yang selalu dingin. Saskia melihat wanita cantik yang bersama Bayu kemarin berdiri dibawah pohon tangerine memperhatikan buah-buah yang sedang bermekaran. Saskia berinisiatif membuatkannya secangkir kopi hangat khas tangerine lalu menghampirinya. “Silahkan kopinya mbak.” Saskia memberikan secangkir kopi pada wanita itu. Wanita itu tekejut, melihat wajah ramah Saskia lalu menerima kopi itu. “Wah makasih, Saya Deasy.” “Saya Siska.” Balas Saskia merubah namanya berharap tidak dikenali. “Suami nya gak diajak jalan-jalan pagi sekalian mbak?” Saskia bertanya, ingin memastikan apakah wanita ini istri Bayu.“Suami saya sudah jalan kerja dari pagi mbak,” Jawab Deasy menyeruput kopi nya. “Hm..enak sekali kopinya, ada rasa dan aroma jeruk nya ya,” Kata Deasy kagum.Saskia membatin, firasatnya ternyata benar, wanita ini adalah istri Bayu. “Makasih Mbak, rasa jeruknya memang dari buah-buah di pohon ini yang kita petik langsung. Silahkan dinikmati,” Jawab Saskia lalu pamit pergi.Saskia mengetik pesan untuk Karenina memberitahu bahwa Bayu tidak ada di homestay dan ia bisa beraktifitas seperti biasa. Siang harinya terlihat Bayu dan Pak Joko kembali ke homestay untuk makan siang. Saat itu Bu Ambar sedang berkunjung dan berbincang tentang menu masakan dengan Karenina di area dapur. Karenina yang melihat sosok Bayu memasuki area homestay langsung berjalan cepat naik menuju kamarnya meninggalkan Bu Ambar yang tengah menjelaskan resep makanan. Bu Ambar bingung dan cukup terkejut melihat tingkah Karenina. Tidak biasanya Karenina bertingkah tidak sopan pergi meninggalkan orang di tengah pembicaraan. Bu Ambar yang penasaran menyusul Karenina menuju kamarnya.“Nin, kamu kenapa kok kayak orang kabur?” Tanya Bu Ambar begitu sampai di kamar Karenina.Karenina cukup terkejut melihat Bu Ambar menyusulnya. Melihat raut muka Bu Ambar yang sangat ingin tahu dan tidak ingin terjadi kesalahpahaman seperti dulu, Karenina memutuskan untuk menceritakan tentang Bayu dan semua kisah hidupnya.Bu Ambar seketika merasa bersedih, ia tidak percaya di dunia ini masih ada manusia yang tega memperlakukan menantunya dengan jahat. Ia membatin, seburuk-buruk sifatnya, ia tidak akan mungkin bisa setega itu.“Yang sabar ya ndok! Ibu ini gak akan sejahat itu sama kamu!” Ucap Bu Ambar mengelus pundak Karenina. “Untung kamu ketemu Putra, Nin. InshaAllah Putra gak akan ninggalin kamu,” Kata Bu Ambar. Karenina sedikit terkejut atas ucapan Bu Ambar karena ia pikir Bu Ambar belum tahu mengenai hubungannya dan Putra.“Kamu sementara ngumpet aja dulu kalo ada dia, Jangan sampai dia ngeliat kamu. Bisa-bisa dia minta balikan lagi, dan hati kamu jadi luluh,” Lanjut Bu Ambar menegaskan.“Ibu tau, tentang saya dan Putra?” Tanya Karenina. “Maaf ya bu, saya belum cerita. Saya takut Bu Ambar berpikiran yang tidak-tidak,” Karenina menjelaskan dengan sedih.“Ya gak apa-apa Nin, Ibu ngerti kok,” Jawab Bu Ambar. “Ya sudah kamu diem dulu disini. Biar Ibu bantu-bantu di bawah ya.” “Makasih ya bu.” Ucap Karenina lega karena Bu Ambar sangat memahami situasinya. Dalam keheningan, pikiran Karenina kalut.  Ia berpikir apakah seharusnya ia tidak lari dan menghadapi saja semuanya dengan berani. Dalam hatinya ada sedikit rasa bersalah juga karena ia pergi meninggalkan Bayu seperti kemauan mertuanya. Ia pun bertanya-tanya dalam hatinya, Apakah Bayu menanyakan dan mencari tahu  tentang dirinya dan Alan saat mereka pergi?.  Perasaannya untuk Bayu telah susah payah ia kubur dalam-dalam. Ia takut perasaan itu akan timbul kembali saat menatap langsung matanya sehingga bisa menyingkirkan rasa cinta nya untuk Putra.** Di bawah salah satu pohon tangerine, Alan dan Putra asik bermain bola dengan seru. Sore itu klinik sedang tidak ada pasien yang berkunjung, dan ia menyempatkan diri untuk bermain bola dengan Alan. Bayu yang jadwalnya sedang kosong terlihat duduk menikmati kopi sambil melihat Putra dan Alan bermain Bola dengan seru. Ia lalu menghampiri dan menyapa mereka. “Seru sekali mainnya. Anaknya usia berapa?” Tanya Bayu ramah pada Putra.“7 Tahun,” Jawab putra. “Bapak punya anak?” Tanyanya basa-basi.“Punya. Mungkin saat ini usianya sama dengan Anak bapak,” Kata Bayu memandangi Alan yang asyik bermain bola. “Enak sekali sepertinya bisa akrab dengan anak seperti itu,” Lanjut Bayu tersenyum iri melihat kedekatan Putra dan Alan. “O iya pak, saya dengar-dengar bapak salah satu calon anggota legislatif disini, kalo boleh tau dari partai mana pak?” Tanya Putra mengalihkan pembicaraan.“Saya dari Partai Indonesia Sejahtera. Bapak sendiri apa bekerja homestay ini?” Tanya Bayu.“Oh bukan. Saya dokter di klinik umum ujung jalan sana,” Jawab Putra sambil menunjuk kearah kliniknya. “Wah pak dokter. Berarti desa ini sudah cukup maju juga ya. Saya melihat bangunan sekolah negerinya-pun cukup bagus dan bersih, puskesmas sampai klinik pun sudah ada, walau masih kurang memadai,” Ucap Bayu. “Jadi kira-kira apa rencana bapak mengenai fasilitas dan pelayanan kesehatan di sini yang masih kurang memadai?” Tanya Putra, berharap perbincangan ini tidak akan kembali ke topik keluarga.“Inilah tujuan saya datang ke sini, untuk mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta apa saja yang menjadi perhatian utama penduduk di sini. Memperbaiki serta menambah fasilitas dan pelayanan kesehatan akan saya masukan dalam program kerja saya jika saya menjabat nanti,” Bayu menjelaskan dengan seksama. Dan percakapan mereka pun menjadi percakapan mengenai pekerjaan dan keadaan desa sekitar. Disisi lain, Karenina melihat pemandangan itu dari jendela kamarnya. Ia merasa gelisah, takut jika Bayu mengenali Alan. Pikiran Karenina kalut, berbagai pertanyaan memenuhi kepalanya. Mungkinkah pertemuan kembali dengan seseorang adalah bagian dari rencana yang lebih besar yang telah disusun oleh takdir? atau mungkin itu hanya kebetulan yang menghadirkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan menemukan kedamaian?

Tangerine

Bab 12 - Yang Tiba-Tiba Datang

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Ketika kita bersembunyi dari masalah, kita hanya menunda ketidakpastian. Maka hadapilah dengan keberanian, karena hanya dengan menghadapinya kita bisa menemukan kedamaian sejati.”     Pukul 20.00 Pak Joko duduk bersama rekan kantor di area favoritnya di Tangerine. Mereka sedang menunggu tamu-tamunya datang.“Pak Joko, pesanannya apa mau dibuatkan sekarang?” Tanya Saskia yang merasa sudah 1 jam berlalu setelah Pak Joko memesan beberapa makanan dari menu Tangerine.Pak Joko melihat jam tangannya. “Iya boleh, tolong dibuatkan sekarang saja mbak, mungkin sebentar lagi tamu saya yang lain datang.” Jawab Pak Joko.Saskia mengangguk dan berlalu ke area kasir memberikan kode pada Karenina untuk memproses pesanan. Karenina lalu pergi menuju dapur.Sesaat kemudian terlihat beberapa orang berpakaian rapi memasuki area kafe. Terlihat seorang pria tampan berpakaian kasual sangat rapi terlihat berwibawa menggandeng seorang wanita cantik nan elegan yang mengenakan hak tinggi. Mereka berjalan berdampingan terlihat seperti pasangan yang sangat serasi, diikuti oleh 3 orang laki-laki lain dibelakangnya.Pak Joko bergegas menghampiri mereka untuk menyambutnya, dan mempersilahkan mereka duduk di tempat yang telah ia sediakan.Saskia yang standby di area kasirnya selalu  memperhatikan para tamu yang datang maupun dan pergi. Saat Ia melihat tamu-tamu yang baru datang itu, matanya tertuju pada wajah yang sangat ia kenal. Ia menegaskan matanya sekali lagi, dan ia tidak salah mengenali wajah pria itu. Ia langsung membalikan badannya, berharap pria itu belum melihatnya lalu ia mengambil ponsel dari sakunya menghubungi Umay.“Yank kamu dimana?” Tanya Saskia dengan suara terkejut dan buru-buru.“Di homestay yank, diruang inventory. Kenapa?” Tanya Umay mendengar suara Saskia yang tidak seperti biasanya.“Yank, tolong kesini dulu sekarang yank!, ke kasir ya sekarang!” Perintah Saskia dan langsung mengakhiri panggilan. Ia berjalan cepat kebelakang sebelum Pak Joko memanggilnya untuk meminta sesuatu.“Ih kamu kenapa buru-buru begini?” Umay memegangi tubuh Saskia saat mereka berpapasan.“Yank, tolong gantikan aku sebentar dikasir yank!” Pinta Saskia.Umay bingung dan khawatir melihat kekasihnya gelisah. “Iya kenapa dulu?” “Ada mantan suami Nina. Tamunya Pak Joko,” Jawab Saskia panik. “Aku mau kasih tau Karenina dulu, sebelum dia keluar.”“Waduh,” Umay seketika menjadi ikutan panik dan bingung. “Emang bahaya, apa gimana sih yank?” “Nanti, nanti ya aku ceritain. Udah kedepan dulu sana!” Kata Saskia dan berlalu mencari Karenina. Saskia menemui Karenina di ruang makan homestay , ia terlihat sedang berbincang dengan sepasang tamu. “Nin, sini sebentar!” Saskia menarik lengan Karenina, dan menganggukan kepalanya ke arah para tamu seraya berkata permisi.“Permisi sebentar ya mbak, mas!” Ucap Karenina pada sepasang tamunya.Saskia menarik lengan Karenina dan berjalan cepat menuju kamarnya di lantai atas. “Sas, pelan-pelan sih! Ada apaan?” Tanya Karenina bingung.Saskia menutup pintu kamarnya. Ia lalu menuju jendela kamar yang pemandangannya menuju kafe. Saskia membuka tirai abu-abu dan menunjuk ke salah satu meja di bawah area kafe. “Bayu Nin. Bayu!” Tunjuk Saskia.Karenina masih bingung. “Bayu?!.” Tanya nya. “Bayu?.. Bayu!” Ia bertanya dan menjawab pertanyaannya sendiri.Saskia menganggukan kepalanya.Seketika itu juga Karenina langsung merasakan rasa panas dari kepalanya menjalar keseluruh tubuhnya. Padahal cuaca malam itu begitu dingin, Karenina langsung melepas sweater orange yang sedang dikenakannya, berlari ke arah jendela tempat Saskia berdiri untuk melihat dengan kepalanya sendiri.Ia sangat mengenali postur tubuh mantan suaminya itu dari atas. Wajah Bayu menghadap ke atas, matanya berkeliling memperhatikan suasana kafe. Karenina langsung yakin itu adalah mantan suaminya saat melihat wajahnya dengan jelas. Karenina menutup tirai jendela dengan keras dan panik. Berfikir apa yang akan dilakukannya setelah ini.“Tenang! Rileks! Tarik nafas!” Saskia menenangkan. Diikuti dengan Karenina yang menarik nafas panjang. Saskia mengintip kembali melalui tirai jendela. Lalu melihat Putra datang menuju area kasir. “Nin!! Putra!” Saskia mengetuk-ngetukan jari telunjuknya di kaca jendela dengan panik. “Pasti nyariin elo!”Saskia bingung. Ia tidak mungkin pergi ke kafe. Pasti jika Bayu melihatnya, ia akan mengenalinya juga. Saskia menghubungi Umay melalui ponselnya.“Yank. Malam ini aku sama Nina libur dulu ya.” kata Saskia melalui telepon.“Ada Putra di sini Yank, nyariin Mba Nina, aku bilang apa?” Tanya Umay “Kita ada di atas sih. Kata Nina, Putra langsung ke atas aja.” Jawab Saskia.“Yowes. Kabarin loh ya kalo ada apa.” Kata Umay dan mengakhiri percakapan singkat di ponsel. Tak lama terdengar suara ketukan dari luar kamar. Saskia membuka pintu. Melihat Putra yang datang, ia mempersilahkan Putra masuk dan mempersilahkan duduk dimanapun ia suka.Melihat wajah tegang dari kedua wanita itu, Putra merasa tidak enak. “Wah, maaf, saya jadi ganggu,” kata Putra yang mengira mereka sedang membicarakan hal yang penting.“Saya tunggu di bawah ya Nin,” Kata Putra.Karenina menghalau Putra. Seketika itu ia merasa Putra harus mengetahui apa yang sedang terjadi, dan apa yang pernah terjadi pada hidupnya. Untuk menunjukan perasaan Karenina yang serius pada Putra, ia memutuskan untuk tidak menyimpan rahasia apapun.“Gak apa-apa Put, sekalian ada yang mau kita ceritakan.” Kata Karenina. Wajah Putra ikutan menegang mendengar perkataan itu. Karenina menghela nafas panjang. Ia lalu menuju jendela ruangan, jari telunjuknya mengetuk kaca menunjuk sesuatu.  “Pria yang duduk di depan pak Joko itu Bayu, mantan suami saya.”  Putra menghampiri Karenina, dan melihat ke luar jendela. Ia melihat seorang pria tampan dan berwibawa sedang berbincang di bawah sana. Pikirannya kosong, tidak tahu bagaimana menanggapi perkataan Karenina.Karenina menceritakan dengan singkat apa yang terjadi 5 tahun lalu, bagaimana mereka berpisah dan akhirnya Karenina bisa mendirikan Tangerine. Putra mendengar dengan seksama. Ia dapat mengambil kesimpulan bahwa perpisahan mereka bukan karena kehendak mereka masing-masing, namun karena keterpaksaan. Tidak menutup kemungkinan perasaan Karenina dan Bayu akan kembali saling mencintai seperti dahulu. Saskia melihat rahut wajah khawatir Putra menepuk pundaknya. “Eh, gak usah khawatir. Lihat tuh perempuan yang disamping Bayu. Itu pasti istrinya. Orang nempel banget begitu.” Kata Saskia mencairkan suasana. Saat itu Putra sangat penasaran tentang apa yang akan Karenina lakukan. Namun ia membiarkan dan menahan rasa penasarannya. Putra ingin menghargai privasi Karenina dengan membiarkannya berpikir sendiri dahulu.“Kamu yang tenang ya. kamu pasti bisa lalui semua ini,” Putra mengelus lembut kepala Karenina. “Kamu gak apa-apa?” Tanya Karenina dengan perasaan tidak enak.“Saya gak apa-apa Nin. Apapun yang akan kamu lakukan, saya yakin pasti itu sudah keputusan yang terbaik untukmu dan Alan.” Jawab Putra mengelus lembut lengan Karenina, berusaha terlihat gentle dan menyembunyikan perasaan takut kehilangan kekasihnya itu.Tak lama ada pesan masuk ke ponsel Saskia dari Umay.Umay : Yank, Pak Bayu mau menginap 5 malam. Pak Joko minta disiapin kamar yang paling bagus katanya.Saskia memperlihatkan isi pesan itu pada Karenina dan Putra.Homestay dan kafe hanya dikelola oleh mereka bertiga dengan Umay. Pasti mereka akan selalu berpapasan dan berinteraksi dengan seluruh tamu.  “Gue belum siap kalo harus ketemu sama dia sekarang, Sas.” Kata Karenina bingung. “Gue rasa, kalo gue ubah penampilan gue sedikit, Bayu gak akan ngenalin gue. Lagian dulu juga gue gak begitu sering ketemu dia.” Terlintas ide cemerlang di pikiran Saskia. Ia membuka lemari Karenina mencoba mencari sesuatu untuk mengubah penampilannya. Ia menemukan pashmina hitam lalu mengenakan di kepalanya sebagai hijab. Kemudian ia melihat kaca mata putih dengan frame merah tebal di atas meja rias dan langsung menggunakannya juga.“Apakah sudah terlihat tidak seperti Saskia?” Tanya Saskia. “Mbak, siapa ya? boleh kenalan?” Ledek Putra.Karenina mengangguk tersenyum. “Sorry ya Sas, gue jadi ngerepotin.”  “Anything for you lah Nin. Lo tuh udah ngasih gue kehidupan yang layak selama 5 tahun ini. Masa iya masalah gini aja gue gak bisa handle,” Jawab Saskia. “Oke lo tenang aja disini. Biar kafe dan homestay gue yang handle.” Kata Saskia.“Eh tapi Alan gimana?” Putra tiba-tiba teringat Alan.“Sepertinya Alan akan baik-baik saja aktifitas seperti biasa, saya rasa mereka berdua gak akan saling mengenali,” Jawab Karenina yakin, melihat Alan yang sekarang sudah sangat besar.“Oke kalo gitu, gue turun dulu ya,” Kata Saskia bergegas turun, khawatir Pak Joko terlalu lama menunggu. Umay terkejut melihat seorang wanita berhijab dengan kacamata memasuki area kasir.“Maaf mbak, silahkan pesan dari depan.” Tegur Umay.“Ini aku Saskia!” Kata Saskia menurunkan kacamata dan menunjukan matanya.“Astagfirullah, Alhamdulillah. Kamu mau berhijab sekarang?!” Umay bingung. “Ih sini aku kasih tau,” Saskia menarik lengan umay menjauhi kasir. Saskia lalu berbisik menceritakan siapa tamu Pak Joko.Umay yang langsung memahami keadaannya langsung bersimpati pada Putra. Pasti sahabatnya itu sedang sama kalutnya dengan Karenina.

Tangerine

Bab 11 - Buket Bunga

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Perasaan yang paling indah adalah saat rasa cintamu terbalas.”     Klinik dokter Putra hari ini tidak seramai biasanya. Pukul 1 siang saat sudah tidak ada pasien lagi, Putra memutuskan untuk makan siang di Tangerine berharap bertemu Karenina. “Sus, kalau nanti ada pasien langsung telpon saya ya, saya mau makan siang di Tangerine,” Pesan Putra pada asistennya saat meninggalkan klinik. Putra menyempatkan diri ke penjual bunga, ia memilih buket bunga mawar berwarna putih dan merah yang sederhana. Sesampainya di Tangerine, ia melewati halaman kafe dan bertemu Saskia.“Hai Sas. Aku mau pesan makan siang boleh? Sekalian ngopi,” Sapa Putra.“Hai Put, ya boleh dong. Mau makan apa? Sop Buntut? Nasi Goreng? Atau mau pasta-pasta-an?” Kata Saskia, matanya tertuju pada buket bunga yang dibawa Putra.“Pasta boleh, beef carbonara ya! sama kopi tubruk tangerine. Terus nanti saya mau pisang goreng keju susu tapi buat dibungkus,” Kata Putra sambil membaca buku menu. “Oke,” Kata Saskia mengetikan pesanan Putra pada mesin kasirnya. “Cantik banget bunganya, pasti buat orang yang spesialnya nih,” Ledek Saskia. “Oh iya, Nina ada? kalo gak keberatan, saya boleh sekalian titip bunga ini buat Nina?” Tanya Putra.“Keberatan!” Tegas Saskia. “Orangnya ada tuh! Kasih sendiri aja ya pak dokter!” Kata Saskia meledek. Ia lalu meninggalkan area kasir untuk menyiapkan makanan.  Putra tersipu malu menuju meja, hatinya gelisah, ia masih belum tau apa yang harus dilakukan dan katakan saat memberi bunga. Batinnya, semoga ia tidak bertemu Karenina dulu saat ini.**“Hai, Put. Makan siang sendirian?” Karenina menyapa Putra saat ia tengah menyantap pasta carbonara yang dipesannya.Uhuk!, Putra sedikit tersedak, “Hai Nin. Iya kebetulan klinik lagi sepi.” “Ini pisang goreng yang dibungkusnya,” Kata Nina meletakkan plastik berwarna putih di atas meja. “Silahkan dinikmati makanannya.” Nina tersenyum dan hendak kembali pada pekerjaannya.“O iya Nin, ada waktu sebentar?” Putra menahan Karenina untuk pergi.“Ya, ada apa?” Karenina mengangguk. Putra menggelengkan kepalanya sedikit. "eng, saya hanya ingin memberikan ini buat kamu."Putra mengangkat buket bunga yang ia letakkan di kursi sebelahnya dan memberikan pada Karenina.Mata Karenina membesar terkejut "Ya ampun Putra, bagus banget. Terima kasih banyak!" Ia menerima buket bunga dengan tangan gemetar, dan Putra bisa melihat senyum kecil dari wajahnya."Saya tahu mungkin ini agak klasik, tapi saya harap kamu suka. Saya pikir, kamu begitu istimewa dan layak untuk mendapatkannya," Putra menggaruk belakang kepalanya salah tingkah."Cantik banget, Putra. Terima kasih ya!" Karenina tersenyum lebar.“Alhamdulillah kalo kamu suka," Putra tersipu. “Oia kalo kamu ada waktu, saya mau ajak makan malam nanti. Bisa?” “Di sini?” Tanya Karenina.“Ditempat lain,” Kata putra tersenyum.Dan tanpa disangka Karenina menganggukan kepalanya tanda setuju. Sebenarnya Karenina ragu. Tapi untuk sesaat ia penasaran dengan apa yang akan terjadi nanti. ** Alun-alun kota malam itu bercahaya dengan kilauan lampu-lampu yang menghiasi pepohonan dan tepian bangku-bangku taman. Suasana malam yang ramai dengan kendaraan-kendaraan berlampu melintas di sekitar alun-alun, menciptakan panorama yang hidup dan bersemangat. Di tengah-tengah gemerlap cahaya, Putra dan Karenina berjalan berdampingan. Keduanya salah tingkah dan malu-malu. Mereka berhenti di sebuah warung makan yang terkenal dengan makanan khasnya. Mereka memilih duduk di luar ruangan di bawah cahaya lampu-lampu warna-warni. “Eum Nin,” Putra memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya. "Sebenarnya saya bingung harus omongin ini atau tidak. Tapi saya rasa, saya harus bilang agar kamu tahu.”Karenina menatapnya penuh tanda tanya "Mau ngomong apa Put?”Putra mengambil nafas dalam-dalam. "Jadi Nin, saya rasa, saya suka sama kamu sejak awal kita ketemu. Rasa-rasanya setiap hari saya selalu ingin melihat dan menghabiskan banyak waktu sama kamu.”Ekspresi Karenina seketika menjadi campuran antara keragu-raguan dan kehangatan. Karenina memainkan jemarinya dengan gemetar, memikirkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Putra. Di matanya terpancar keraguan dan ketidakpastian, tetapi juga ada keinginan yang tumbuh untuk memberikan kesempatan pada perasaan ini.Putra terdiam menatap Karenina menunggu respon darinya. Ia bisa merasakan detak jantungnya berdebar keras dalam dadanya, menunggu dengan harapan.“So..sorry, jadi canggung gini ya,” kata Putra malu. Kamu gak perlu bilang apa-apa kok Nin, karena ini pernyataan dari saya saja. Saya cuma pengen kamu tau perasaan saya ke kamu,” Putra menjelaskan dengan gentle.Karenina menggigit bibirnya, mencoba menyusun kata dengan hati-hati "Put, saya harus jujur. Saya merasa terkejut dengan perasaan yang kamu ungkapkan. Saya belum yakin, apakah saya bisa menerima pernyataan dari kamu ini."Putra mendengarkan dan mencoba memahami Karenina. "Saya mengerti, Nin. Saya juga tidak ingin memaksamu kalau kamu merasa tidak nyaman."Karenina mengangguk. Ia diam beberapa saat mempertimbangkan sesuatu. TIba-tiba ekspresinya berubah menjadi lebih lembut. "Tetapi saya juga merasa bahwa saya harus memberikan kesempatan pada perasaan ini. Siapa tahu, mungkin ada sesuatu yang luar biasa di sini." Ucap Karenina.Putra terkejut, matanya bersinar penuh harapan "Serius? Thanks Nin. Saya berjanji akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuatmu dan Alan bahagia."Karenina tersenyum tipis. "Saya tahu kamu akan melakukannya. Jadi, bagaimana jika kita mencoba dulu? Mungkin kita bisa melihat bagaimana perasaan ini akan membawa kita."Putra tersenyum dengan sangat tampan. "Setuju! Saya sangat senang kamu mau mencobanya, saya  akan melakukan yang terbaik untuk membuat momen-momen bersama kita berharga."Karenina mengangguk "Saya juga berharap begitu. Jadi, apakah ini adalah kencan pertama kita?"Putra mengangguk. “Weekend ini, mungkin kita bisa pergi dengan Alan ke taman bermain?” Ajak Putra.Karenina tidak dapat menyembunyikan wajahnya yang memerah. "Boleh, nanti saya akan bicara dengan Alan."Mereka berdua tersenyum satu sama lain, menemukan keberanian dan harapan dalam langkah baru yang mereka ambil bersama. Meskipun masih ada ketidakpastian di udara, tetapi mereka siap menjalani perjalanan cinta yang baru dengan hati terbuka. Dalam canda dan tawa, mereka saling bertukar pandangan yang penuh makna. Menikmati makan malam mereka di bawah langit yang dipenuhi bintang-bintang.** Pagi hari saat menuju klinik untuk memulai harinya,  Putra menyempatkan diri mampir ke Tangerine untuk bertemu Karenina. Karenina membuatkannya kopi hangat dan sandwich untuk dibawa Putra ke klinik sebagai sarapan. Malamnya, Putra juga selalu mampir ke Tangerine untuk berbincang dengan Nina. Dan berulang seperti ini hampir setiap hari. Umay dan Saskia menyadari bahwa sudah ada hubungan yang terjalin antara Karenina dan Putra. Mereka pun ikut senang, karena selama ini mereka belum pernah melihat Karenina bahagia karena hati yang berbunga-bunga.** Suatu sore di pertandingan bola Alan, Bu Ambar sedang berteriak menyemangati Alan dari bangku penonton. Jika Karenina sedang berhalangan untuk menemani Alan karena pekerjaanya, Bu Ambar selalu datang menggantikannya untuk menyemangati Alan dengan sorakan yang amat seru dan membawa makan-makan enak. Saat itu sedang tidak ada pasien di klinik, dan Putra memutuskan untuk menonton pertandingan Alan setelah mendengar kabar dari Karenina. Putra yang melihat ibunya dari jauh menghampirinya untuk bergabung. “Eh, kok kamu kesini?” Bu Ambar terkejut melihat anaknya di lapangan bola. “Iya bu, mau nonton pertandingan Alan. Kebetulan sudah tidak ada pasien lagi di klinik,” Putra meneriaki nama Alan dari tribun dan melambaikan tangan pada Alan yang melihatnya juga. “Jago ia Put. Sudah nge-golin 2 kali,” Kata Bu Ambar semangat sambil menyodorkan soda kaleng untuk Putra. “Ibu suka banget sepertinya sama Alan,” Ucap Putra yang sebenarnya Diam-diam ingin mengetahui bagaimana pendapat ibunya apabila ia berhubungan dengan Karenina.Bu Ambar mengangguk setuju. “Alan itu anak baik Put. Penurut lagi. Sama sekali gak pernah bikin susah ibunya. Dari kecil ia seperti sudah paham bagaimana kondisi Ibunya. Anak itu pengertian sekali,” Bu Ambar menjelaskan dengan kagum bagaimana bisa ada anak kecil yang sangat tenang sekali, disaat banyak anak-anak lain yang merengek meminta sesuatu dari orang tuanya. “Kalo Karenina?” Tanya Putra tanpa ekspresi.“Karenina juga baik sekali, pekerja keras. Dan yang paling penting ia gak pernah macam-macam,” Jawab bu Ambar yang tiba-tiba ingatannya kembali pada kejadian memalukan waktu itu. Ia bergidik sendiri mengingat sifat jahatnya waktu itu, dan berusaha menghapus ingatannya.“Ih kenapa kamu nanya-nanya?” Tanya Bu Ambar menepuk paha anaknya.“Kalo saya sama Karenina?” Tanya Putra dengan spontan.“Maksudnya?” Bu Ambar bingung dan penasaran dengan pertanyaan Putra.“Bagaimana menurut ibu kalau saya menikah dengan Karenina?” Putra bicara dengan nada cepat, lalu ia menyoraki Alan mengalihkan pembicaraan. Bu Ambar terdiam, melamun dan membatin sesaat, jika Putra menikah dengan Karenina, Alan akan menjadi cucunya, tentu saja ia senang karena ia sangat menyayangi Alan. Dan Jika Karenina menjadi menantunya ia yakin Karenina tidak akan pernah meninggalkan Tangerine, berarti itu bagus untuknya karena Putra tidak akan pernah jauh lagi darinya. Lalu Jika Karenina menjadi menantunya, ia tidak perlu pusing dengan urusan perbesanan, karena jika mempunyai besan yang sifatnya tidak cocok dengannya pasti hatinya akan selalu kacau.“Kamu suka sama Karenina?” Bu Ambar menarik tangan Alan. “Sebenarnya, kami sudah menjalin hubungan bu.” Jawab Putra. Ia merasa tetap harus menceritakan pada Ibunya bahwa ia telah menjalin hubungan dengan Karenina.“Ninanya gimana? Dia gimana ke kamu?” Tanya Bu Ambar ingin tau.“Kami saling menyukai Bu. Nina bilang dia akan mencoba menjalani hubungan ini. Dan saya rasa dia juga sudah yakin.” Jawab putra sambil menebak-menebak perasaan Karenina mengenai hubungan mereka saat ini.“Kok, kamu rasa sih? Jadi kamu belum tau dia sudah yakin sama kamu atau belum?” Bu Ambar makin penasaran.“Ih Ibu. Jadi gimana pendapat Ibu kalo saya sama Karenina?” Tanya Putra bingung apakah ibunya akan setuju atau tidak.Bu Ambar terkejut lalu tersenyum lebar tanda setuju. "Ibu mendukungmu sepenuhnya Put, kamu sudah dewasa dan mampu membuat keputusan yang tepat untuk dirimu sendiri. Jika kamu merasa bahwa Karenina adalah yang terbaik untuk hidupmu, maka Ibu akan mendukungmu sepenuhnya."Alhamdulillah, batin Putra. Hatinya lega seketika mendengar perkataan ibunya.       “Om Dokter!” Teriak Alan berlari dari lapangan saat pertandingan selesai.“Hebat banget kamu Lan!” Puji Putra dengan bangga mengacak-acak rambut Alan. Bu Ambar memberikan botol minum untuk Alan. “Pasti mama kamu senang nih, dengar kamu menang lagi!”Perasan Alan begitu senang, ia merasa seperti mempunyai seorang nenek dan ayah. “Hari minggu kita ke taman hiburan yuk!” Ajak Putra.“Asik, Alan mau om. Boleh ajak mama gak?” Tanya Alan bersemangat.“Ya boleh dong?” jawab Putra.“Yah kok Ibu gak diajak sih? Ibu sedih deh,” Ledek Bu Ambar menunjukan ekspresi wajah sedihnya.“Iya, sama Bu Ambar juga, ajak Pak Joko juga bu sekalian,” Jawab Alan dengan polosnya.“Hush, Pak Joko sibuk ngopi sama teman-temannya” Ucap Bu Ambar kesal dengan suaminya. “hehe, kalian aja bertiga senang-senang ya.”    Putra mengantar Alan lebih dulu ke Tangerine, kemudian lanjut pulang bersama Bu Ambar. Putra merasa lega kehidupan cintanya berjalan mulus. Ia berdoa semoga hubungannya dengan Karenina akan selalu baik-baik saja.

Tangerine

Bab 10 - Pisang Goreng

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Sebagaimana pisang goreng hangat yang dimasak sempurna, cinta yang sejati memenuhi hidup dengan aroma kebahagiaan yang tak terlupakan”     Putra memarkirkan mobilnya di depan Tangerine. Ia akan bertemu dengan sahabat kecilnya disana. Saat memasuki gerbang Tangerine, matanya terpukau oleh warna-warna orange buah tangerine yang sedang berbuah di suasana malam yang gelap dan dingin, tenang dan remang, dengan aroma kopi yang menyegarkan mengisi udara. “Put, sini put!” Umay melambaikan tangan dari belakang kafe bar. Putra langsung mengenali wajah sahabat lamanya itu dan langsung menghampirinya.“Wah, udah lama banget kita gak ketemu,” Putra gembira, mereka saling bersalaman dan berpelukan.“Wah, pak dokter!” Ucap Umay dengan tatapan kagum, senang dan bangga memegang erat kedua lengan Putra. “Duduk dulu Put. Gue pesenin kopi ya, kopi spesial!” “Wah, boleh, boleh, kebetulan lagi butuh yang hangat-hangat,” Kata Putra. Ia lalu duduk di kursi terdekat. Umay menghampiri Saskia memesankan kopi tubruk dengan perasan jeruk siam untuk sahabatnya. “Yank, tolong kopi tubruk tangerine spesial kita ya satu, untuk sahabat lamaku yang duduk disitu. Dia dari Jakarta,” Kata Umay menunjuk ke arah Putra.Saskia mengangguk lalu melirik ke arah Putra. “Oh, mau nginep disini juga? Biar ku info Nina,” Kata Saskia.“Nggak usah, dia orang sini kok. Anaknya Pak Kades.” Kata Umay. Saskia membelalakan matanya tidak percaya melihat pria setampan itu adalah anak pak kades yang genit. “Dih, kenapa mukanya begitu?” Umay tertawa melihat ekspresi wajah Saskia yang lucu. ”Aku kesana dulu ya, nanti tolong antar kopinya, biar sekalian aku kenalin,” Ucap Umay mengelus lengan Saskia.“Jadi pak dokter, apa kabar?” Umay duduk di depan Putra yang sedang menikmati pemandangan kafe. “Sehat, sehat Alhamdulillah,” Jawab Putra. “Wah hebat banget sekarang udah jadi pengusaha kafe.” “Gue cuman pegawai Put, bukan punya gue,” Jawa Umay. “Ah Sorry, abis keren banget dekorasinya, gue suka banget sama pohon-pohon jeruknya. Buahnya subur-subur,” Putra memuji.“Thank you Put, ini pohon jeruk siam yang jadi khas di kafe dan penginapan kita,” Umay menjelaskan bangga. “Ide yang punya nih, keren yah?!”Putra mengangguk masih terkagum dengan buah-buah jeruk segar yang menggantung di pohon-pohon terlihat sempurna menghiasi halaman kafe. “Kopi tubruk tangerine ready,” Saskia datang meletakan 2 cangkir kopi hangat, aroma jeruknya yang khas tercium di udara bersama dinginnya angin malam. “Put, kenalin ini cewek gue Saskia, dia yang mengelola kafe ini,” Umay memperkenalkan kekasihnya. “Nah, sahabatnya yang punya penginapan ini.”“Halo, Putra!” Kata Putra menyodorkan tangannya  memperkenalkan diri. “Halo, Saskia!” Balas Saskia menjabat tangannya.“Ayo silahkan dicicipi kopinya mumpung masih hangat,” Saskia mempersilahkan Putra minum. “Oh iya Sas, Mba Nina mana? mau aku kenalin sekalian sama sahabatku,” Tanya Umay.“Dia lagi sibuk di homestay, kayaknya ada beberapa tamu baru yang mau check in, nanti aku coba kirim wa ke dia deh,” Jawab Saskia. “Kalian gak buru-buru kan? Biar aku siapkan pisang goreng dulu ya, dingin-dingin gini belum afdol ngopi tanpa pisang goreng,” Tawar Saskia.“Wah boleh juga pisang goreng,”Jawab Putra semangat. Perasaannya seperti sedang liburan. Sudah lama ia tidak menikmati udara dingin pegunungan ditemani kopi hangat dan pisang goreng.Saskia meninggalkan mereka berbincang berdua dan menyiapkan pisang goreng.“Jadi gosipnya lo mau buka praktik disini?” Tanya Umay. “Iya May, udah buka malah. Ini hari pertama gue buka klinik,” Jawab Putra, menyeruput kopinya.“Ah, kok gak info-info sih, gue kan mau bantu-bantu juga,” Ucap Umay.“Gue juga kaget May, balik-balik semua udah ready, udah rapih. Bokap Gue semua yang ngerjain,” Kata Putra.“Gue rasa sih, karena diancam nyokap lo,” Ledek Umay.Mereka terkekeh bersama.“Ngomong-ngomong kenapa lo mutusin buat pulang dan tinggal disini Put? Bukannya jadi dokter di Jakarta impian lo dari jaman SMP ?” Tanya Umay penasaran. Ia tau benar seberapa rajinnya Putra belajar dan seberapa seringnya Putra bercerita menghayal menjadi dokter sukses di Jakarta. “5 tahun lalu gue kecelakaan, kondisinya gue waktu itu baru banget mau pulang ke apartemen setelah 2 hari gak tidur karena ada 2 operasi dan lagi banyak pasien. Gue ngantuk dan Boom! Semua gelap. Akibatnya gue cedera kaki & leher yang cukup fatal, dan sekarang jadi ngaruh ke performa kinerja gue,” Putra menceritakan kejadian dan alasan kenapa ia akhirnya memutuskan untuk pulang pada Umay dengan singkat.“Wah..serius lo kecelakaan parah Put?” Umay terkejut. “Gue gak kebayang sih gak tidur 2 hari tuh kayak apa. Gila sih.” Putra mengangguk. “Jadi gue memutuskan untuk menurunkan ritme kerja gue dari yang dokter super sibuk, menjadi dokter santai. Menikmati waktu, menikmati hidup. Dan kampung halaman adalah tempat terbaik,” Putra menyeruput kopi beraroma jeruk itu lagi. Umay memandangi Putra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya. “Dan yang paling menyakitkan lo tau apa?” Tanya Putra. Umay menggelengkan kepalanya lagi.“Yang terluka bukan cuman gue aja di kecelakaan itu,” Tatapan mata Putra kosong saat membicarakan itu.“hah? Gimana maksudnya?” Tanya Umay penasaran, ia menebak dalam batinnya jangan-jangan ada yang meninggal. “Gue di Info sama staff rumah sakit kalo gue menabrak mobil yang isinya pasangan suami istri dan seorang bayi.” Putra mengingat-ingat kembali kejadian saat itu.“Ya Allah Put. Terus gimana? Mereka semua selamat kan tapi?” Tanya Umay terkejut.“Gak tau May. Yang terakhir gue inget itu, gue mau ke kamar pasien orang yang gue tabrak untuk melihat keadaannya dan mau minta maaf,” Jawab Putra sambil mengingat kembali. “Trus gue liat ada wanita lagi jongkok nutupin mukanya di depan pintu kamar pasien. Pas gue samperin dan mau ngomong sesuatu ia langsung pergi gitu aja. Terus pas gue buka pintu kamarnya, ternyata sudah kosong.” “Nah, jangan-jangan istrinya itu men!” Umay menebak dengan serius. “Inalillahi, suaminya meninggal ya Put?”“Gue rasa juga gitu May. Gak enak banget hati gue sampe sekarang kalo inget-inget itu.” Suara Putra parau.Umay menggelengkan kepalanya dengan iba. “Yang kuat ya Put. Bukan berarti ini jadi salah lo juga kok, semua kan udah diatur sama yang maha kuasa.” Ucap Umay berharap sahabatnya tetap kuat.“Yah, gitu lah May,” Jawab Putra pasrah menghela nafas.Tak lama aroma pisang goreng hangat mulai tercium dari kejauhan.“Serius banget May ngobrolnya. Silahkan sambil dicemilin nih pisang gorengnya mumpung masih hangat,” Karenina meletakan satu piring pisang goreng yang masih mengeluarkan asap. Kini Aroma vanilla dan keju yang menggiurkan tercium dari pisang goreng itu. “Eh Mba Nin, kenalin ini Putra sahabatku dari Jakarta.” Umay memperkenalkan Putra. “Halo, Karenina, panggil Nina aja,” Sapa Karenina dengan suara lembutnya.Mata Putra seketika terpaku pada wajah Karenina. Ia terpesona pada senyuman manis yang memikat, ada kehangatan dalam tatapannya yang membuat hati Putra berdegup kencang. Putra berusaha menahan diri untuk tidak terlalu mencolok, namun pandangannya tak bisa lepas dari Karenina.“Ekhem.. Put,” Suara Umay memecahkan keheningan.“Oh, Sorry, saya Putra,” Ucap Putra sedikit malu sambil menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.Karenina tersenyum menyambut tangan Putra untuk berjabat tangan. Saat tangan mereka bersentuhan, Putra merasakan percikan dalam dirinya. Seketika Umay menyadari ketertarikan kedua sahabatnya itu. “Ekhem. Mbak Nin. Duduk sini mbak ikutan ngobrol.” Ajak Umay.“Silahkan, silahkan, saya masih ada yang harus dikerjakan,” Jawab Karenina lembut. “Saya tinggal dulu ya. Silahkan di nikmati pisang gorengnya.”“Itu pasti yang punya?” Tebak Putra terpesona.“Iyo, Naksir pasti kan?!” Ledek Umay juga.Putra menggeleng menyadarkan dirinya sendiri. “Fokus dulu, Fokus Put! Klinik baru buka. Ayo ayo fokus.” “Dih, aneh lo. Mana bisa naksir orang ditahan-tahan,” Ledek Umay. “Iya gue akuin gue terpesona. Tapi nanti dulu lah, gue masih mau menata kehidupan baru gue disini,” Putra meyakinkan dirinya untuk fokus pada hidupnya terlebih dahulu.“Yah kan bisa sekalian kali,” Ledek Umay lagi. Ia tak sabar ingin menceritakan kejadian tadi pada Saskia. Putra mengambil pisang goreng yang masih hangat dan menggigitnya, mengalihkan pembicaraan yang membuat ia salah tingkah. “Hmm.. enak banget May, empuk!” seketika Putra langsung melahap 1 potong pisang goreng. “ya empuk lah, seempuk hati orangnya,” Ledek Umay lagi sambil tertawa.“Sialan lo,” Sahut Putra terkekeh. Dan mereka pun asik bertukar cerita tentang kehidupan mereka sampai tengah malam.Sementara itu Karenina dalam kamarnya bersiap untuk tidur. Ia memikirkan Putra, pria yang dikenalkan Umay tadi. Perawakan Putra yang tinggi tegap, tampan, berkacamata dengan cara bicara yang santai dan terlihat polos adalah tipenya. Sudah lama sekali ia tidak merasakan perasaan menyukai seorang pria. Lalu tiba-tiba ingatannya melayang kembali saat pertama kali ia bertemu dengan mantan suaminya. Pertemuan pertama kali mereka juga di sebuah kafe tempat ia bekerja dahulu. Karenina menghapus bayangan Putra dan ingatan masa lalu dari kepalanya, dan mengabaikan perasaan sukanya pada Putra. ** Di pagi hari yang dingin seperti biasa Putra mengendarai mobilnya menuju Klinik. Ia melewati tangerine berharap melihat Karenina dari balik kaca mobilnya. Namun ia sedikit kecewa, karena Karenina tidak terlihat. Sesampainya di depan klinik, dari luar ia sudah melihat beberapa antrian di ruang tunggu. Putra pun bergegas masuk menuju ruangan periksanya. Setelah memeriksa beberapa pasien ia dikejutkan dengan pasien selanjutnya yang ternyata Karenina. Ia membawa seorang anak laki-laki yang pernah dilihatnya. “Siang Dok,” Sapa Karenina. Ia merangkul Alan yang pucat dan lemas duduk di hadapan Putra. “Si..siang..Nina kan, dari Tangerine?” Tanya Putra.“Iya benar, tadi pagi mau berangkat sekolah anak saya buang-buang air terus sampe lemas gini. Setiap kali minum atau makan, langsung diare lagi,” Karenina menjelaskan dengan khawatir. “Halo Alan. Coba yuk tiduran sebentar yuk.” Dengan pelan Putra memapah Alan yang lemas berbaring di kasur periksa lalu mulai melakukan pemeriksaan pada tubuh Alan. “Tadi malam apa mungkin Alan makan atau minum sesuatu?” Tanya Putra pada Karenina.“Setahu saya, Alan makan nasi goreng, telur mata sapi, lalu minum susu antara jam 7 sampai jam 8 malam. Setelah itu ia langsung masuk ke kamar nya dan tidak keluar lagi sampai tadi pagi,” Karenina menjelaskan sambil mengingat-ingat kembali. “hmm. Alan, Apa itu ada yang Alan makan lagi?” Dengan lembut Putra bertanya pada Alan. “Cuma makan coklat yang ada dalam tas, pas lagi merapikan buku pelajaran dok,” Jawan Alan lemas. “Coklat apa Lan? Siapa yang ngasih?” Tanya Karenina.“Dulu Alan yang beli di sekolah?” Jawab Alan masih lemas.“Kok dulu Lan? Kapan belinya?” Karenina makin khawatir dan nada bicaranya agak meninggi.Putra menyentuh lengan Karenina dengan halus menenangkannya. “Diare di pagi hari bisa terjadi karena malam sebelumnya mengkonsumsi makanan atau minum yang terkontaminasi bakteri,” Putra menjelaskan sambil tersipu sedikit karena harus menatap wajah Karenina. “Kamu gak usah khawatir, ini saya resepkan antibiotik, obat serta vitamin untuk mengurangi diarenya dan mengembalikan daya tahan tubuhnya kembali.”“Alan, saya kasih obat antibiotik rasa jeruk harus dihabiskan ya!” Ucap Putra tersenyum dengan ramah. “lain kali, sebelum makan sesuatu harus dicek dulu tanggal kadaluarsanya, kalo Alan belum ngerti caranya, bisa Tanya  dulu ke mama Alan.”Alan mengangguk lemas dan memeluk Karenina. Karenina lalu mengelus kepala Alan dan berterima kasih kepada Putra. “Terima kasih ya Dok,” Pamit Karenina dan Alan.“Sama-sama, nanti obatnya bisa diambil di depan ya.” Jelas Putra tersenyum.Putra menghela nafas panjang saat melihat Karenina dan Alan meninggalkan ruangannya. Batinnya  kecewa, karena menyukai wanita yang sudah berkeluarga. ** Sesampainya dirumah, Putra meletakkan tasnya di kursi meja makan. Ia mencuci kedua tangannya dan bersiap menyantap makan malam yang sudah disediakan ibunya. Ia mengambil daging rendang dan sayur buncis lalu mencampur semua dengan nasi di dalam piringnya. “Bu, tadi Alan datang ke klinik,” Cerita Putra saat makannya selesai.Bu Ambar terkejut mendengar nama Alan. “Alan kenapa? sakit apa dia?”“Diare bu, kasian sampe lemas,” Kata Alan. Saat ia menoleh ke Ibunya untuk melanjutkan bercerita, ibunya sudah pergi menuju kamar.Bu Ambar langsung menghubungi ponsel Karenina untuk mengetahui kabar Alan.“Assalamualaikum Nin. Katanya Alan diare? Gimana keadaannya sekarang?” Tanya Bu Ambar Khawatir.“Waalaikumsalam. Alhamdulillah sudah tidak diare lagi semenjak berobat ke dokter Putra.” Jawab Karenina lembut.“Ya Allah, kenapa bisa salah makan sih Nin? Emang Alan kamu kasih makan apa?” Tanya Bu Ambar penasaran.“Jadi dulu Alan pernah jajan coklat dan gak langsung dimakan tapi  dimasukan kedalam tas nya. Tadi malam ia baru makan coklatnya dan sepertinya sudah kadaluarsa.” Karenina menjelaskan dengan lembut. “Tapi sekarang udah gak apa-apa kok. Ini anaknya lagi main game.”“Syukurlah kalo gitu. Besok Ibu kesana ya Nin, ibu masakin makan dari sini.” Kata Bu Ambar lega. “Ya sudah kalian lanjut lagi istirahatnya. Assalamualaikum.”“Iya bu. Waalaikumsalam.” Balas Karenina mengakhiri telepon. Putra sengaja mencuri dengar pembicaraan dari luar kamar dan menghampiri Ibunya.“Ibu, sepertinya dekat sekali dengan mereka.” Ucap Putra, berharap mendapat informasi tentang Karenina.“Ibu Kasian Put. Karenina itu janda anak satu. Ibu lihat sendiri gimana kuatnya dan susahnya Karenina membesarkan Alan sendirian. Kerepotan karena harus mengurus anak sambil mengurus penginapannya itu,” Cerita Bu Ambar.Batin Putra seketika lega mengetahui bahwa Karenina tidak bersuami. “Oh, suaminya kemana?” Tanya Putra dengan polos.“Gak tau Put, Ibu juga penasaran. Tapi gak enak nanyanya,” Jawab Bu Ambar menyesal karena merasa pernah menyakiti hari Karenina.“Tumben,” Ledek Putra.“Kamu juga ni. Umur sudah diatas 35, kapan mau kasih ibu mu ini mantu?” Ledek Bu Ambar.“Iya nanti ya bu,” Jawan Putra Asal.“Nanti? Emang udah ada toh?” Bu Ambar bertanya penasaran. “Dia dokter juga? Orang mana? Baik gak anaknya? Kamu kalo pilih wanita pokoknya harus yang sayang juga ya sama Ibu, ibu gak mau nanti ditelantarkan,” Bu Ambar langsung bicara tanpa berhenti kalo perihal pasangan untuk anak semata wayangnya itu.“Ih ibu, siapa yang mau nelantarin ibu. Lagian ibu masih punya bapak gitu loh,” Sahut Putra.“Kamu ini!” Bu Ambar memukul lembut tangan Putra. Akibat percakapan tentang pasangan untuk Putra tadi, pikiran Bu Ambar berkecamuk semalaman. Walaupun matanya terpejam, tapi ia tidak bisa terlelap. Bayangan gadis-gadis muda menghantuinya. Bagaimana jika gadis yang dipilih Putra nanti sikapnya tidak ramah?, bagaimana jika Putra nanti mendapat ibu mertua yang galak dan matre?, bagaimana jika gadis pilihan Putra nanti memaksa Putra tinggal di Jakarta dan tidak pernah datang untuk mengunjunginya?” 

Tangerine

Bab 9 - Klinik Umum

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Walau mustahil menjadi ibu yang sempurna, namun seorang ibu pasti akan melakukan apapun yang menurutnya terbaik untuk kesuksesan dan kebahagian anaknya.”     Seiring matahari terbenam di balik perbukitan hijau, seorang pria tinggi berkacamata bulat memarkirkan mobilnya di depan rumah besar berwarna coklat keemasan. Ia memasuki rumah orang tuanya dengan raut wajah gembira dan sedikit kegelisahan.“Assalamualaikum,” Sapa Putra menarik koper besarnya kedalam rumah.“Waalaikumsalam,” Jawab Bu Ambar dengan suara riang mendengar suara Putranya.“Ya Allah nak, akhirnya pulang juga,” Bu Ambar memeluk anak semata wayangnya dengan erat, ia meluapkan semua rasa kangen pada anaknya itu yang selama ini terpendam.“Sehat kamu nak?” Tanyanya.“Alhamdulillah sehat bu. Ibu sendiri gimana?” Putra balas memeluknya ibunya.Bu Ambar mengangguk senang. “Ayok, ayok, makan dulu ayok! Kamu pasti sudah lapar setelah perjalanan jauh. Ibu udah masakin rawon, ada tumis buncis sama mondel juga,” Ia mendorong tubuh Putra yang tinggi tegap itu ke meja makan. Sampai di meja makan, Putra melihat Alan sedang menghabiskan makanannya.“Siapa bu?” Tanya Putra.“Alan, ayok salim! Ini anak Ibu, Pak Dokter Putra dari Jakarta,” Bu Ambar memperkenalkan putranya dengan bangga. Alan menghentikan makannya dan mencium tangan Putra.“Ini Alan, anaknya yang punya homestay baru di sana. Ibu suruh setiap hari makan disini biar sehat,” Jelas bu Ambar sambil mengelus kepala Alan. “Alan suka kan rawonnya?” Tanya bu Ambar. “Iya enak banget,” Kata Alan menghabiskan suapan terakhirnya, lalu Alan menyeruput jus alpukat yang sudah disediakan Bu Ambar.Putra kagum dengan ibunya, ia baru mengetahui ternyata ibunya menyukai anak-anak.“Bu Ambar, Pak Dokter. Alan pulang dulu ya, udah mau magrib. Makasih ya bu Ambar,” Alan izin pamit pulang. “Oh iya, ini udah ibu bungkusin pie keju susu buat nemenin kamu belajar, jangan lupa mamamu dikasih juga ya!” Bu Ambar memasukan Tupperware berwarna kuning ke dalam kantong kresek dan memberikannya pada Alan. “Wah asik pie keju lagi. Makasih banyak bu, Assalamualaikum.” Alan keluar dari rumah bu Ambar dengan senang, ia menggantungkan kantong plastik itu pada stang sepedanya lalu mengayuh pulang.     Putra menyantap makanan buatan ibunya dengan lahap, sudah lama ia tidak menikmati makanan rumahan. Sebenarnya sudah lama Putra ingin kembali ke kampung halaman, namun kesibukannya sebagai dokter bedah umum di ibu kota tidak membiarkannya libur dan mendapati istirahat yang cukup. 5 tahun yang lalu Putra mengalami kecelakaan mobil yang menyebabkan cedera pada leher dan kakinya. Setelah dirawat dan istirahat beberapa bulan, Putra pun kembali dengan kesibukannya. Namun pada akhirnya ia merasakan kembali rasa nyeri dan kesemutan pada kakinya yang sangat mengganggu, membuatnya tidak bisa berdiri lama untuk melakukan operasi pasien selama berjam-jam. Akhirnya Putra pun memutuskan kembali pulang dan membuka klinik umum di kampungnya karena tugasnya akan jauh lebih ringan.“Assalamualaikum, Putra udah pulang ya buk?” Suara Pak Joko begitu jelas terdengar dari luar rumah. “Waalaikumsalam, makan sini pak,” Putra menjawab dari ruang makan. “Alhamdulillah, sudah sampai dengan selamat. Sehat kamu nak?” Pak Joko meletakan tas kerjanya di kursi makan dan duduk bergabung dengan anak dan istrinya di meja makan. “Alhamdulillah sehat pak. Seperti yang bapak lihat.” Jawab Putra membusungkan dadanya yang tegap. Putra sama sekali tidak memberitahu tentang kecelakaan yang dulu menimpanya dan kondisi tubuhnya saat ini pada orang tuanya, ia tidak ingin membuat semua orang khawatir.“Makin gagah kamu nak!” Ucap Pak Joko bangga mempunyai anak seorang dokter.“Oh iya pak, tempo hari saya minta tolong dicarikan tempat untuk buka praktek klinik umum, kira-kira ada gak ya pak?”Tanya Putra.“Oh sudah beres itu, sudah bapak siapkan semuanya. Pokoknya kamu nanti tinggal periksa pasien saja,” Kata Pak Joko bangga, padahal ia membayar salah satu petugas puskesmas untuk membereskan semuanya dari mulai renovasi, segala kebutuhan klinik, sampai menyediakan apoteker dan kasir. “Besok pagi kita liat-liat ke lokasi, lalu kita ngopi. Di desa kita sekarang ada tempat kopi baru yang enak,” Kata Pak Joko.Bu Ambar membatin, menduga pasti Putra akan diajak ke Tangerine dan dipamer-pamerkan pada teman-temannya.** Dari teras depan pintu rumahnya, Putra menghirup dalam-dalam udara pagi yang sangat dingin. Aroma tanah basah setelah hujan yang baru saja turun menyapanya, diiringi oleh suara burung-burung di sekitar. Ia sudah rapi dan bersiap menuju lokasi klinik barunya.Putra mengendarai mobil merahnya sampai di depan sebuah bangunan satu lantai yang akan menjadi kliniknya. Lokasinya tidak begitu jauh dari kantor kepala desa. Masih terlihat pemandangan sawah dan pegunungan yang hijau di sekitarnya. Ia melihat sejumlah wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik. Beberapa mengangguk memberi sapaan, beberapa lainnya menyapa dengan senyuman hangat, dan beberapa lagi hanya memandangi dengan rasa penasaran. Tapi yang pasti, ia sudah bisa merasakan kehangatan dan keakraban di sini.Putra memandangi bangunan sederhana itu, merenungi perjalanan hidupnya. Ia teringat akan mimpi dan harapannya, serta tantangan dan pengorbanan yang telah ia hadapi selama bertahun-tahun untuk bekerja di kota besar sebagai dokter bedah umum. Namun, sekarang, ia merasa telah kembali ke akar, ke tempat di mana ia merasa paling kuat dan bermakna. Dua hari kemudian setelah semua persiapan selesai,  Klinik Umum dr. Putra Adithya pun resmi dibuka dengan penuh semangat dan harapan baru. Beberapa penduduk desa datang untuk menyambut dokter baru mereka. Putra mengenakan jas putihnya dengan bangga, siap untuk memberikan pelayanan yang terbaik.  Sementara itu, di pagi yang sama, Bu Ambar sudah datang ke puskesmas desa. Antrian panjang warga yang ingin berobat sudah terlihat dari kejauhan. Dalam kepalanya terlintas ide untuk  menawarkan klinik anaknya ke beberapa pasien yang terlihat telah lama menunggu antrian. Bu Ambar menghampiri seorang ibu yang terlihat kesulitan mendiamkan anaknya karena tidak berhenti menangis.“Kenapa mba anaknya?” Tanya Bu Ambar, memulai modusnya.“Ini bu, panasnya belum turun-turun dari semalam, dan belum mau makan,” Jawab ibu itu dengan sedih.“Ya Allah kasihan, dapat nomor antrian berapa mba?” Tanya Bu Ambar, sambil melihat nomor antrian di papan pengumuman yang menunjukan angka 9.“30 bu,” Jawab ibu muda itu memperlihatkan kertas kecil bertuliskan angka 30.“Ya Allah kasihan masih lama lho ini mba, di dekat kantor kepala desa ada klinik umum yang baru dibuka. Mba coba deh kesana? Bagus dokternya, Dari Jakarta!”. Bu Ambar berbisik, suaranya serius berusaha meyakinkah ibu itu. “Dokter dari Jakarta? Takut mahal ah bu,” Jawab Ibu muda ragu. “Tenang aja urusan harga. Dijamin tidak mahal, amat sangat merakyat,” Ibu Ambar masih berusaha meyakinkan agar ibu itu mau mencoba berobat di klinik Putra. Sepintas sang ibu berpikir untuk membawa anaknya ke klinik yang baru karena antrian yang panjang, tetapi khawatir dengan biaya pengobatan yang akan dikeluarkan.“Kasian mbak anaknya kalo masih harus tunggu antrian, panas banget gini lho badannya, kasian nangis terus,” Desak bu Ambar.Ibu muda itu pun akhirnya setuju, karena ia tidak berhasil menenangkan anaknya. Diantar Bu Ambar, mereka pun pergi menuju ke klinik dr.Putra.  Dalam ruangan periksa, Putra memperkenalkan diri dengan lembut kepada anak itu, mencoba membangun kepercayaan. Dengan suara yang lembut, ia berbicara pada anak itu, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari apa yang dirasakan oleh anak itu."Halo, siapa nama nya?” Putra bertanya pada anak itu dengan ramah dan senyuman. Anak itu menggelengkan kepala, dan air mata terus mengalir dari matanya.“Namanya Ali Dok, umur 4 tahun.” Jawab ibunya.Putra mengangguk dan lanjut mengajak bicara Ali untuk mencairkan suasana.“Halo Ali, kamu merasa ada yang sakit ya? Coba kasih tau saya sebelah mana yang sakit?" tanya Putra dengan penuh empati dan ramah tamah.Ali masih tidak menjawab, hanya menggeleng dan menangis.Putra lalu mengeluarkan beberapa mainan kecil dari laci meja kerjanya, menghadiahkan satu kepada anak itu. "Dokter punya mainan mobil-mobilan lho, yuk main yuk!" ucapnya dengan lembut.Tangisan Ali perlahan-lahan mulai reda, matanya memandangi mainan yang dipegangnya. Putra lalu melanjutkan pemeriksaan dengan hati-hati. Sambil memeriksa suhu tubuh Ali, Putra memulai percakapan yang ringan dan menghibur, menceritakan cerita-cerita lucu dan membagikan beberapa lelucon sederhana, membuat Ali terkekeh walau sedikit. Perlahan, tangisannya hilang, digantikan oleh senyuman kecil."Wah Ali hebat." kata dokter sambil menyeka air mata yang masih mengalir dipipi Ali. "Coba sekarang Ali tunjuk bagian mana yang terasa sakit?"Ali menunjuk lehernya sendiri, matanya memandang Putra dengan kepercayaan.“Leher Ali sakit ya kalo menelan?” Tanya Putra, dan dijawab dengan anggukan dari Ali.“Sekarang Ali coba buka mulutnya yang lebar ya!” Kata Putra, dan langsung diikuti oleh Ali.“Ibu, gak usah khawatir. Ali menderita radang tenggorokan. Ia menangis karena tenggorokannya sakit, demamnya juga akibat dari radang di tenggorokannya.” Putra menjelaskan sambil menyelesaikan pemeriksaan dengan hati-hati.“Ini saya resepkan antibiotik, obat demam dan pereda nyeri, serta saya kasih vitamin juga ya bu.” Putra menerangkan obat apa aja yang akan diberikannya. “Antibiotiknya harus habis. Jangan lupa diberi minum yang banyak. Kalo ibu ada madu di rumah, boleh juga diberikan madu.”Ibu itu mendengarkan penjelasan dari Putra dengan seksama dan mengangguk jelas, hatinya merasa lega. Sebelum pergi, Putra memberikan permen vitamin kecil kepada Ali yang membuat senyumnya semakin melebar."Terima kasih, dokter," kata ibu anak itu dengan tulus.Dokter itu tersenyum, "Tidak masalah, itu tugas saya. Semoga cepat sembuh ya Ali!" ucapnya sambil melambaikan tangan ke arah Alli yang pergi. Saat Ibu tadi selesai dari ruang periksa dan meja kasir, Bu Ambar memperhatikan raut wajahnya. Penasaran akan ekspresinya saat membayar tagihan. “Bu Ambar, suwun yo. Walaupun tidak gratis seperti berobat di puskesmas, ternyata biayanya sama sekali gak mahal. Dokternya juga waduh..ramah sekali,” Kata sang ibu yang terlihat puas dengan pelayanan klinik milik Putra.“Alhamdulillah. Jangan lupa kabari yang lain ya bu,” Ucap bu Ambar.     Bu Ambar yakin, tak lama lagi klinik anaknya pasti akan ramai. Ia sangat yakin kalau Ibu itu akan bercerita kepada beberapa kenalannya dan merekomendasikan ke orang-orang sekitar. 

Tangerine

Bab 8 - Berdamai

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Damai bukanlah hanya keadaan tanpa konflik, tetapi keadaan di mana konflik diselesaikan dengan bijaksana dan saling pengertian."     Di suatu sore yang cerah di sebuah lapangan di tengah desa. Karenina duduk di tribun sederhana yang terbuat dari kayu. Ia begitu penuh semangat menyambut pertandingan sepak bola junior antar kampung. Ia menatap lapangan dengan bangga, melihat anaknya Alan berlatih pemanasan bersama timnya. Karenina memberikan sorakan riang sebagai bentuk dukungan di setiap gerakan yang dilakukan Alan.Ketika pertandingan dimulai, Karenina berdiri tegak, bersiap untuk memberikan dukungan penuh kepada Alan dan timnya. Setiap kali Alan mendapatkan bola atau melakukan tendangan yang baik, Karenina bersorak keras dengan bangga disertai teriakan dan tepuk tangannya yang menggema di lapangan.Di tengah-tengah keseruan pertandingan, Bu Ambar datang duduk di kursi yang kosong tepat disebelah Karenina. Ibu Ambar duduk dengan ragu, matanya sesekali memandang Karenina yang duduk di sebelahnya, dengan ekspresi malu dan perasaan bersalah.Karenina menyadari ada orang yang duduk di sebelahnya, ia pun menoleh dan terkejut ketika melihat Ibu Ambar. Dengan suara yang gemetar, Ibu Ambar langsung menyampaikan permintaan maafnya kepada Karenina."Maafkan saya, Mbak Nina," Ucap Bu Ambar dengan suara yang rendah," Seharusnya saya tidak pantas menceritakan hal-hal yang tidak saya ketahui kepada ibu-ibu lain, saya sangat menyesal."Karenina memandang Ibu Ambar dengan tatapan campuran antara sedih dan terharu. Ia bisa merasakan ketulusan dalam kata-kata permintaan maaf tersebut.Ibu Ambar melanjutkan, “Saya tidak ada maksud untuk menyebabkan penderitaan kepada siapapun, saat itu saya tersulut emosi. Maafkan saya ya Mbak Nina."Ibu Ambar lalu memberikan sebuah keranjang kecil berisikan kue pie keju susu kesukaan Alan. “Kata Bu Broto, Alan suka sekali kue pie keju susu. Jadi saya belikan ini khusus untuk Alan jauh-jauh dari kota, di toko kue yang paling mahal,” Kata Bu Ambar dengan tulus namun tetap memamerkan kekayaannya.Karenina yang baik hati tentu saja menerima kue itu dengan senyum. Senyuman penuh pengertian, menghargai keberanian dan ketulusannya untuk mengakui kesalahan. Bagaimanapun kesalahan adalah hal yang manusiawi, yang terpenting adalah sikap dan tindakan yang diambil setelahnya. Bagaimana keberanian untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf ketika melakukan kesalahan, serta kemampuan untuk memberikan pengampunan kepada orang lain.“Iya Bu Ambar, saya juga minta maaf kalo sekiranya ada perkataan dan sikap saya yang kurang berkenan di hati Bu Ambar, saya masih berusaha beradaptasi dan masih belajar untuk menjadi warga yang baik, supaya bisa diterima disini,” Ucap Karenina. “Kamu sudah diterima menjadi warga sini Mbak Nina.” Jawab Bu Ambar meyakinkan. “Eh nanti, kamu langsung laporan sama saya ya kalo suami saya itu mulai genit-genit lagi sama kamu! Biar saya jewer kupingnya,” Lanjut Bu Ambar mencairkan suasana.Karenina membalas dengan anggukan dan senyum manisnya. Dan selagi perasaan Bu Ambar sedang baik, Karenina langsung mengutarakan sesuatu yang sudah lama menjadi keresahannya juga.“Bu Ambar, sebenarnya ada yang mau saya katakan juga dari kemarin,” Ucap Karenina tersenyum ragu. “Iya, ngomong aja Mbak Nin, enggak apa-apa.” Kata Bu Ambar.“Sebenarnya ada beberapa pembayaran yang belum diselesaikan Pak Joko saat bertamu. Saya agak kesulitan menagih langsung karena Pak Joko selalu bilang, Tangerine ramai berkat ia yang selalu membawa banyak tamu,” Karenina menjelaskan dengan ragu. “Astagfirullah suamiku..suamiku… bikin malu saja,” Kata Bu Ambar kesal sambil memukul-mukul pahanya dengan kepalan tangannya. “Sekali lagi maaf ya Mba Nina, nanti Mba Nina biar langsung WA saya saja berapa nominalnya, biar saya selesaikan.”Karenina mengangguk dan tersenyum lega. Bu Ambar pun langsung mengakrabkan diri dengan Karenina, menonton pertandingan bola dengan seru sampai selesai.Karenina melihat Alan menghampirinya dengan sangat bangga karena tim Alan berhasil memenangkan pertandingan bola. Mereka berpelukan dengan bahagia. Bu Ambar terharu sekali melihat kedekatan Karenina dengan anaknya. Ia membatin pasti tidak mudah membesarkan seorang anak sekaligus mencari nafkah seorang diri. “Alan, Cah Bagus, selamat ya! pinter banget kamu main bolanya seperti Madona,” Kata Bu Ambar turut senang. “Madona? Madona siapa bu?!” Tanya Alan pada bu Ambar bingung, ia menenggak botol minumannya sambil berfikir apa ada nama pemain bola Madona.  Bu Ambar juga terlihat bingung sendiri, sepertinya ia memang pernah mendengar bapak-bapak menyebut nama itu saat acara nonton pertandingan bola. “Maksud Bu Ambar, Maradona Lan.” Karenina menyahut sambil tertawa. Alan mengangguk tahu, dan Bu Ambar pun tertawa malu.“Alan, Besok-besok kalau pulang sekolah atau habis main bola terus kamu laper, ke rumah ibu aja ya! Dirumah Ibu banyak makanan enak. Ada opor ayam, daging rendang, ada kue pie keju susu juga. Alan tinggal bilang mau apa, nanti Ibu sediain.” Bu Ambar terdengar tulus mengatakan itu pada Alan. Ia merasa Iba juga kasihan pada Alan dan Karenina. Rasa penyesalan merasuki hatinya sehingga ia ingin menebusnya dengan menyayangi Alan seperti keluarga sendiri.“Wah, bener ni bu Alan boleh makan dirumah Ibu? abis Alan bosen makan pasta lagi, nasi goreng lagi, sayur lagi,” Sahut Alan.“Alan, kok ngomongnya begitu?” Tanya Karenina mengusap kepala Alan.Bu Ambar mengangguk senang dan menyubit pipi Alan gemas. “Enggak apa-apa Mba Nina, pokoknya Bu Ambar akan masakin makanan rumahan yang enak buat Alan.”Karenina tersenyum senang. Ia pun tidak basa basi menolak. Ia hanya lega karena masalahnya selesai.     Semenjak hari itu hubungan mereka menjadi dekat. Hampir setiap hari sepulang sekolah, selain mampir ke rumah Broto, Alan juga mampir ke rumah Bu Ambar untuk makan siang, tak jarang juga Bu Ambar mampir ke Tangerine membawakan makanan dan mengobrol dengan para tamu di sana sambil mengawasi suaminya. 

Tangerine

Bab 7 - Kabar Burung

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Seiring dengan angin berhembus, kabar burung berkembang, seperti bayangan di dinding, tak selalu mencerminkan apa yang sebenarnya terjadi di balik layar kehidupan."     Dipagi hari yang sangat dingin saat matahari mulai terbit, Karenina berjalan seperti biasa melalui lorong-lorong pasar yang ramai, tas belanja merah bermotif bunga-bunga bergantung di lengannya. Ia tersenyum ramah kepada para pedagang yang berjejer di kedua sisi lorong seperti biasa, mencari barang-barang yang akan dibeli untuk keperluan kafe dan penginapan. Namun, sesekali ia merasakan mendapat tatapan tajam dari beberapa pedagang wanita di sepanjang lorong.Di antara bisikan-bisikan yang terdengar, ia bisa merasakan bahwa ada yang tidak beres. Karenina merasa ada kegugupan yang tidak biasa di udara, dan ia mulai menyadari bahwa ia sedang menjadi pusat perhatian para pedagang disana.Ketika ia membeli sayuran dari salah satu penjual, ia merasa pandangan tajam dari wanita itu yang membuatnya sedikit tidak nyaman. "Maaf, sudah dipesan semua hari ini. Beli di sebelah sana saja." ucap wanita itu dengan suara yang dingin, menolak untuk melayani Karenina.Karenina bingung dengan reaksi penjual wanita itu, tidak mengerti apa yang telah ia lakukan sehingga membuat penjual itu menjadi begitu kasar. Namun, ia mencoba untuk tidak memperlihatkan kekecewaannya dan melanjutkan perjalanannya melalui pasar.Namun, setiap penjual yang Karenina dekati memberikan reaksi yang serupa. Ada yang menolak melayani dengan alasan sibuk, sementara yang lain memberikan senyuman palsu yang jelas tidak tulus. Karenina merasa semakin terpojok, tidak mengerti mengapa ia menjadi target perlakuan tidak ramah ini.Saat ia melintasi lorong yang lain, ia bisa mendengar bisikan-bisikan di antara para pedagang. "Hati-hati, jangan tertipu dengan wajah cantik dan polosnya, bisa-bisa ia menggoda suami mu juga" kata salah satu dari mereka sengaja mengeraskan suaranya agar terdengar banyak orang.Karenina tersentak mendengar ucapan aneh tentang dirinya lalu kembali menuju homestay. Meskipun ia merasa kesal dan terluka oleh perlakuan para pedagang, ia memilih untuk menjaga sikap yang tenang karena ia tahu bahwa ia tidak seperti ucapan para wanita itu.** Pukul 1 siang Alan pulang dari sekolah berjalan kaki dengan teman-temannya seperti biasa sambil bercanda. Mereka sampai di depan rumah Wahyu.“Yu, jangan lupa latihan bola sore!” Teriak Alan saat Wahyu memasuki rumahnya. “Oke, samper aku nanti Lan!” Sahut Wahyu bersemangat. Lalu Alan melihat Ibu Wahyu menarik tas Wahyu dari pundaknya masuk ke dalam rumah. “Wes, gak usah main sama Alan lagi,” Perintah Ibunya.Alan bingung melihat reaksi dan perkataan ibu Wahyu.Saat melewati rumah Danar pun demikian. Ibunya tidak mengizinkan Danar main dengan Alan saat Alan mengingatkan untuk latihan bola nanti sore.“Assalamualaikum,” Ucap Alan dengan suara lemah, begitu sampai di homestay sambil melemparkan badannya ke sofa ruang tengah.“Waalaikumsalam.” Jawab Karenina. “Alan yang sopan ada tamu,” Karenina menegur anaknya sambil menoleh ke arah tamu homestay yang sedang menyantap makan siang di ruang makan.Alan memperbaiki posisi duduknya. “Masa Wahyu sama Danar gak dibolehin main bola sama aku,” Cerita Alan kecewa. “Loh, siapa yang gak bolehin? Pak guru?” Tanya Karenina duduk disampingnya.“Bukan ma, Ibu nya,” Kata Alan lalu menceritakan kejaian sepulang sekolah tadi.Karenina mengerutkan dahinya ia bertanya dalam hati apakah ini ada hubungannya dengan kejadian tadi pagi di pasar.“Ya sudah kalo gak ada yang mau main bola sama kamu, kan kamu bisa main sama Om Umay.” Karenina mencoba menenangkan Alan.“Ah Om Umay mah payah. Suka ngalah. males aku.” Jawab Umay.“ya udah, sama mama aja deh yuk.” Ledek Karenina bermaksud mencairkan suasana.“Ah mama!” Sahut Alan tambah kesal dan langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Karenina merasa curiga bahwa cerita anaknya ada hubungannya dengan kejadian pagi tadi di pasar. Ia lalu mengambil ponsel dari kantong rok panjang biru yang dikenakannya dan menghubungi Bu Broto, berharap Bu Broto tau apa yang sebenarnya terjadi.Dugaan Karenina pun benar dan terjawab. Bu Broto menceritakan apa yang terjadi dua hari lalu pada acara arisan Ibu-ibu di Saung. “Astagfirullahaladzim,” Ucap Karenina “Kalau begitu ibu temenin saya ke rumah Bu Ambar yuk besok,” Karenina merasa ia perlu langsung meluruskan berita ini. “Eh jangan gitu caranya,” Kata Bu Broto.“Kita suruh Umay dulu blusukan ke rumah para tetangga disini. Selanjutnya Biar Umay saja yang urus,” Bu Broto memberikan saran yang kurang dipahami Karenina.“Ibu, saya ke rumah ibu ya? Saya kurang paham,” Tanya Karenina bingung dan ingin masalah ini cepat selesai. Ia cukup trauma dalam posisi dibenci oleh seseorang, apalagi saat ini satu desa yang seperti membencinya.“Nanti saja, kamu sekarang cek CCTV, pastikan tidak ada tanggal dan jam yang hilang,” Kata Bu Broto di kepalanya yang sudah mempunyai beberapa rencana untuk menghentikan kabar burung ini. “Kayaknya Umay ada di kafe, biar Ibu telfon Umay dulu ya. Assalamualaikum,” Bu Broto mengakhiri percakapan telepon dengan Karenina. CCTV? batin Karenina merasa bingung sambil mendekap ponselnya. Ia pun kembali ke ruang makan menemui tamu-tamunya yang sedang menyantap makan siang, bersiap apabila ada yang membutuhkan hidangan lain. ** Menjelang sore hari setelah selesai dari pekerjaannya mengecek saluran pipa air hangat di penginapan, Umay duduk di meja bar kafe sibuk mengecek rekaman CCTV dari ponselnya. Umay sengaja menyambung koneksi CCTV ke ponselnya agar ia bisa memonitor langsung setiap area umum jika ada kendala pada listrik atau masalah-masalah lain. “Serius amat,” Saskia datang meletakan segelas Jus Jeruk Segar yang langsung ia petik dari kebun. Umay yang sedang serius dengan ponselnya tidak menyadari kedatangan Saskia. Saskia yang merasa dirinya diabaikan mengintip apa yang sedang dikerjakan kekasihnya.“Lah, kamu ngapain nontonin rekaman CCTV?” Tanya Saskia penasaran dan bingung.“Ya Allah yank, ngagetin aja,” Umay terkejut. “Aku lagi bantuin Mba Nina ini loh, kasian dia lagi kena gossip.”“Eh, gossip apaan?” Saskia kaget. “Apaan ceritain!” Saskia langsung mendesak Umay untuk menceritakan apa yang terjadi, dan Umay pun langsung menceritakan semuanya.“Aku lagi cek semua interaksi yang terekam kamera, mau aku tunjukin ke para istri bapak-bapak yang sering kesini kalo omongan Bu Ambar itu salah,” Jelas Umay. “Aku ikut! Biar aku damprat semua mulu-mulut lemes disini,” Ucap Saskia kesal. “Sayang.. ada beberapa orang yang gak bisa didamprat saat sedang diberi penjelasan, yang ada malah kamu nanti yang kena gosip. Biarkan mereka lihat langsung aja buktinya tanpa kita harus emosi. Biarkan fakta yang berbicara,”  Jelas Umay dengan sabar.“Iya sih,” Saskia menghela nafas setuju. “Om Umay!. Ayo main bola!” Teriak Alan yang sedang main bola sendirian di bawah salah satu pohon tangerine.“Besok ya Lan. Om Umay sibuk nih!” Sahut Umay sambil menyeruput jus jeruknya. “Om janji pokoknya besok kita main dari siang sampe sore.”Alan menatap Umay dengan mata tajam seakan menyimpan dan mengunci janjinya Umay. Subuh-subuh sekali Umay sudah berada di pasar dimana gosip dengan cepat tersebar. Ia mulai menghampiri ibu penjual jahe hangat yang dikerubuti pedagang lain untuk menghangatkan tubuh mereka dari udara pagi yang sangat dingin. “Bu, saya mau air jahenya satu!” Kata Umay dengan Bahasa jawa. “Ibu-ibu, ini pernah denger gosip tentang anaknya almarhumah bu Ida toh?” Umay mulai memancing pembicaraan.“Si Karenina, Nina, Nina, itu? Ya tau toh!” Salah seorang pedagang wanita menjawab bersemangat. “Wes kamu hati-hati loh May, jangan sampai tergoda, dia genit.”“Wah ngawur ibu ini. DIa gak pernah genit-genit loh bu. Justru Mba Nina tuh baik, suka bantu-bantu, suka menolong.” Jelas Umay.“Nah iki, sudah tergoda ini,” Sahut salah seorang ibu dengan wajah meremehkan. “Suami saya Pak Dwi udah gak pernah lagi nongkrong di rumah nya Cak Bagus. Sekarang semua wes pindah ke warung kopi tangering..tangering itu dengan Cak Bagusnya sekalian.” **Cak Bagus adalah seorang pria tua yang hidup sendiri di rumahnya setelah istri dan anaknya wafat akibat kecelakaan. Karena Cak Bagus sangat sedih dan terpukul ia pun selalu menyendiri hampir tidak ada semangat untuk menjalani hidupnya. Lalu seluruh warga desa berinisiatif untuk menjadikan rumah Cak Bagus sebagai tempat berkumpul setiap hari. Bapak-bapak di desa banyak yang datang ke sana untuk sekedar ngopi, basa basi, main catur, nonton bola dan kegiatan lainnya untuk menemani pak Cak Bagus. **“Pak Dwi toh, Pak Dwi emang pernah ngobrol sama Mba Nina loh bu,” Umay berkata dengan nada yang menarik rasa penasaran.“Nah tuh kan!” Ibu yang mengaku istri Pak Dwi terdengar emosi. “ngapain suamiku sampe bisa ngobrol sama dia kalo bukan digoda.”“Tenang dulu bu Dwi. Bu Dwi punya usaha warung kopi juga toh? Saat Mba Nina membuka kafe, Pak Dwi khawatir usahanya akan mati. Tapi Mba Nina malah bantu Pak Dwi kerjasama loh bu, mba Nina membeli semua biji-biji kopinya dari Pak Dwi. Makanya Bu Dwi bisa punya modal untuk jualan lagi kan bu sekarang?” Umay memberi penjelasan dengan detail dan ramah.“Moso toh mas?” Tanya Bu Dwi tidak percaya. “Iki liat ibu-ibu saya punya video lengkap dari kamera cctv.” Umay mengeluarkan ponselnya, memutar video dari kamera cctv yang sudah di edit menjadi ringkas. “Lihat! tidak ada video Mba Nina menggoda bapak-bapak kan?”Bu Dwi merasa malu, dan menunduk bersalah. Salah seorang ibu lainnya mengenali sosok suaminya dari video dalam ponsel Umay. “Nah itu, suami saya itu Pak Duta!” Ibu itu menunjuk layar ponsel umay. “Oalah Pak Duta sama bapak-bapak lain disini pada numpang wifi gratis bu. Biasanya pada ramai sendiri nonton Idola dangdut sama pertandingan Bola. Katanya beli paket internet mahal. Mereka minta izin sama Mba Nina untuk pakai wifi nya gratis. Mba Nina mempersilahkan gratis lo ibu-ibu,” Jelas Umay lagi.Beberapa ibu-ibu melihat sosok suaminya juga dalam video bersama Pak Duta. Dan merasa malu karena sudah mencurigai suami-suami mereka yang tidak-tidak.“Kalo Cak Bagus kenapa ikut-ikutan juga yo mas?” Tanya salah satu ibu penasaran.“Sebentar aku cari dulu ya,” Umay menarik titik pada garis menit di ponselnya, mencari sosok Cak Bagus. “Nah Iki. Tiap hari kerjaannya main catur sambil lihat video-video youtube catur melulu sama bapak-bapak yang iki. Sama numpang wifi juga ibu-ibu.” Umay tertawa.“Wes, ini videonya saya kirim ya ke nomor ibu. Nanti ibu-ibu bisa tonton sendiri, ngapain aja suaminya di Tangerine, sekalian di cek juga apakah ada sikap Mba Nina yang kurang baik disana. Nanti disebar saja videonya, mana tahu masih ada yang salah paham,” Umay mengirim video rekaman itu melalui WA ke nomor Ibu Dwi, dengan seketika video pun langsung tersebar ke nomor-nomor penduduk desa. Dalam video yang sudah diringkas oleh Umay itu terlihat aktivitas Tangerine sehari-sehari yang sangat normal. Interaksi antara Karenina dan para tamu hanya sekedar mencatat pesanan dan mengantar pesanan ke meja. Kecuali ada rekaman Pak Joko yang sering kali membawa tamu-tamu pentingnya dengan wanita-wanita muda. Di rekaman itu terlihat gestur tubuh Pak Joko yang menggoda wanita-wanita muda itu, bahkan beberapa rekaman Pak Joko yang menggoda Karenina pun terlihat jelas. “Wah Pak Kades ini loh. Astagfirullah, ya dia ini yang genit ternyata,” Terdengar suara ramai para pedagang yang sedang menyaksikan video tersebut. Umay meninggalkan pasar dengan lega, berharap video itu sampai pada Bu Ambar dan Pak Joko

Tangerine

Bab 6 - Saung

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Seperti saung di tepi hutan, tempat pertemuan pertama kabar burung, di sanalah cerita-cerita bermula, menyelinap dari bibir ke bibir dengan kecepatan kilat, menciptakan jejak-jejak cerita yang tak terlupakan."     5 tahun berlalu begitu cepat dengan keadaan bisnis yang naik turun. Mereka tidak terlalu memusingkan tentang keadaan bisnis mereka, karena bagi mereka, yang terpenting adalah dapat menjalani hidup tenang dengan bahagia dan menikmati setiap momen bersama keluarga beserta tamu-tamu yang datang silih berganti. Kebanyakan tamu adalah pendatang dari luar kota yang ingin mendaki atau menginap karena ingin menikmati udara dingin yang segar. Signature dari Tangerine Homestay adalah pohon-pohon jeruk siam yang indah menghiasi kafe, dan racikan kopi dengan rasa dan aroma jeruk siam yang khas dan nikmat. Dengan sikap santai dan penuh kehangatan, Karenina dan Saskia menciptakan lingkungan yang menyenangkan di homestay dan kafe mereka, di mana setiap tamu merasa seperti di rumah sendiri dan dapat menikmati keindahan alam dan kehangatan dalam keramahtamahan. Udara Pagi hari di Tangerine begitu dingin seperti biasanya, aroma jeruk segar tercium dari pohon-pohon tangerine. Pohon-pohon jeruk ini adalah kebanggaan Karenina, dimana tamu-tamu dapat menikmati pemandangan yang menakjubkan sambil menikmati buah jeruk segar yang bisa dipetik langsung dari pohonnya.Saskia tengah sibuk menyeduh kopi untuk para tamu penginapan dengan penuh semangat di kafe. Umay yang baru saja datang langsung menghampiri Saskia dengan percaya diri dan mengecup keningnya sambil mengucap selamat pagi. 5 tahun berlalu dan mereka memang tidak pandai menyembunyikan perasaan masing-masing sampai pada akhirnya mereka pun menjadi sepasang kekasih.Sementara Saskia sibuk dengan kopi, Karenina dengan cermat menyusun hidangan-hidangan yang indah di atas meja makan. Ia menyusun beberapa roti panggang, salad yang segar, menata potongan buah dengan rapi, dan menyajikan hidangan utama yang hangat dengan sentuhan artistik yang memikat.Alan yang sudah berusia 7 tahun turun menuju meja makan untuk sarapan menggunakan baju sekolah yang lengkap dan rapi. Ia melahap satu buah roti panggang dan menghabiskan satu gelas susu yang telah disiapkan ibunya.“Alan berangkat Ma,” Pamit Alan begitu susu dalam gelasnya habis, dan mencium tangan Karenina.“Dah om Umay!” Teriak Alan melambaikan tangan pada Umay. Umay membalas melambaikan tangan.Pak Joko, sang kepala desa berjalan masuk ke dalam kafe dengan langkah yang mantap dan penuh percaya diri mengenakan pakaian dinas rapi memberi kesan bahwa ia adalah sosok yang sukses dan berkuasa. Ia melanjutkan langkahnya menuju spot favoritnya dan duduk pada sofa abu-abu yang selalu menjadi tempatnya dan tamu-tamunya berkumpul.“Mba Nin, saya mau pesan meja untuk 6 orang makan malam nanti ya, biasa mau ngopi-ngopi sama tamu penting,” Kata Pak Joko berusaha menunjukan bahwa ia adalah orang yang disukai orang-orang dengan jabatan tinggi. “Kalo bisa, mba Nina nanti yang melayani dong, biar saya kenalkan ke mereka!” Pak Joko merayu genit. “Kan bagus juga buat membangun relasi bisnis.” “Oke pak!” Jawab karenina sambil memberikan papan menu dengan sopan. Namun, sebaliknya dari mengambil menu yang disodorkan oleh Karenina, tangan Pak Joko sengaja meraih dan mengusap pergelangan tangan Karenina dengan genit. Karenina merasa sudah tidak terkejut oleh gerakan tiba-tiba itu, dan mencoba mempertahankan senyumnya. Selama ini Pak Kades memang suka berlaku genit seperti itu dengan Karenina, walaupun Karenina selalu menghindar dan sudah seringkali menunjukan sikap yang tidak suka dengan perlakuan Pak Kades, namun Pak Kades masih saja terus berusaha menggodanya.Pak Joko tersenyum manis, "Seperti yang biasa saja, kopi tubruk pake perasan jeruk sedikit." Sambil masih memegang tangan Karenina, ia melanjutkan, "Tapi saya pikir, kali ini saya akan memilih langsung dari menu ini. Kamu tahu, kadang-kadang kita perlu merasakan langsung apa yang ada di hadapan kita." Ia melepas genggamannya dari tangan Karenina dan dengan lembut mengambil papan menu dari tangan Karenina.Karenina menghentakan tangannya kesal sambil tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya. Ia mengangguk sopan, "Oke Pak." Dengan hati-hati, ia menjauh dari meja Pak Joko, berusaha membuang perasaan canggung. Saskia yang melihat tingkah laku Pak Joko menggerutu dari area kopi bar. “Biar gue bikinin kopi tubruk pake air laut sekalian. Biar asin kayak tingkah laku lo!” “pssst.. entar dia denger lagi.” Kata Karenina pada Saskia.“Mbak Nina, saya kopi biasa aja satu!” Kata Pak Joko lantang dari sofanya.“Sok-sokan mau lihat-lihat menu, ujung-ujungnya kopi tubruk juga!” Saskia menggerutu sambil mulai membuatkan minuman untuk Pak Joko.  Tak lama, Bu Ambar, Istri Pak Joko, memasuki kafe dengan langkah yang agak cepat, wajahnya terlihat serius dan judes. Ia memandang sekeliling dengan tatapan tajam, mencari-cari suaminya di antara kerumunan pengunjung yang sedang menikmati minuman mereka. Hatinya berdegup, ia yakin bahwa suaminya berada disini. Ketika ia mendekati sudut ruangan, ia melihat suaminya sedang duduk santai di sebuah sofa sambil memperhatikan Karenina dan Saskia dengan senyum nakal di wajahnya. "Bapak!" Bentak Bu Ambar dengan suara tegas, memperoleh perhatian suaminya.Suaminya menelan ludah, merasa sedikit cemas dengan ekspresi sang istri. "Eh kok kemari toh bu? ada apa?" tanyanya dengan ragu.Bu Ambar menatap suaminya dengan tatapan tajam, "Masih pagi bukannya langsung ke kantor, malah nyangkut disini!" Kata Bu Ambar dengar suara keras dan kesal. Sebenarnya Bu Ambar sudah tidak heran dengan sikap suaminya yang genit dan bersikap biasa saja karena ia selalu merasa lebih cantik, dan lebih kaya dari semua wanita-wanita desa yang dilirik suaminya. Terlebih lagi ia sudah memberikan seorang anak yang berprofesi sebagai seorang dokter. Namun dengan Karenina berbeda. Dahulu Bu Ambar dan Ibu Ida adalah teman dekat. Bu Ambar sudah lama sekali menyukai Pak Joko. Begitu Bu Ambar menyatakan cinta pada Pak Joko, ia bilang bahwa ia menyukai Ibu Ida dan meminta Bu Ambar untuk mencomblangkan mereka. Ibu Ambar pun kesal dan menganggap Bu Ida jahat sudah menggoda dan membuat pria yang ia sukai berpaling. Padahal Bu Ida sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun dengan Pak Joko. Sampai akhirnya Bu Ida menikah lalu disusul beberapa bulan setelah itu Bu Ambar dan Pak Joko pun menikah. Kesalahpahaman di antara mereka masih belum terselesaikan sampai kini.“Bapak ini, gak bisa liat janda licin dikit langsung kegatelan,” Lanjut Bu Ambar memarahi suaminya. “Dia juga, ngapain ngeladenin bapak-bapak genit. Ibu sama anak sama aja, sukanya godain laki orang.” Menoleh ke arah Karenina.“Bu, apa sih? Malu!” Pak Joko berdiri dari duduknya menggandeng tangan Bu Ambar dan menariknya meninggalkan kafe.“Ibu ini, bikin malu saja marah-marah di tempat umum.” Kata pak Joko sambil berjalan menuju kantor kepala desa.“Saya gak akan marah-marah kalo tingkah laku bapak bener. Pagi-pagi dicariin kesana kemari gak ada. WA gak dibaca, telpon gak diangkat.” Ucap Bu Ambar kesal. Pak Joko merogoh kantong celana dan bajunya mencari ponsel. “Oalah, ada dalam tasku di kantor buk, ada apa sih memangnya?” Rupanya ponsel Pak Joko belum dikeluarkan dari tas nya saat ia meletakan tasnya di meja kantornya tadi pagi.“Eh ntar dulu. Bapak ngapain pagi-pagi udah di tempat si Karenina itu? Si Aris bilang sudah sampai kantor tapi pergi lagi,ngopi. Emang gak bisa ngopi di kantor aja?!” Tanya Bu Ambar yang masih kesal. “Saya itu lagi reservasi tempat buat makan malam. Ada tamu dari BPD, Badan Permusyawaratan Desa. Saya kan harus menyiapkan tempat yang bagus toh.” Pak Joko memberi alasan.“Kayak gak bisa lewat telpon aja. Jaman sekarang udah canggih, masa mau pesen tempat aja harus datang!” Kata Bu Ambar. “Wes lah, sakarepmu. Ini Putra minggu depan mau pulang. Ia minta dicarikan tempat untuk buka klinik disini. Carikan ya! Jangan sampai gak!” Putra Aditya adalah anak semata wayang Pak Joko dan Bu Ambar yang bekerja sebagai dokter umum di Jakarta yang rupanya berencana pulang dan menetap di kampung halamannya.“Wes mulih toh. Okelah nanti aku cariin tempat untuk buka klinik. Yowes, aku tak ke kantor dulu,” Pak Joko berkata sambil melangkahkan kaki ke arah kantornya. Bu Ambar berjalan dengan langkah cepat, wajahnya terlihat tegang dan kesal. Ia menarik mantelnya lebih erat di tubuhnya, menahan kekesalan di dalam hatinya. Langkah-langkahnya cepat dan berisik menuju tempat arisan dengan ibu-ibu di desa. Ketika ia sampai di lokasi terlihat sekelompok wanita yang sudah berkumpul di sebuah saung kayu yang bagus dan kokoh di tengah-tengah kebun teh yang hijau dan subur. Saung itu adalah sebuah tempat perkumpulan ibu-ibu desa untuk rapat, arisan, ataupun hanya ngobrol biasa. “Sebelum kita mulai acara arisannya ibu-ibu, saya ingin menyampaikan sesuatu.” Bu Ambar duduk dengan sangat nyaman, ia terlihat pura-pura santai dengan hati yang masih kesal."Ibu-ibu tahu, Karenina, anaknya almarhumah Ibu Ida kan?" tanyanya dengan suara rendah, menarik perhatian para ibu-ibu lain."Ya, kenapa?" tanya salah satu wanita, menunjukkan minatnya."Menurut saya, dia itu tidak sebaik dan sepolos  kelihatannya." lanjut Bu Ambar dengan nada mengejek. "Saya punya bukti bahwa dia suka menggoda laki-laki di desa ini, dengan kepolosan dan kebaikannya."Ibu-ibu itu menatapnya dengan perasaan penasaran dan terkejut. Mereka tidak bisa mempercayai apa yang mereka dengar, tetapi gosip itu terdengar menarik untuk dibicarakan."Masa sih Bu Kades?" tanya salah satu dari mereka.Bu Ambar mengangguk dengan tegas. "Bener! Saya kok yang mengalaminya sendiri, suamiku tadi pagi-pagi sudah nongkrong di kafe tangering..tangering.. itu, main mata sama si Karenina. Suami ku udah gak pernah lagi nongkrong sambil ngopi di rumah nya Cak Bagus. Coba ibu-ibu ini ingat-ingat lagi kapan terakhir kali kalian melihat rumah Cak Bagus rame? Rumah Cak Bagus gak pernah sepi toh bu. Hampir setiap saat ramai. Coba Ibu-ibu pada ingat, jangan-jangan suami-suami ibu juga sudah pindah nongkrongnya dari rumah Cak Bagus jadi ke tangering-tangering itu.” Bu Ambar berusaha meyakinkan para anggota arisannya.“Oalah, saya pernah sekali nyari suami saya malam-malam ke rumah Cak Bagus, sepi toh Bu, jangan-jangan iya pindah ke kafe itu ya bu?!” Saut seorang ibu yang mulai terhasut. “Tuh kan bu, bener dugaan saya, si karenina itu pandai memanipulasi dan mencari simpati orang lain. Jangan percaya pada penampilannya yang pura-pura baik itu." Kata Bu Ambar.“Astagfirullah Bu Kades. Sebaiknya dicari tau dulu kebenarannya seperti apa, takutnya malah fitnah.” Sanggah Bu Broto yang cukup mengenal Karenina karena mereka pernah tinggal satu rumah.“Wes kebenaran apa lagi toh bu, orang ini sudah ada buktinya.” Bu Ambar membantah kesal.Para ibu-ibu mulai membicarakan gosip itu dengan serius, menyebarkan cerita tentang kepolosan dan pura-pura baiknya Karenina. Mereka terus mendiskusikan tentang suami siapa yang mungkin menjadi korbannya dan bagaimana mereka bisa menghindari interaksi dengan Karenina.Bu Ambar tersenyum puas melihat dampak dari ucapan yang ia sebarkan. Ia tahu bahwa kata-katanya telah menanam benih kecurigaan dan kebencian terhadap Karenina di hati tetangganya. 

Tangerine

Bab 5 - Tangerine

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Jangan biarkan kemarin menghalangi langkahmu hari ini. Mulailah sekarang, dan jadikan hari ini awal dari perjalanan menuju versi terbaik dari dirimu.”     Di bawah sinar matahari pagi yang lembut, Karenina dan Umay berdiri di depan bangunan tua yang telah mengalami transformasi luar biasa. Cahaya pagi memperlihatkan detail-detail arsitektur yang telah dipulihkan dengan cermat; jendela-jendela besar yang terbuka lebar, pintu-pintu kayu yang mengkilap, dan atap bergaya klasik yang menambah pesona bangunan, ditambah keindahan dari warna-warna buah tangerine yang menghiasi pepohonan di tiap sudut bangunan.Dalam waktu yang panjang dan penuh dedikasi, mereka telah berhasil mengubah bangunan tua menjadi rumah tinggal sekaligus penginapan yang hangat. Karenina memandang bangga ke arah bangunan itu, dengan senyum di wajahnya Dulu, bangunan itu hanyalah reruntuhan yang ditinggalkan, dengan cat yang terkelupas dan kayu-kayu yang lapuk. Namun sekarang, bangunan itu telah berubah menjadi tempat yang mempesona.Karenina melangkah masuk ke dalam rumah, diikuti oleh bayangan panjangnya yang terpantul di lantai kayu yang baru dipasang. Udara segar pagi memenuhi ruangan yang kini hangat dan bersahaja, dihiasi dengan perabotan yang dipilih dengan hati-hati bersama sahabatnya dan sentuhan dekorasi yang memperindah setiap sudutnya.Di ruang tamu, sofa-sofa yang empuk mengundang untuk duduk bersantai sambil menikmati bacaan buku atau secangkir teh hangat. Karenina melihat sahabatnya Saskia di area dapur sedang menyeduh kopi, meja kayu besar menanti untuk menjadi tempat berkumpulnya tamu-tamu yang datang berkunjung, sementara aroma kopi yang menggoda mengisi udara dari dapur yang terbuka.Karenina merasa terharu saat ia menjelajahi setiap ruangan, mengingat semua perjuangan dan kerja keras yang telah mereka lakukan untuk membuat rumah ini menjadi kenyataan. Di dalam dinding-dinding bangunan tua itu, ia merasakan getaran energi baru, energi dari kehidupan yang akan memenuhi ruang-ruang itu dengan kehangatan dan keceriaan.Dengan pandangan penuh rasa syukur, Karenina kembali keluar ke halaman rumah. Matahari pagi yang bersinar cerah menyinari bangunan itu dengan gemerlap yang hangat, memberikan warna baru pada halaman yang kini dipenuhi dengan pohon-pohon tangerine yang tersusun rapi, yang akan menjadi ciri khas dari homestay dan kafe ini. TANGERINE IS NOW OPENUmay menyalakan lampu neon pada papan nama yang tergantung di depan pagar. Karenina memeluk Saskia dengan bangga dan penuh haru sambil menatap bangunan tua yang telah mereka renovasi dengan cinta dan kegigihan. Rumah ini tidak hanya akan menjadi tempat tinggal Karenina, Alan dan Saskia, tetapi juga menjadi tempat dimana kenangan indah akan diciptakan oleh tamu-tamu yang datang dari berbagai penjuru.**“Mas Umay, habis ini ada kerjaan kemana lagi?” Tanya Saskia penasaran. “Belum ada sih Sas, jadi nanti kalo ada yang rusak-rusak atau ada perlu apa-apa bisa kontak langsung saja,” Jawab Umay tersipu. Saat sedang bekerja merenovasi rumah, Umay beberapa kali mencuri padang pada Saskia, ia kagum dengan kesetiaan Saskia pada Karenina yang selalu menemani dan membantu setiap pekerjaan berat dan ringan walaupun sedang lelah dan terlihat mengantuk.“Eh Nin, kayaknya kita butuh orang yang selalu standby untuk pemeliharaan dan perawatan harian deh,” Saskia menyenggol lengan sahabatnya. “Itu loh, yang suka check-check AC, wifi, halaman, atap bocor, atau listrik, kalo misalkan listrik nanti tiba-tiba mati jadi gak harus lama nunggu orang datang buat perbaiki.”Karenina tersenyum sudah hafal dengan gerak-gerik sahabatnya itu jika sedang jatuh cinta. “Gimana mas Umay? yang diomongin Saskia sepertinya benar. Kami butuh pegawai untuk pemeliharan dan perawatan homestay ini.” Kata Karenina.“Waduh, gimana ya? saya jadi gak enak nih,” Umay menjawab dengan bingung. Baru kali ini ia ditawari pekerjaan tetap. Ada rasa senang dalam hatinya karena ia tidak perlu pusing lagi memikirkan pekerjaan, tapi ia juga segan menerima tawaran kerja dari Saskia dan Karenina yang terlihat sangat mempercayainya. “Tenang aja Mas Umay, InshaAllah gaji yang kami tawarkan tidak akan mengecewakan,” Karenina berusaha meyakinkan Umay. “Kami juga melihat progress dan hasil kerja Mas Umay selama 5 bulan ini, memuaskan kok.”Wajah maskulin Umay terlihat tampan saat sedang berfikir, sesekali ia melihat ke arah Saskia yang sedang memperhatikannya dengan tatapan penuh harap. Dengan hati yang mantap dan dengan pemikiran yang singkat Umay pun setuju. Wajah Umay tersipu melihat Saskia berbisik kepada Karenina mengucapkan thank you.**     Di malam yang cerah dan berbintang, acara grand opening Tangerine Homestay sukses digelar. Di area halaman, ada sebuah kafe minimalis outdoor dengan lampu-lampu lentera bergantung di atas meja-meja kayu yang diposisikan di dekat pohon-pohon tangerine, menciptakan suasana hangat dan romantis di udara terbuka.Dibantu Umay, mereka turut mengundang Pak Kepala Desa dan seluruh warga desa Bumiayu. Malam itu homestay terlihat ramai dan menyenangkan karena dimeriahkan juga dengan live musik dari warga-warga desa yang menjadi penyanyi dadakan berebut ingin bernyanyi. Di sudut-sudut halaman, terdapat tempat duduk yang nyaman dengan bantal-bantal besar dan tungku api kecil yang menyala, menciptakan titik fokus yang menarik di tengah kegelapan. Para tamu banyak juga yang berkumpul di sana, berbincang-bincang sambil menikmati suasana malam yang menyenangkan.Semua tamu yang hadir terlihat bahagia dan menikmati acara grand opening ini. Ditambah semua makanan dan minuman dapat mereka nikmati secara gratis.Terlihat beberapa kelompok pemuda-pemudi pemandu wisata beserta tamu-tamunya datang bergerombol. Para memandu wisata itu ternyata kenalannya Umay. Tanpa membuang kesempatan, Karenina mendekati mereka dan berbincang mempromosikan Homestay Tangerine berharap mereka akan merekomendasikan kepada kerabat-kerabatnya. Para tamu itupun menyimak dengan kagum sambil menikmati kopi hangat dalam udara pegunungan yang dingin sambil mencicipi pisang goreng hangat terlezat dan makanan ringan lainnya, bahkan beberapa dari mereka berswafoto dari ponselnya.

Tangerine

Bab 4 - Rencana

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Rencana kehidupan adalah peta yang kita gambar untuk mengarungi lautan kehidupan. Meskipun gelombang bisa mengubah arah, tetapi dengan rencana yang kokoh, kita dapat menavigasi perjalanan dengan keyakinan dan keberanian.”          Keesokan paginya saat sarapan pagi, Karenina berbincang dengan Bu Broto, sikapnya sangat ramah dan rupanya ia kenal dengan almarhumah ibu Karenina. Sewaktu Ibu Karenina masih hidup, mereka setiap hari sama-sama berjualan di pasar, Ibu Karenina adalah penjual buah dan jus jeruk dari  hasil panen pohon-pohon jeruk siam yang ia tanami di rumahnya. Sedangkan Bu Broto berdagang kue-kue pasar.Bu Broto menyarankan untuk berkunjung dan lapor ke rumah Bapak Kepala Desa atau Pak Kades jika berencana ingin memperbaiki dan menempati kembali rumah ibunya. Ia juga menawarkan diri untuk mengantar mereka ke rumah Pak Kades. Dalam perjalanan menuju rumah Pak Kades, mereka menyempatkan diri membeli buah kesukaan Bu Kades, yaitu buah anggur merah sebagai hantaran dan bentuk silaturahmi, sesuai saran dari Bu Broto. Karenina dan Saskia tiba di sebuah rumah besar bercat coklat keemasan yang mengkilap. Diwakili oleh Bu Broto, ia mengucapkan salam menyapa penghuni rumah. Tak lama seorang wanita dengan hijab bergaya modis keluar dari pintu rumah. Ia mengenakan gamis dengan warna yang mencolok sesuai dengan mode terkini. Perhiasan emas mempercantik leher, tangan dan jarinya. Wajahnya dipoles dengan makeup yang sempurna; foundation yang membuat kulitnya bersinar, mata yang diberi sentuhan eyeshadow berkilau, dan bibir yang diberi sentuhan lipstik merah mencolok. Ia memegang kuas makeup di tangan kanannya.“Waalaikumsalam, aduh maaf Bu Broto gak kedengeran, lagi fokus tutorial makeup di youtube,” Sahut Ibu Ambar, Istri pak kades“Oalah, maaf ganggu bu, kami ada perlu dengan Pak Kades.” Bu Broto meminta Karenina untuk menyerahkan bingkisan buah anggur kepada bu Ambar. “Sama ini bu, ada sedikit oleh-oleh dari Mba Nina, dan Mba Saskia.”Ibu Kades menerima bingkisan dari Karenina dan mengintip sedikit.“Wah tau aja jenengan kesukaan saya,” Bu Ambar tersenyum girang melihat buah kesukaannya itu. Lalu ia melihat ke arah Karenina dan Saskia memperhatikan mereka dari ujung rambut sampai ujung kaki. “Ayo mari silahkan duduk!” Bu Ambar mempersilahkan tamu-tamunya duduk di kursi teras rumahnya yang megah. “Ada keperluan apa Bu Broto dengan mbak-mbaknya ini? ayu ayu tenan lho.”“Perkenalkan Bu, Saya Karenina, putri almarhumah Bu Ida Djayanti.” Karenina memperkenalkan diri. “Ini anak saya Alan.” Menunjuk bayi 2 tahun yang digendongnya. “lalu ini Saskia sahabat saya.” Menunjuk ke arah sahabatnya.“MasyaAllah, anak Almarhumah Bu Ida toh!” Bu Ambar menggenggam tangan Karenina. “Terakhir saya lihat mbaknya 15 tahun lho ya, pas pemakaman almarhumah, sekarang sudah punya anak aja mbak. Nggak kerasa ya.”“Nah tuh Suami saya sudah datang,” Bu Ambar melepas tangan Karenina, menyambut suaminya datang. “Habis dari mana sih pak pagi-pagi sudah hilang?!” Tanya Bu Ambar. “Ini loh, ada yang cari. Anaknya Almarhumah Bu Ida.”Seorang pria paruh baya berkumis dan alis tebal dengan perut agak buncit berjalan membuka pagar. “Ada urusan sebentar dari rumah Cak Bagus. Ditawari kopi, jadi lama” Jawab Pak Kades. “MasyaAllah, ada perlu apa ini Bu Broto dan Cah Ayu?”“Gini pak, bu, Kami berencana untuk menempati rumah ibu saya lagi. Mau saya perbaiki,” Karenina langsung menyampaikan maksud kedatangannya.“Oalah, memang suami nya kemana toh mbak?” Tanya Bu Kades penasaran. “Sudah pisah bu,” Karenina menjawab dengan senyum, menahan memori kesedihannya.“Anak jaman sekarang kalo gak selingkuh ya cerai.” Jawab Bu Kades asal dengan nada pelan.“Hush, ibu ini!” Pak Kades menegur istrinya. “Silahkan saja jika ingin diperbaiki dan ditempati lagi, toh itu masih rumah sampean. Silahkan, silahkan. Kalo ada perlu apa-apa bisa hubungi saya.” Kata “Njeh terima kasih banyak Bu, Pak,” Kata Karenina dan Saskia.“Mau mulai perbaikan kapan? Sudah dapat tukangnya?” Tanya Pak Kades.“Rencananya saya mau nyuruh Umay dan koncone pak. Masih nganggur dia sekarang, belum ada proyek baru,” Jawab Bu Broto.“Oh iya bagus, bagus. Tolong dibantu cah ayu – cah ayu ini Bu Broto.” Kata pak kades.“Nggeh kami pamit bu, pak.”Merekapun lalu kembali ke penginapan Bu Broto dengan berjalan kaki. Di perjalanan pulang Bu Broto menceritakan bahwa ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Umay yang masih kerja serabutan, belum ada pekerjaan tetap. Umay seorang laki-laki yang serba bisa dan banyak dicari warga desa untuk memperbaiki bangunan-bangunan yang butuh perbaikan. Ia menawarkan apakah boleh jika mempekerjakan anaknya saja, daripada harus repot mencari tukang yang lain, juga untuk menambah-nambah penghasilan keluarganya. Tentu saja Karenina setuju karena ia tak lagi pusing untuk mencari tukang bangunan di desa ini. Sesampainya di penginapan, dengan sangat sungkan Karenina bertanya pada Bu Broto, apakah ia bisa membayar jasa Bu Broto juga untuk bantu mengurus Alan yang masih Bayi, karena ia dan Saskia pasti akan sangat sibuk dengan proyek barunya. Bu Broto sangat senang sekali dengan penawaran Karenina, selain akan mendapat penghasilan tambahan setiap bulan, Bu Broto juga sangat menyukai anak kecil, ia memastikan akan mengurus Alan dengan baik. Ia memang telah lama menginginkan seorang cucu, tapi Umay, anak semata wayangnya itu masih belum serius mencari jodoh. “May, Kowe neng endi, kok durung mulih?” Bu Broto berbicara melalui telepon dengan anaknya, menanyakan sedang dimana, dan kenapa belum pulang.“Nang omah cak Bagus, iyo iki mulih,” Jawab Umay seraya menutup telponnya.     Menjelang magrib Umay tiba di rumah. Pria tegap berusia 30 tahunan itu mengucapkan salam dengan sikap yang sopan saat melihat Saskia dan Karenina di meja makan. Umay masuk ke kamar ibunya, dan melihat Ibunya sedang asik bermain dengan Alan.“Loh, anak siapa toh buk?” Tanya Umay kaget, sambil menutup pintu kamar ibunya. Bu Broto langsung bercerita bahwa ia menjadi pengasuh Alan, ia bercerita juga tentang rencana Karenina memperbaiki rumah orang tuanya, dan menawarkan Umay sebagai tukangnya.“Duite lumayan, dadi ora usah repot-repot golek kerjaan sing ganjil maneh!” Kata Bu Broto meyakinkan anaknya, agar tak perlu repot-repot lagi mencari pekerjaan kesana kemari."Ya mau aku bu,” Jawab umay langsung setuju. Bu Broto mengenalkan Umay pada Karenina dan Saskia yang sedang menyusun rencana di meja makan. “Mbak-mbak, permisi. Ini Umay, anak saya, ia siap membantu katanya.”Saskia melihat badan tegap Umay dan melirik Karenina, rupanya wajah Umay yang maskulin dan sikap sopannya telah mencuri hati Saskia. “Halo, aku Saskia, ini sahabatku Karenina Bu Bos yang mau benerin rumah orang tuanya,” Saskia memperkenalkan diri dengan salah tingkah.“Siap, siap, jadi bagaimana rencana perbaikannya bu?” Tanya Umay.“Eh ke saya jangan panggil Ibu, panggil nama aja. Sas-kia!” Perintah Saskia dengan percaya diri, “Kayaknya kita seumuran.” “Baik, mbak, eh Sas.” Kata Umay malu.Karenina senyum-senyum sendiri melihat tingkah konyol sahabatnya itu. Ia lalu mempersilahkan Umay bergabung di meja makan. Seketika Wajah Karenina dan Saskia penuh dengan ekspresi serius, ia menunjukan foto rumah tua yang kemarin ia ambil menggunakan ponselnya saat baru tiba. Ia Menjelaskan setiap bagian yang akan diperbaiki dan memvisualisasikan rumah tua itu menjadi tempat yang ramai, penuh kehidupan, sambil menunjukan beberapa gambar referensi rumah yang ia dapat dari media sosial. Ide merenovasi rumah tua menjadi penginapan dengan sentuhan desain yang unik dan kafe yang menyajikan kopi spesial serta hidangan lokal, mulai membentuk gambaran yang jelas di benak mereka bertiga.“Oke, Ini sih bisa InshaAllah 4 bulan selesai,” Ucap Umay. “Tapi ini kira-kira saya butuh 5 orang lagi untuk bantu gak apa-apa ya?” Tanya Umay.Karenina menyetujui permintaan Umay, dan bertanya mengenai biaya pengerjaannya. Harga pun telah disetujui dan mereka resmi memulai pekerjaan ini. Rencana dan kesibukan ini adalah momen yang sangat dibutuhkan Karenina untuk melupakan kesedihannya dan memulai hidup baru. Meski hatinya hampa, mungkin di desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota ini,  Karenina akan bisa memenuhi hatinya kembali dengan suka cita. 

Tangerine

Bab 3 - Kembali Pulang

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

"Terkadang, kembali pulang adalah seperti menemukan kembali akar-akar yang telah lama terlupakan, menyadarkan kita akan kehangatan dan kenangan yang telah membentuk kita."     Pada sore hari yang mendung, Karenina duduk bersebelahan dengan Alan di dalam kereta yang perlahan meluncur meninggalkan gemerlap kota Jakarta menuju desa yang jauh dari hiruk-pikuk. Saskia duduk di bangku yang berhadapan dengan mereka. Pemandangan luar jendela dipenuhi hijaunya sawah dan pedesaan yang damai, namun hati karenina terasa sepi dan hampa seperti langit yang mendung. Matanya yang dulu penuh semangat kini nampak sayu. Senyum yang dulu berseri-seri, kini hanya tinggal kenangan. Karenina merasa seperti kehilangan arah, seperti kereta tanpa tujuan yang terus melaju. Saat kereta melintasi perbukitan yang hijau, Karenina menghirup dalam-dalam udara segar yang masuk melalui jendela kereta, berharap bisa membawa kedamaian dalam hatinya. Tetapi, udara segar itu hanya mampu menyentuh kulitnya, tidak mampu mengusir kabut kelam yang menyelimuti hatinya.Pukul 07.15 mereka tiba di stasiun kereta api Kota Malang setelah menempuh perjalanan 15 jam lamanya. Untuk menuju Desa Bumiayu, mereka masih harus berkendara menggunakan mobil kurang lebih memakan waktu 2 jam.“Mari bu! antar-jemput langsung ke tempat tujuan harga bisa ditawar!” Mereka disambut oleh suara ramai bapak-bapak yang menawarkan kendaraan pribadinya untuk disewa. Sambil mendorong Alan dalam kereta bayinya, Karenina menghampiri seorang bapak berkacamata dengan rambut putih berpakaian batik.“Pak, ke Desa Bumiayu, berapa?” Karenina berniat bertanya harganya dulu sebelum memutuskan untuk menyewa mobil bapak itu. “Mari neng, murah aja cuma dua ratus ribu di antar sampai tujuan,” Jawab si Bapak sambil langsung mengambil koper yang dibawa Karenina untuk dimasukan ke bagasi.Karenina dan Saskia saling bertatapan, menaikkan kedua alis mereka seperti sedang berbicara menggunakan telepati. ‘mahal bener, dua ratus ribu Nin?!’ Saskia berkata dalam hati sambil melihat wajah Karenina. Ia menaikan matanya ke atas seolah-olah Karenina bisa tahu isi hatinya.‘ya abis gimana? koper gue udah dibawa.’ Karenina menjawab dalam hati juga, kepalanya dimincingkan ke arah koper kuning besarnya yang sedang didorong oleh si bapak.“Mahal bener pak dua ratus, gak boleh kurang?” Tawar Saskia. Bapak sopir menghentikan kakinya, lalu ia menghitung dengan jarinya “Seratus lima puluh ribu ayok deh,” Jawab si Bapak menoleh sebentar ke arah Karenina dan Saskia lalu lanjut berjalan menuju mobil avanza berwarna hitam yang terparkir tepat di depan mereka.Si Bapak membuka bagasi mobil dan menyusun barang-barang tamunya dengan rapi dan apik. Karenina mengangkat Alan dari kereta dorong bayi lalu menggendongnya.“Bismillahirohmanirohim,” Ucap Bapak supir sambil menyalakan mesin mobil dari bangku kemudi. Saskia dan Karenina duduk di bangku belakang sambil memangku Alan. “Pak tolong antar ke alamat ini ya!” Karenina memberikan kertas yang bertuliskan alamat lengkap almarhum orang tuanya.“Baik Non, mau pada pulang kampung apa mau liburan ini non-nonnya?” Tanya bapak supir dengan ramah seraya menerima dan membaca kertas berisikan alamat tersebut.“Pulang kampung pak,” Jawab Saskia. Ia melihat ke arah Karenina yang sibuk membuatkan susu untuk Alan. “Oh, pulang kampung. Mau mampir dulu non? cari sarapan atau cari oleh-oleh? Perjalanan ke Bumiayu masih 2 jam lagi non, saya tahu tempat yang enak dan murah,” Tawar si Bapak.“Gak usah pak, kami bawa roti. Kita langsung aja ya,” Jawab Karenina.“Nggeh non.”**      1 jam lebih telah berlalu semenjak meninggalkan kota. Pak Sopir memacu mobil melintasi jalan berkelok-kelok melewati perbukitan hijau. Udara pegunungan yang segar dan hamparan kebun teh membentang seperti karpet hijau menemani setiap tikungan. Saskia membuka jendela mobil membiarkan angin segar menerpa wajahnya. Saskia membuka jendela terlalu lebar sehingga angin segar itu berhembus sampai ke wajah Karenina, ia memandang ke jendela Saskia yang terbuka lebar ikut menikmati angin segar yang menerpa wajah. Saat mobil mendaki lebih tinggi, gunung yang besar dan perkasa muncul di depan mata. Puncaknya tertutup awan tipis, memberikan nuansa magis pada gunung yang berdiri megah di kejauhan.“Itu Merapi non,” Kata pak supir yang melihat Karenina dari kata spion. “Kelihatannya dekat ya, padahal masih jauh kalo mau kesana.”Sesekali, mereka melewati desa-desa kecil yang bersebelahan dengan kebun teh. Rumah-rumah penduduk yang sederhana menambah pesona yang antik dalam perjalanan ini. Penduduk desa terlihat sibuk dengan aktifitas sehari-hari nya, memberikan nuansa kehidupan lokal yang damai dan sederhana.“Penduduk di sini mata pencahariannya apa pak?” Tanya Saskia. Ia berencana mencari pekerjaan, mungkin sebagai penjaga toko atau pramusaji lagi. Tapi sepanjang perjalanan setelah melewati kota besar sudah tidak terlihat lagi toko-toko besar, kafe maupun perkantoran. Ia hanya melihat warung-warung makan kecil, warung kopi, Indomaret itu pun hanya satu atau dua. Di depan beberapa rumah penduduk terdapat papan nama bertuliskan Kamar Disewa, Penginapan Murah, dan Homestay, sepertinya para warga juga menyewakan kamar-kamarnya sebagai penginapan. Terlihat juga beberapa posko pendakian di beberapa titik kilometer sepanjang jalan.“Di sini rata-rata penduduknya bertani dan berdagang non, tapi ada juga guru, dan pemandu wisata,” Jawab Bapak Supir. Saskia mengangguk, matanya mengernyit, raut wajahnya berpikir keras bagaimana cara ia menghasilkan uang di desa yang jauh dari pusat kota ini. “Alhamdulillah kita sampai,” Pak Supir berhenti tepat di depan sebuah bangunan tua 2 lantai yang kosong, kotor dan menyeramkan penuh semak.Suasana sunyi menyelimuti seluruh area sekitar. Pintu gerbang kecil dari besi yang berkarat terlihat rapuh dan setengah terbuka. Ada suara gemeretak ketika Karenina membukanya dengan hati-hati. Taman di depan rumah tampak terlantar, semak belukar menjalar dengan bebas dan tanaman hias yang dulu mungkin indah, kini terlihat layu dan tak terurus. Karenina dan Saskia terpaku memandangi rumah tua yang besar itu. Dinding putihnya kotor, cat yang dulu mungkin cerah kini terkelupas oleh waktu. Jendela-jendela yang sebagian besar tertutup rapat oleh debu, hanya memperlihatkan kehampaan di dalamnya. Beberapa kaca jendela pecah, meninggalkan sisa-sisa kaca yang berserakan di tanah. Atap rumahnya penuh dengan lumut dan dedaunan kering yang menumpuk, menciptakan kesan terbengkalai. Terlihat beberapa genteng yang bergeser dan bahkan ada yang hilang, membiarkan sinar matahari menyelinap masuk ke dalam ruang yang sunyi. Halaman rumah yang dulunya lapang, kini terlihat penuh dengan reruntuhan dan barang-barang yang terabaikan. Terlihat sebuah ayunan kayu yang dulu sering digunakan Karenina untuk bermain di antara pohon-pohon jeruk siam yang sudah mati.      Seketika, ingatan Karenina kembali pada masa kecilnya.Kala itu ia sedang asik berayun pada ayunan cantik penuh bunga sambil menemani ibunya yang sedang memetik hasil panen buah-buah jeruk siam di halaman rumah ini. “Kamu tau gak bahasa inggrisnya buah ini apa?” Tanya ibu.“Tau! Bahasa inggrisnya jeruk, orange kan bu?” Jawab Karenina yakin.“Iya benar. Tapi kalo jeruk yang ini bahasa inggrisnya Citrus Tangerine, artinya jeruk siam,” Kata ibu sambil mengupas salah satu buah jeruk siam, dan menyuapkan potongan kecil ke mulut Karenina. “Manis kan!” Karenina kecil mengangguk, lalu ibu menyuapkan lagi jeruk yang berbeda . Karenina mengernyit. "Aseem Bu.!" Teriak Karenina dengan ekspresi lucunya.Ibu tertawa. "Gak semua tangerine itu rasanya manis, sama seperti hidup yang akan kamu jalani saat dewasa nanti. Kamu akan bertemu dengan rasa asam seperti ini." Ucap ibu. "Saat kamu merasakan asamnya hidup, kamu harus tetap senyum, dan lihat kembali buahnya. Walaupun asam, dia tetap memiliki warna oranye yang indah." Karenina mengangguk dan tersenyum senang sambil berayun di ayunan kayu.**     Melihat rumah ini dari luar, sudah pasti tak ada tanda-tanda kehidupan. Rumah tua ini terabaikan sejak 15 tahun lalu, membiarkan kehampaan menjadi penguasa di tempat yang dulu mungkin penuh dengan kehidupan.“Nin, ini rumah lo?” Saskia menggeleng tidak percaya. “Sorry Sas, gue juga gak tau kalo udah sebobrok ini, kayaknya kita harus cari penginapan dulu,” Karenina ingat mereka sempat melewati sebuah rumah dengan papan nama Kamar Disewakan. “Bapak, bisa tolong antar kami ke rumah di ujung jalan sana yang ada tulisan Kamar Disewakan pak?” Tanya Karenina sambil menunjuk ke arah rumah yang dimaksud dengan tangannya. “Nggeh, non, nggeh. Mari!” Bapak Supir membukakan pintu penumpang belakang dan mempersilahkan mereka masuk kembali.**“Permisi bu, apa masih ada kamar yang disewa?” Sapa Saskia. “Masih ada mbak, silahkan masuk!” Jawab ramah dari Bu Broto pemilik penginapan, menunjukan salah satu kamar berukuran sedang yang lengkap dengan isinya.Karenina meletakkan Alan yang tidur nyenyak di atas Kasur penginapan yang empuk. Ia lalu berjalan memeriksa setiap sudut kamar. Kamar yang mereka tempati cukup besar dan bersih. Terdapat 2 buah kasur berukuran sedang dan 1 lemari besar. Ada sebuah meja rias kecil beserta kursinya, dilengkapi juga kamar mandi dengan air hangat.“Jadi apa rencana lo sekarang?” Saskia bertanya sambil mengeluarkan perlengkapan mandi dari kopernya.Karenina terdiam dalam keheningan, matanya kosong tapi pikirannya berputar cepat, mencari solusi untuk menemukan arah hidupnya. Ia mengingat kembali keadaan rumah orang tuanya itu dengan tatapan penuh cinta dan kenangan, di setiap sudut rumahnya menyimpan jejak-jejak masa kecilnya. Lalu tiba-tiba muncul sebuah ide dan inspirasi yang menggelora dari pikiran Karenina.“Gimana kalo kita renovasi rumah nyokap gue, terus kita bikin homestay ?!” Karenina berkata dengan semangat. “Gue belum yakin sih ini bakalan berjalan mulus, tapi paling gak, kita bisa punya tempat tinggal dulu aja.” “Kita bikin hotel Nin? jadi bos hotel kita?” Saut Saskia semangat.“Bukan hotel Sas, tapi homestay,” Jelas Karenina tertawa. “Home..stay..!” Karenina mengeja kalimatnya menggoda Saskia.Saskia langsung menyetujui, dan tentu saja ia sangat menyukai ide sahabatnya itu.

Tangerine

Bab 2 - Keputusan

Di publikasikan 04 Apr 2025 oleh Tangerine

“Kenyataan tidak selalu sesuai dengan harapan, tapi bisakah kebahagiaan ditemukan saat susah payah menerima dan berpura-pura berlapang dada?”    Karenina menggeser pintu lemari putih besar di kamarnya, pandangannya terpaku pada baju-baju Bayu yang tergantung rapih dalam lemari baju putih dengan kaca yang besar. Karenina mengenang kembali pertemuan pertama dengan suaminya. 1 tahun yang lalu,     Di pusat kota yang sibuk, Bayu, seorang pria pekerja kantoran berusia 28 tahun yang tampan dengan postur tinggi dan tegap memasuki kafe ternama. Saat itu ia sedang mengambil istirahat dari rutinitas kantor yang melelahkan. Di sana, ia melihat seorang wanita yang cantik dan mempesona, bernama Karenina, seorang pramusaji wanita berusia 25 tahun dengan rambut panjang yang tergerai indah. Mata mereka bertemu di tengah keramaian, dan saat itulah dunia Bayu berhenti sejenak.Karenina adalah seorang wanita yang penuh keceriaan, dengan senyuman yang mampu mencairkan hati siapapun yang melihatnya. Meskipun sibuk dengan pesanan pelanggan, ia memberikan perhatian khusus pada Bayu. Mereka berdua berbagi beberapa kata singkat, namun dalam detik itu, keduanya merasakan kilatan keistimewaan yang sulit dijelaskan.Bayu selalu menyempatkan diri untuk mampir ke kafe tempat Karenina bekerja untuk mengantar pulang ke rumah kontrakannya, tak jarang mereka menikmati berbagai jajanan kuliner pinggir jalan seperti selayaknya dua orang yang sedang dimabuk asmara. Sampai suatu hari di bawah langit senja yang dipenuhi warna jingga dan merah muda, Bayu memutuskan untuk mengabadikan cintanya pada Karenina dengan cara yang tak terlupakan. Dengan hati yang penuh keberanian Bayu mengajak Karenina ke sebuah pantai, di sana ia mengejar langkah-langkah kekasihnya ke tepi pantai yang sepi. Dengan mata berbinar penuh kebahagiaan, Bayu berlutut di atas pasir halus dengan tangannya yang gemetar menyodorkan cincin berlian yang berkilau. Ia menatap Karenina dengan penuh kasih seakan menyentuh hatinya, dan dengan penuh keyakinan, ia berkata, "Maukah kamu menjadi pendamping hidupku?". Ombak yang pelan menjadi saksi bisu dari momen romantis kala itu, saat Karenina tersenyum dan dengan penuh sukacita menjawab, "Ya, aku mau."**Dug! Dug! Dug!     Terdengar suara ketukan pintu yang keras memecahkan keheningan, menyadarkan Karenina dari lamunannya yang sendu. Karenina menuju pintu depan mengintip dari sela-sela jendela ruang tamu. Ia melihat seorang pria bertubuh besar mengenakan setelan jas hitam rapi berdiri di depan pintu rumahnya. “Cari siapa ?” Tanya Karenina dari dalam dengan perasaan was-was.“Ibu Karenina? Benar ini rumahnya kan?! saya membawa kabar dari Pak Bayu,” Pria itu menjawab dengan aksen Batak yang keras. Mendengar pria itu membawa kabar dari suaminya, Karenina membuka pintu dan mempersilahkannya masuk.“Silahkan duduk pak! Mau minum apa?” Tawar Karenina dengan ramah.Tanpa menjawab, pria itu langsung memberikan sebuah amplop berwarna coklat dan langsung berkata “Saya diperintahkan memberi surat ini untuk ditandatangani sekarang. Setelah itu, Ibu harus meninggalkan rumah dan kota ini, sekarang."Karenina mengeluarkan sebuah surat dari amplop tersebut, dan melihat kalimat Surat Pernyataan Cerai. Seketika itu kepalanya terasa panas turun menuju hatinya. Dadanya sesak saat ia membaca sebuah paragraf dengan tanda tangan Bayu yang sudah tertera di bawah halaman. ‘…bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk bercerai dan mengakhiri hubungan mereka sebagai suami istri, dengan ini kedua belah pihak tidak lagi memiliki hubungan dalam bentuk apapun juga. Oleh karena itu kedua belah pihak mengakui bahwa surat pernyataan ini adalah sebagai bukti cerai yang sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku…’     Mata Karenina memancarkan kepedihan yang tak terucap, seolah-olah teriris oleh keputusan yang tak bisa dihindari. Hatinya pilu dengan bibir yang gemetar karena menahan amarah dan kekecewaan. Perasaan sakit hati merayap perlahan, seperti racun yang meresap ke dalam setiap pori-pori jiwa. Air mata yang turun, bukan hanya menandai kehilangan cinta, tetapi juga sebagai tanda perpisahan dari impian yang pernah mereka bangun bersama.“Bu! Tanda Tangan sekarang! saya harus kembali ke kantor,” Suara berlogat batak yang keras menyadarkan Karenina dari kepedihan hatinya. Karenina menyeka air matanya, mengambil pena yang telah disediakan pria batak itu di atas meja, lalu membubuhkan tanda tangannya di samping tanda tangan suaminya. “Terimakasih. Sekarang saya akan tunggu ibu berkemas sampai Ibu meninggalkan rumah ini,” Pria batak itu memasukan amplop ke dalam tas hitamnya. “Kalau tidak keberatan, kopi hitam tanpa gula bu!” Kata pria batak itu membuat dirinya sendiri tampak santai di atas sofa ruang tamu.Karenina bingung, tidak mungkin hari ini juga ia harus pergi meninggalkan rumah. Ia akan kemana dengan anaknya yang masih kecil?.“Pak, maaf, kasih kami waktu 2 hari pak. Saya janji kami akan pergi 2 hari lagi,” Tawar Karenina memelas sambil menunjuk ke arah Alan yang masih bayi yang sedang menikmati makanannya. “Baik, kalo begitu kopinya tidak usah. Saya akan kembali 2 hari lagi!” Pria itu menjawab dan pergi begitu saja tanpa kata permisi.Sungguh tidak sopan.Karenina terduduk di sofa ruang tamu, kakinya lemas dadanya sesak untuk yang kesekian kali. Matanya tertuju pada Bayi Alan yang sedang asik melahap MPASI dengan mulut belepotan yang lucu. Ia sadar ia harus segera membenahi perasaan dan keadaannya saat ini demi Alan. Tapi Karenina bingung harus bagaimana.     Semenjak pria batak itu muncul sampai pada malam hari, Karenina tidak berhasil menghubungi sahabatnya Saskia. Nomornya belum aktif juga sedari pagi, padahal ia sedang butuh sekali teman bicara. Karenina mengambil mainan puzzle hewan besar untuk dimainkan bersama Alan. Biasanya saat menyusun puzzle Karenina bisa menguraikan isi pikirannya yang kusut seperti mengurai benang yang sedang terikat tidak karuan. **     Keesokan paginya Saskia datang kerumah Karenina. Ia langsung menuju ke kamar dan terkejut melihat Karenina sedang mengepak pakaian ke dalam koper yang besar. Air mata Karenina jatuh lagi tidak tertahankan begitu melihat Saskia.“Kemana aja sih lo?” Karenina bertanya sambil menangis sesenggukan saat Saskia memeluknya.“Sorry Nin, kemaren gue lupa bawa charger, jadi hp gue mati seharian,” Jawab Saskia, ia menyeka air mata sahabatnya itu.“Yang kuat ya Nin. Jadi lo udah tau mau kemana?” Tanya Saskia mengelus-elus punggung Karenina, ia khawatir dengan sahabatnya itu, tapi ia juga tidak bisa menampung Karenina dan Alan di kamar kosannya yang sempit, sementara ada beberapa penagih hutang yang sedang mengejar-ngejarnya. Kemarin saat Karenina menghubungi Saskia, Saskia sengaja mematikan handphone karena sedang di teror oleh penagih hutang. Saskia sebenarnya juga sudah beberapa hari tidak datang bekerja ke kafe karena para penagih hutang datang ke sana membuat keributan. Ia terjerat pinjaman online yang tidak sanggup ia bayar. Membuatnya harus selalu bersembunyi dan susah untuk dihubungi.“Gue mau pulang ke kampung aja Sas, masih ada rumah almarhum nyokap gue disana,” Karenina menatap tumpukan amplop yang berisikan lembaran uang seratus ribuan pemberian Ibu Nova.”Gue bisa mulai kehidupan yang baru di sana,” lanjutnya sambil menatap Alan yang sedang asik bermain sendiri dengan puzzle hewannya.“Jauh banget sih Nin, lo yakin?” Tanya Saskia Karenina mengangguk menunjukan 2 tiket kereta yang sudah dipesannya untuk ia dan Alan esok hari.Sementara itu Saskia merasakan getaran ponsel dari dalam tas hitamnya yang tidak berhenti bergetar. Ia membuka kecil tasnya, mengintip sedikit untuk melihat nama sang penelpon. ‘Penagih utang itu lagi’’ Batin Saskia. Dan tiba-tiba saja Saskia melihat sebuah solusi untuk permasalahannya.“Oke. Gue ikut! Gue akan ikut kemanapun lo dan Alan Pergi,” Kata Saskia tiba-tiba dengan mantap.“Jangan ngaco deh, lo kan kerja,” Sahut Karenia tersenyum kecil mengira Saskia sedang bercanda.Saskia mengeluarkan ponsel dari tas hitamnya, menunjukan riwayat panggilan dengan nama Debt Collector Sadis.“Gue ikut ya Nin, gue lagi dikejar-kejar debt collector nih. Kemarin mereka udah nyariin gue ke kosan, ke kafe. Gue bingung mau gimana lagi,” Saskia mencurahkan masalah yang selama ini dideritanya.“Astagfirullah Saskia, emang berapa utang lo?” Karenina kaget tidak percaya sahabatnya itu terjerat kasus pinjaman online.“30 juta tapi bunganya 20 juta, jadi 50 juta,” Jawab Saskia memelas. “Gue mending ikut lu kabur aja deh, dari pada harus bayar segitu.”“Lo beneran Sas?” Karenina bertanya sekali lagi. “Gue belum tau loh kondisi di sana seperti apa, nanti lu malah jadi ikutan luntang lantung,” Lanjut Karenina. Karena ia pun sebenarnya belum begitu yakin, dan sama sekali tidak tahu situasi dan kondisi di kampungnya itu sekarang seperti apa. Semenjak Ibunya meninggal 15 tahun lalu, Karenina belum pernah kembali pulang karena memang sudah tidak ada satupun lagi keluarganya yang tersisa.“Yakin 100 persen! kita bisa jualan gorengan kek, ngapain kek, yang penting gue kabur dulu nih dari si ambon-ambon ini,” Saskia menggenggam tangan karenina untuk meyakinkannya. Karenina yang tidak tega melihat kondisi Saskia mengangguk setuju. “Oke! Pesan tiket sendiri ya!."

Tangerine